Byuurrr...
Dalam hitungan sepersekian detik, tubuh itu terjatuh kedalam hamparan air dingin yang tergenang sejak tadi. Semua orang terkejut terutama para wanita yang menjerit bersamaan dengan peristiwa tersebut. Rachel terjatuh, dan Vinka terdiam dengan penuh amarah dan kemenangan didirinya.
"Rachel!!" Panggil Wina. Ia memutar pandangannya dan mencari Valeryan atau orang yang terpercaya untuk menolong sahabatnya itu. Ia sangat takut karena mengetahui bahwa Rachel tidak bisa berenang. Ia bingung, tidak ada siapapun yang dapat diandalkannya, bahkan para pria lain yang ada disana, mereka hanya menyaksikan kepayahan Rachel untuk berusaha bernafas dengan baik. Ia harus bagaimana, bahkan dirinya pun tidak bisa menolong sahabatnya.
Beberapa detik setelah terjatuhnya Rachel, seorang pria datang menyeburkan dirinya kesana. Ia berenang menghampiri Rachel, menenangkannya dan memastikannya bahwa ia baik-baik saja. "Gua disini, Hel. Lo baik-baik aja sekarang."
Pria itu mengaitkan lengannya dan langsung memboyong Rachel ke tepi kolam. Hatinya merasa sakit. Bahkan saat ini, ia harus menahan amarahnya untuk kejadian yang menimpa Rachel. Meskipun ia tahu bahwa semua orang sedang menjadikannya pusat perhatian, ia tidak peduli dengan anggapan orang lain, karena baginya yang terpenting adalah keselamatan wanitanya.
Pria itu mengangkat Rachel agar keluar dari dinginnya hamparan air, yang diikuti olehnya. "Lo gak apa-apa?" Tanya Julian.
"Gak apa-apa. Makasih udah nolongin gua." Ucap Rachel defensif. Rachel menggigil, ia mengusap wajahnya dan segera bangkit dari posisinya.
"Hel.." Panggil Julian.
Rachel tak menghiraukan panggilan Julian. Ia melangkah, dan menghentikannya tepat dihadapan Vinka. Matanya menatap tajam namun tak ingin memperpanjang masalah. Lantas, wanita itu langsung kembali melangkah meninggalkan wanita yang telah mempermalukannya malam ini.
Ia berjalan. Kedua mata itu bertemu dengan mata hangat Valeryan yang khawatir kala melihatnya. Pria itu berlari tergopoh-gopoh menerobos kerumunan. Ia memperlambat langkahnya dan membiarkan kenyataan meyakinkannya akan apa yang dilihatnya.
"Hel.." Suaranya terdengar sedikit serak dengan mata yang memerah. Dengan cepat, Rachel tersenyum kearahnya beberapa detik dan langsung berlari meninggalkan kerumunan tanpa menghiraukan panggilan Wina yang mengkhawatirkannya. Ia berlari meninggalkan semuanya, tak peduli dengan kelanjutan acara tersebut atau berbagai hal yang berkaitan dengan hal itu. Ia hanya butuh sendiri sekarang, tanpa Wina ataupun orang lain disisinya.
Julian yang menyaksikan hal tersebut langsung mengejarnya, namun siapa sangka jika lengannya ditahan oleh Valeryan. "Dia butuh sendiri, Jul.." Ucap Valeryan dengan tatapan lurus yang kosong.
"Gua tau kak. Tapi sorry, gua gak bisa ngeliat dia kayak gitu."
🌺🌺🌺
Rachel berlari disela hembusan angin yang menggelitiki tubuhnya. Perlahan, setiap partikel dari udara malam yang berhembus berhasil membuat tubuhnya mengigil kedinginan.
Langit. Jangan tanya bagaimana keadaannya, ia masih sama. Selalu menyaksikan setiap kejadian yang hinggap dihidupnya, menyaksikan setiap peristiwa namun enggan berkomentar untuk segalanya.
Tetesan bulir bening itu perlahan keluar dari sarangnya. Membasahi pipinya dan terbuang sia-sia menguras energinya. Hatinya sedih, namun fikirannya berusaha untuk melawan segalanya. Mungkin memang inilah kesalahannya, kesalahan dimana ia membiarkan hati memutuskan pilihannya tanpa berfikir apa yang akan terjadi selanjutnya. Ia cukup senang, setidaknya hatinya tak berusaha untuk memaksa dirinya agar melakukan hal yang buruk. Ia senang, karena selama ini, hatinya selalu mengarahkannya pada hal yang positive.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rachel Dan Julian
Teen Fiction"Dingin. Gua tau lo kedinginan. Gua gak bisa hapus setiap kesedihan yang ada di ingatan lo, tapi setidaknya, gua bisa ngelindungin lo dan hapus air mata lo." -Julian. Hanya kalimat itu yang mampu diucapkannya. Tak banyak, namun mampu membuat Rachel...