Sang surya kian meninggi. Menyinari bumi secara menyeluruh dengan garis cahaya yang dihasilkannya. Terlihat, seorang wanita tengah terdiam ditempatnya memerhatikan sekelilingnya. Berharap seseorang segera datang menjemputnya.
"Iihhh apaan sih kak Ryan. Lama banget. Kalo gak mau jemput bilang aja sih, ga usah nyuruh nunggu gini. Bikin orang BT aja dehh." gerutu Rachel.
Ia berdecak sebal, pasalnya sudah hampir satu jam ia menunggu kakaknya itu. Namun sampai sekarang, tidak ada kabar satupun yang diberikan oleh kakaknya. Bahkan pesan dan panggilan masuknya pun tidak ada yang dijawab olehnya.
Rachel terus memandangi ponsel nya dan jalanan sejak tadi secara bergantian, berharap ada kabar dari sang kakak yang ditunggunya sejak tadi. Ia bertekad dalam hati bahwa setelah ini, ia akan benar-benar mengulitinya hidup-hidup bak psikopat yang terobsesi untuk bunuh membunuh. Tidak peduli jika ia kakaknya atau bukan, karena kali ini pria itu benar-benar membuatnya kesal setengah mati.
Sebuah tawa dari sekumpulan orang kian terdengar ditelinganya. Bahkan saat ini, salah satu suara itu makin dekat, sampai akhirnya, seseorang kembali berdiri disampingnya.
Sama dengan posisi dan gaya yang sebelumnya ia tunjukkan terakhir kali.
Membuatnya malas, dan kesal dengan situasi yang dihadapinya saat ini. Haruskah pria itu kembali muncul? Apakah tidak cukup apa yang diperbuatnya hari ini? Ya tuhan..
Beruntung sekolah diliburkan dan tidak ada guru yang masuk ke kelasnya satupun tadi. Sehingga, bebannya berkurang karena tidak harus mendengar ocehan dan komentar dari guru-guru lain. Ia heran dengan pria itu, rasanya kesadarannya sudah hilang, bahkan mungkin kejiwaannya yang terganggu. Entahlah, Rachel muak dengan tingkahnya, terutama setelah kejadian pagi ini.
Apakah itu tidak cukup?
Pria itu berdiri dengan santainya, memutar-mutarkan kunci motornya dengan salah satu tangannya. Memasukkan sisi lain jemari tangannya kedalam saku celananya. Menatapnya sembari tersenyum meremehkan.
Gerakan memutar kunci itu terhenti. Ia memasukkannya kedalam sakunya dan beranjak dari posisinya. Merubah posisinya dengan gaya yang tidak jauh berbeda dengan orang sombong.
"Apa gua bilang." Ucap Julian. "Nyesel kan, lo?"
Rachel menatapnya tajam. "Ngapain sih lo kesini lagi? Kurang kerjaan banget!" omelnya. "Lagian, kata siapa kalau gua nyesel? Gak usah sok tau deh." Ucap Rachel.
Lagi-lagi Julian hanya tersenyum miris kepada Rachel. "Hhh.. Gengsi banget sih lo ngakuin gitu doang."
Rachel menautkan kedua alisnya lantas membuang pandangannya ke lain arah. "Terserah lo!"
Langkah kaki terdengar ditelinganya. "Denger ya, gua itu dari tadi nungguin lo." ucapnya.
Rachel terkesiap, memutar pandangannya secara spontan mendengar ucapannya. "Nungguin gua?"
Julian mengedikkan bahunya tak acuh. "Gua itu disuruh kak Ryan nganterin lo. Makanya gak usah negative thinking mulu sama gua."
Rachel terdiam beberapa saat. Hingga akhirnya, ia mendengus tidak percaya. Mana mungkin kakaknya percaya dengan orang seperti Julian? Rasanya tidak mungkin meskipun ia sekarang tahu bahwa mereka pernah dekat dulu. Karena bagaimanapun, ia tahu sifat kakaknya.
"Heuuh, ngapain dia nyuruh lo?" tanya Rachel meremehkan.
"Lo gak percaya? Butuh bukti?"
Rachel mengangkat kedua alisnya. Meminta bukti yang di tawarkan oleh Julian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rachel Dan Julian
Novela Juvenil"Dingin. Gua tau lo kedinginan. Gua gak bisa hapus setiap kesedihan yang ada di ingatan lo, tapi setidaknya, gua bisa ngelindungin lo dan hapus air mata lo." -Julian. Hanya kalimat itu yang mampu diucapkannya. Tak banyak, namun mampu membuat Rachel...