Seperti biasa, kantin terlihat ramai hari ini. Hiruk pikuk antara pedagang dan siswa sangat jelas terlihat disana. Banyak perbincangan yang terdengar, mengisi kesunyian yang sebelumnya terjadi disana.
Raffa menjauhkan sendok yang membawa asupan untuk kebutuhan gizinya. "Lo kok tadi bisa barengan sama dia sih?" Ia tersenyum menampakkan ketampanannya pada setiap orang yang menyapanya tanpa mengalihkan perhatiannya sedikitpun dari sahabatnya. Menunggu jawabannya atas konfirmasi dari pertanyaan yang diajukannya.
"Iya, kok bisa? Lo berdua janjian?" Sambung Abel.
"Siapa?" tanya Julian.
Raffa mendelik. "Rachel.. Yaelah, pura-pura gak tahu lagi."
"Oh. Enggak. Gua gak sengaja ketemu dia di depan gerbang samping sekolah tadi pagi."
"Terus, kok lo bisa masuk? Bukannya hari ini bu Ratna ya yang Jaga?" Tanya Ali penasaran.
"Iya. Dia yang jaga."
"Terus?" Ari melahap gado-gado pesanannya dan tetap memerhatikan Julian, menyimak cerita yang akan dipaparkan olehnya. "Mukjizat banget lo berdua bisa masuk."
Julian mengedikan bahunya tak acuh. "Just fortuitous.." Ia meminum minumannya melalui pipa kecil berwarna transparant yang menghubungkan salah satu sisinya dengan mulutnya. "Gua cuman mengajukan penawaran kecil sama dia, and... He accepted my little offer."
"Penawaran kecil?"
Julian mengangguk. "Gua menawarkan diri buat dihukum asalkan Rachel bisa masuk." Jawab Julian sambi mengaduk-ngaduk minumannya. "Itu doang."
Raffa, dan Ali langsung membulatkan matanya, sementara Abel tersedak oleh minuman yang sedang diminumnya.
"Serius lo?" Tanya Abel.
"Iya. Yang bener bro. Jangan-jangan Lo bener-bener jatuh cinta lagi sama dia. Lagian, penawaran apa sih yang lo ajuin ke dia?" Ucap Ali.
Julian terdiam. Ia sedikit membenarkan argumen itu, karena entah mengapa ia menjadi se-frustasi itu tempo hari ketika Rachel memintanya untuk menjauhi dirinya. Mungkin rasa suka itu sudah berubah, dan mungkin inilah saatnya rasa itu bermetamorfosis menjadi rasa yang seharusnya. Meskipun sulit, namun kenyataan memang tak semanis yang kita bayangkan.
Raffa langsung menoyor kepala Ali. Ia selalu seperti itu, berbicara asal mengeluarkan apapun yang ada di otaknya tanpa memikirkan perasaan siapapun. "Bodoh banget sih lo."
"Apaan? Gua bener kan? Ini pertama kalinya loh Julian begitu. Vinka aja yang notabenenya terkenal cantik, tapi dia gak pernah digituin tuh sama si Julian. Dia geli malah. Bener gak Jul?"
Semuanya terdiam, terutama Julian. Perkataan Ali memang benar, Wanita cantik itu tidak pernah berhasil meluluhkan hatinya meskipun ia terkenal dengan kecantikannya. Julian justru merasa aneh dan risih jika wanita itu sudah mulai mendekatinya.
"Ya udah lah. Terus, terus, penawaran lo disetujuin gak?" Ucap Abel memecah keheningan.
"Ya gitu. Penawaran gue disetujuin sama dia. Sebenernya bukan sama bu Ratna sih, tapi sama bapak lo Raff."
"Gilee, nekat lo ya. Kok bisa sih? Dia lebih ganas anjir." Ucap Abel.
"Jago jing. Ini baru namanya cowok sejati." puji Ali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rachel Dan Julian
Fiksi Remaja"Dingin. Gua tau lo kedinginan. Gua gak bisa hapus setiap kesedihan yang ada di ingatan lo, tapi setidaknya, gua bisa ngelindungin lo dan hapus air mata lo." -Julian. Hanya kalimat itu yang mampu diucapkannya. Tak banyak, namun mampu membuat Rachel...