"Wouuuhuuu!! Akhirnya gua menang lawan Abel.."
Keseruan di dalam bangsal VIP itu semakin meluas setelah Ali memutuskan untuk membawa laptopnya dan beberapa peralatan bermain PS nya ke sana. Sorak soray dari kemenangannya melawan Abel terdengar memenuhi ruangan, belum lagi beberapa keluhan Abel tentang kecurangan yang di lakukan Ali, semuanya benar-benar berhasil memecahkan suasana.
"Weyy enggak lah, apaan sih lu. Curang banget anjir." keluh Abel.
"Gua menang.. Gua menang.. Yeayy!!"
"Ish.. Najis banget. Udah lah.." Rajuk Abel. "Belajar sono lu, besok ulangan juga."
"Dih, liat geh Jul.. Ngambek masa, gaterima banget sih kalau kalah. Hahaha..."
Julian tertawa melihat tingkah Abel. Tidak biasanya dia seperti ini, bahkan mungkin ini pertama kalinya Julian melihat Abel yang tidak terima dengan kekalahannya. "Udah lah Bel, sekali-kali ngalah sama nih bocah kenapa? Haha.. Kasian anjir, kalah mulu dia."
"Ya, serah lu semua dah..." jawab Abel. "Belajar sono lu bege!"
"Iya, iya, tenang aja. Gampil itu mah, matriks doang kan? Heilehh, citill..." sombong Ali.
Julian melempar snacknya. "Belagu lu. Semoga Ali di hukum besok ya Allah. Aamiin..."
"Aamiin.." sambut Abel.
"Wah parah sih lu berdua, ganyangka gua.."
Julian dan Abel kembali menertawakan Ali, sementara di salah satu sudut ruangan itu, Raffa masih terdiam di posisinya tanpa merespon apapun, bahkan dapat di pastikan bahwa pria itu benar-benar tak bergerak sama sekali.
Ali memandangnya, meminta penjelasan kepada kedua temannya perihal apa yang sedang di saksikannya saat ini. Abel hanya menggedikkan bahunya tak tahu, sementara Julian masih dirundung perasaan bersalah akibat kejadian tempo hari.
"Raff..." panggil Ali.
Tak ada respon dari sang empunya.
"Raff.. Raffa!"
Pria itu terkesiap. "Ha? Ya, kenapa?"
"Lu yang kenapa bego?!"
"Ah, gak apa-apa." bual Raffa. Lantas, ia menarik selimut yang ada di ujung soffa dan menutupi tubuhnya disana. "Gua kayaknya ngantuk banget nih, ntar bangunin gua yak kalau mau balik."
"Aneh banget sih Raff, baru juga jam 8." ucap Abel.
"Tau, biasanya geh lu yang paling melek diantara kita bertiga.."
Tak ada jawaban, Raffa hanya bergumam sebagai bentuk responnya. Beberapa detik kemudian, ia kembali membuka suara tanpa membalikkan badannya. "Oh ya, kapan lu balik Jul? Besok?" tanya Raffa.
"Iya, besok sore."
"Oh oke.. Bangunin gua ya, jangan lupa."
Ali hanya terheran melihat tingkahnya. "Anjiir, gak jelas banget nih anak."
Julian terdiam, mungkin perubahannya ini ada sangkut pautnya dengan kejadian tempo hari. Ia sadar akan tingkah kasarnya kepada Rachel, namun ia tak bisa berbuat lebih untuk itu. Dan untuk diamnya Raffa saat ini, ia harap tak ada yang perlu di khawatirkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rachel Dan Julian
Novela Juvenil"Dingin. Gua tau lo kedinginan. Gua gak bisa hapus setiap kesedihan yang ada di ingatan lo, tapi setidaknya, gua bisa ngelindungin lo dan hapus air mata lo." -Julian. Hanya kalimat itu yang mampu diucapkannya. Tak banyak, namun mampu membuat Rachel...