Semua orang yang ada di sana hanya terdiam, tercengang dan tidak percaya dengan apa yang mereka lihat saat ini. Begitupun dengan Rachel. Ia benar-benar tidak percaya hingga bungkusan yang dibawanya itu terjatuh begitu saja di lantai. Sendi-sendi tubuhnya terasa lemas, dan ia hanya bisa berfikir saat ini.
'Mungkinkah ini yang dinamakan tersambar petir di siang bolong?'
Spontan, semuanya tersadar dari lamunannya akibat tindak ceroboh yang dilakukan Rachel. Begitupun dengan Julian dan Kania yang sebelumnya terlihat seperti sedang berpelukan disana. Keduanya menjauh, dan terlihat sedikit bingung. Semuanya tidak mengerti dengan apa yang terjadi, namun apa yang dilihat oleh beberapa pasang mata itu memanglah benar. Keduanya benar-benar sedang berpelukan.
Dengan cepat, wanita itu segera membereskan beberapa buah dan makanan yang keluar dari pelastik bawaannya.
"So- sorry. Gua bener-bener gak bermaksud buat-"
"Gak apa-apa, biar gua aja." Ujar Raffa yang langsung membantu wanita itu.
Julian hanya bisa meneguk salivanya dengan payah kala melihat kehadiran teman-temannya, terutama Rachel. Ia tak tahu apa yang di fikirkan oleh wanita itu hingga berbuat ceroboh seperti tadi. Ingin ia membantu, namun ia rasa, akan lebih baik jika dirinya tak terlalu mengkhawatirkan wanita itu.
"Maafin gua guys. Gua- gua permisi dulu." pamit Rachel.
Raffa hanya bisa menghela nafasnya pasrah, sementara Wina, ia terlihat panik dan khawatir dengan keadaan temannya itu. "Hel..." panggil Wina. "Sorry, gua permisi sebentar." Wina hanya bisa menyusulnya, karena hanya dengan hal itu, perasaan wanita itu mungkin akan sedikit baik-baik saja. Di sisi lain, Vinka yang turut menjenguk Julian, wanita itu hanya bisa tersenyum takjub dan ikut menyusul Rachel.
Gerakannya melambat kala melihat Rachel yang sedang menyalahkan dirinya. Seketika, ia teringat akan apa yang pernah dirasakannya dulu.
"Gua bego banget Win, gak seharusnya gua bersikap kayak tadi." rutuk Rachel.
"Ini bukan salah lo, Hel. Lagipula, kita semua juga emang kaget kok." jelas Wina. "Jadi lo biasa aja ya?"
"Gua malu banget Win, sumpah. Gua gak tahu lagi harus bersikap gimana sama mereka berdua, terlebih lagi Julian."
"Ya gua tahu, tapi-"
"Lo gak seharusnya pergi gitu aja dan ngerutukin diri lo begitu. Gua paham kok apa yang lo rasain." potong Vinka. "Jadi lebih baik, lo balik lagi ke dalem. Mereka mungkin ngerasa canggung sekarang, jadi bersikaplah seperti biasanya. Lo harus jaga perasaan lo, jangan sampe perasaan lo itu ngerusak semuanya. Lo bisa kan?"
"Vin..."
"Jadi gimana? Lo berdua mau masuk apa masih mau disini dan bikin mereka semua ngerasa bersalah? Hmm??" tanya Vinka.
Rachel terdiam memikirkan kalimat itu. Vinka benar, dan tidak seharusnya ia melakukan hal seperti tadi. Keluar ruangan tanpa izin dari siapapun juga dan mengutamakan emosinya.
🌺🌺🌺
Setelah kepergian Rachel begitu saja, suasana canggung mulai mengerubungi ruangan ini. Tidak ada yang berkomentar atau mengucapkan satu patah kata pun disana. Lantas, Raffa bangkit dari posisinya dan melangkah menuju meja makan yang ada di sana.
"Ternyata lo di sini Kan?" tanya Raffa. "Makasih ya udah jengukin Julian."
"Oh, iya Raff gak masalah." jawab Kania.
Lantas, kedua teman lainnya yaitu Abel dan Ali, keduanya langsung mengembalikan kesadarannya dengan baik. Mereka tersenyum ramah ke arah Kania, meskipun hal tersebut sangatlah canggung, namun mereka tak bisa memperburuk keadaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rachel Dan Julian
Teen Fiction"Dingin. Gua tau lo kedinginan. Gua gak bisa hapus setiap kesedihan yang ada di ingatan lo, tapi setidaknya, gua bisa ngelindungin lo dan hapus air mata lo." -Julian. Hanya kalimat itu yang mampu diucapkannya. Tak banyak, namun mampu membuat Rachel...