Raffa tengah terduduk ditemani thai tea yang dipesannya. Pria itu terlihat tengah memikirkan sesuatu, pandangannya kosong, dan rambutnya sedikit acak-acakan akibat gerakan meremasnya. Ia ragu menghampiri saudaranya itu, namun ia tak mampu membiarkan keegoisan menyelinap masuk dalam dirinya. Dengan keberanian, Julian melangkah menghampirinya.
"Sorry Raff. Gua minta maaf buat keegoisan gua hari ini." ucap Julian memulai percakapan.
Raffa tidak bergeming untuk beberapa saat, namun dengan cepat ia membuka suaranya. "Gua juga minta maaf Jul, gua bener-bener bingung sekarang. Sorry banget karena gua udah nyudutin lo gitu aja tadi. Gak seharusnya gua bersikap kayak gitu ke lo. Gua gak tau harus bersikap gimana. Kalian saudara gua, dan gua gak ngerti kenapa kalian bisa suka sama cewe yang sama. Dunia ini emang sempit, tapi gua masih bertanya-tanya kenapa ini bisa terjadi. Kenapa harus lo dan Raihan yang terlibat dalam masalah ini. Kenapa bukan orang lain?" ucap Raffa. "Gua bener-bener bingung Jul. Gua gak tahu harus berbuat apa setelah ini."
"Sorry Raff, gua bener-bener minta maaf sama lo."
"Lo gak perlu minta maaf. Gua ngerti perasaan lo, tapi apa semua orang di rumah bakalan berfikiran sama dengan gua kalau tau masalah yang sebenarnya? Gua khawatir hubungan keluarga kita bakal merenggang, Jul. Gua gak mau hal itu terjadi."
Julian terdiam. Ia tahu jika Raffa sangat mengutamakan kebahagiaan keluarganya. Ia tahu jika pria itu mampu mengorbankan dirinya hanya untuk membahagiakan orang yang disayanginya, meskipun tingkahnya dulu sangat brutal, namun pria itu sangat menghargai sebuah hubungan. Raffa tak akan pernah tinggal diam untuk masalah yang menimpa keluarganya, namun kali ini pria itu benar-benar rapuh tak berdaya. Julian tak pernah melihat dirinya yang seperti sekarang, ia bingung, entah langkah apa yang harus diambilnya saat ini.
Setelah berfikir panjang, Julian menghela nafasnya dalam. "Denger Raff. Gua gak akan biarin hal itu terjadi. Gua bakal ngalah sama perasaan gua dan relain semuanya. Gua bakal ngelepas Rachel dan ngejauh dari dia, gua akan lakuin itu asalkan keluarga kita baik-baik aja. Pegang janji gua, Raff. "
"Gak. Bukan itu yang gua maksud. Lo gak boleh nyerah gitu aja sama perasaan lo, lo harus buktiin sekuat apa lo bisa mempertahankan dia dalam hati lo. Gua gak mau lo ngelakuin ini, lo suka kan sama dia?"
"Mungkin rasa suka gua ini bakal kalah sama rasa suka yang dimiliki Rachel buat Raihan. Gua tau ini gak akan berhasil, jadi lebih baik gua mundur dari sekarang. Mungkin itu jalan terbaik buat semuanya. Buat kebahagiaan Rachel, dan buat hubungan keluarga kita." Jelas Julian.
"Jul.. Gua gak akan pernah setuju kalau lo nyerah sama perasaan lo gitu aja. Lo harus sadar, berapa tahun lo nunggu dia buat kembali sama lo? Lo harus sadar Jul!"
"Itu gak penting Raff. Lagipula, buat apa kita mempertahankan suatu hubungan yang gak pasti kalau kita tau akhirnya bakal gimana. Dia masih suka sama Raihan, dan gua gak bisa mengubah itu kecuali Rachel sendiri yang mengubahnya. Gua gak mau egois, jadi gua harap lo bisa ngertiin hal ini."
"Jul-"
"Gua harus ke BK. Bokap dateng hari ini, dan jangan sampe lo nunjukin muka lo depan Om Abqari dan bokap gua setelah kita keluar dari ruangan. Gua bakal jotos lo kalau sampe lo nunjukin batang idung lo sedikitpun." jelas Julian. "Gua cabut Raff.."
Raffa mendengus. "Bodoh. Intinya gua gak setuju ya Jul. Awas aja lo!"
Julian hanya terus berjalan sembari melambaikan tangannya. Entah pemikiran bodoh apa yang ada di fikirannya saat ini, bahkan pada kenyataannya, pria itu tak tahu apakah keputusannya ini tepat atau tidak untuk melepas Rachel.
🌺🌺🌺
Waktu berlalu menampakkan keempat pria yang baru saja keluar dari sebuah ruangan. Mereka menampakkan ekspresi yang berbeda-beda, terutama Julian sebagai pelaku utama dalam permasalahan yang menimpanya. Ia hanya terdiam membuang pandangannya sembari mendengarkan ucapan maaf yang keluar dari mulut Ayahnya, ia tidak mengerti dan heran dengan keadaan yang mengerubunginya sekarang. Raihan tidak menyudutkannya sama sekali tadi. Ia justru membelanya dan bersikap manis dihadapan semua orang, seolah-olah dia lah malaikat yang selalu berkelakuan baik dimanapun ia berada. Julian hanya bisa mendengarkan bualannya itu, ia penasaran, sejauh apa pria itu bisa memanipulasi keadaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rachel Dan Julian
Ficção Adolescente"Dingin. Gua tau lo kedinginan. Gua gak bisa hapus setiap kesedihan yang ada di ingatan lo, tapi setidaknya, gua bisa ngelindungin lo dan hapus air mata lo." -Julian. Hanya kalimat itu yang mampu diucapkannya. Tak banyak, namun mampu membuat Rachel...