Pintu terbuka. Rachel melangkah dan langsung menghempaskan dirinya keatas ranjang. Ia tersenyum sembari menatap langit-langit kamarnya, membayangkan dan mengingat kejadian yang terjadi hari ini. Sebelumnya, ia tidak pernah membayangkan jika semua ini akan benar-benar terjadi dalam kehidupannya. Ia tidak pernah menduga, bahkan membayangkan jika Julianlah orang yang selama ini ia Rindukan. Toh pada kenyataannya, takdir memang memiliki jalannya masing-masing.
Valeryan. Pria yang bahkan dulunya sangat dekat dengan Julian, ia pun tak mampu untuk menyadari semuanya. Kedekatan, bahkan keakraban yang lebih mendukung hubungan keduanya, tak mampu memecahkan semuanya. Ia menyesal. Menyesal karena pernah membenci orang yang justru selalu ia rindukan. Ia menyesal karena selama ini ia selalu menjauhi pria itu, pria yang bahkan tak pernah membencinya untuk sedetikpun.
Rachel merubah posisinya. Ia mengambil dan terus memerhatikan benda yang sebelumnya ia kenakan. Senyumnya sedikit meluntur, namun tak lantas menghapus kebahagiaannya. Kini, ia tahu bahwa dunia tak sejahat yang di fikirkannya. Langit yang biasanya selalu menjadi saksi bisu kesedihan dan kesendiriannya, kini kembali menyaksikan kebahagiaannya. Orang yang selama ini selalu ia rindukan ada di sisinya, dan ia tak perlu khawatir untuk melewati semua permasalahan yang ada. Julian bersamanya, dan pria itu akan selalu menjadi penerang dalam kesedihannya.
Terkadang, hidup memberikan banyak hal yang tak terduga. Kita tak akan pernah tahu kapan seseorang tersebut akan hadir dalam kehidupan kita, namun ia yakin bahwa takdir akan selalu mempertemukannya dengan ujung dari sebuah penantian.
Pintu kembali terbuka tanpa sebuah peringatan. Valeryan muncul diujung penglihatannya dengan kaos polos berwarna putih andalannya. Ia mengernyit dan langsung melangkah mendekati ranjang. "Kenapa lo senyum-senyum? Obat lo abis ya?" tanya Valeryan bergurau.
Rachel mendesis. "Gua lagi seneng, dan gua gak mau ngerusak mood gua, ya kak." ucapnya. "Ada apa?"
Valeryan tertawa. "Oke, oke. Gua cuman penasaran aja sih sama date lo berdua hari ini. Gimana? Seru gak?"
"Ish, apaan sih." elak Rachel. "Udah ah sana, ganggu orang aja."
"Lo kan tau itu kesukaan gua." ucapnya. lantas, Valeryan langsung mengambil benda yang di tatap Rachel sejak tadi. Ia teringat kala benda itu berhasil ditemukannya tempo hari di kamar Julian. Ia tersenyum karena baru menyadari jika benda itu diperuntukkan oleh adiknya, ia bahagia namun merasa bodoh karena membiarkan ini berlalu begitu saja dengan sia-sia. Andai ia lebih cepat untuk mengungkap kebenaran tersebut, mungkin kesedihan sudah lama hilang dari hidup adiknya. "Bagus juga. Dari Julian?"
"Kak, sini ih balikin."
"Gua liat dulu bentar." protes Valeryan. Pria itu beranjak mendekati meja belajar Rachel. Ia tersenyum dan langsung mengambil sebuah foto yang ada disana. "Gua rasa benda ini ada hubungannya sama foto ini deh. Right?"
Rachel mengernyit. "Maksud lo?"
Valeryan kembali meletakkan foto itu dan melempar flower crown yang dipegangnya kepada Rachel. "Lo gak ngerti maksud gua?" Rachel terdiam, masih dengan tatapan tanya nya. "Gini deh. Biar gua tebak, cowok ini namanya Ius kan?" tanya Valeryan.
"Kok lo- lo beneran baca buku gua?" tanya Rachel panik. Pria itu terdiam namun menggerakan kepalanya, dan anggukan itu menyatakan pembenaran. "Kan, firasat gua selalu bener tentang ke-brutalan lo. Harusnya gua emang gak pernah bawa tuh buku ke Bandung waktu itu. Nyesel gua, sumpah. Terus apa aja yang lo baca?"
"Semuanya. Gua baca dari awal sampe akhir tuh novel abal-abal." ejeknya. "Dan yang gua heran, kenapa kisah itu belum tamat-tamat ampe sekarang. Gua bingung, sebenernya tokoh utama novel itu tuh beneran nyari dia atau enggak. Buktinya mereka gak pernah ketemu ampe sekarang, kan? Gua rasa sih si cewenya gak pernah nyari cowo itu, makanya mereka gak pernah ketemu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rachel Dan Julian
Teen Fiction"Dingin. Gua tau lo kedinginan. Gua gak bisa hapus setiap kesedihan yang ada di ingatan lo, tapi setidaknya, gua bisa ngelindungin lo dan hapus air mata lo." -Julian. Hanya kalimat itu yang mampu diucapkannya. Tak banyak, namun mampu membuat Rachel...