PART 13

352 30 0
                                        

Julian menutup pintu kamarnya dengan kencang. Menguncinya dan langsung melemparkan tas nya ke sembarang arah.

Emosinya tertahan sejak tadi. Fikiran dan hatinya merasa tidak karuan akibat pertengkaran kecil yang terjadi. Ia masih bingung dengan sikap Rachel. Bahkan tidak mengerti sama sekali.

Hatinya bertanya, tidakkah ia melihat seberapa besar perhatian Julian kepadanya? Tidakkah ia melihat betapa sedih dirinya ketika Rachel mengatakan hal tersebut? Tidakkah ia menyadari semuanya?

Julian melangkah. Memerhatikan foto yang selalu dilihatnya setiap hari tanpa bosan. Foto yang menampakkan seorang wanita yang di kuncir dua disertai dengan tempelan bendera merah putih di pipinya tengah tersenyum. Memerhatikannya lamat-lamat sembari menahan emosinya.

"Lo kenapa sih?" tanyanya. "Kenapa susah banget buat ngedeketin lo?"

Jemarinya berhasil menarik rambut hitamnya. Mendengus frustasi memikirkan segala hal yang terjadi dalam hidupnya.

Barang-barang yang ada di mejanya berjatuhan satu persatu akibat tepisan dari tangan besar itu. Menimbulkan suara pecahan serta benda-benda berjatuhan lainnya.

"Gua suka sama lo, Hel. Tapi kenapa lo gak pernah menyadari itu?" tanyanya.

"Gua sayang sama lo, dan lo gak pernah tahu berapa lama gua nyimpen perasaan ini buat lo."

Julian tertunduk. "Lo gak tahu betapa susahnya gua buat bisa deket sama lo. Dan sekarang apa? Lo minta gua ngejauhin lo gitu aja dengan mudahnya. Lo gak tahu kan betapa hancurnya hati gua ngedenger itu?"

Fikirannya benar-benar kacau. Banyak pertanyaan yang menghampirinya. Meminta dirinya untuk mencari jawaban atas semua pertanyaannya. Benaknya terus bertanya, meraung mencari jawaban atas segala kekalutannya. Haruskah ia mundur dan menjauhi Rachel?

Haruskah ia menuruti semua permintaannya?

Sebagai seorang pria sejati. Julian memang harus menepati perkataannya. Ia harus menjauhi Rachel. Bersikap normal, dan kembali seperti biasanya.

Ya.

Mungkin ini yang terbaik. Tetesan bening itu perlahan mulai meluruh, namun tertahan karena tak seharusnya ia menangisi semuanya. Kenyataan memang pahit, karena kebaikan dan kebahagiaan tak selalu berpihak pada orang yang sama secara terus menerus. Semuanya akan berputar, mengganti siklus seiring berjalannya waktu.

"Kalau itu mau lo. Gua akan ikutin. Gua akan bersikap seperti apa yang lo minta. Gua akan jauhin lo, bersikap seakan gak pernah ada yang terjadi diantara kita."

🌺🌺🌺

Foto keluarga yang terpajang menambah kehangatan ruangan ini. Terlihat, seorang wanita tengah terduduk mengerjakan tugas sekolahnya. Menyibukkan dirinya dengan berbagai tugas yang tersedia.

Rachel meletakkan penanya dengan kasar. Fikirannya tidak bisa teralihkan dari kejadian sepulang sekolah tadi. Ia merasa seperti orang terkejam di dunia ini. Orang yang tidak tahu terimakasih kepada orang yang selalu membantunya. Egois.

Ia pun tidak mengerti, mengapa kalimat itu bisa keluar dengan sempurna dari mulutnya. Keluar tanpa bisa ia saring terlebih dulu baik buruknya. Ia terlalu terbawa emosi dengan ucapan Vinka yang menyudutinya dengan hal-hal yang tidak ia lakukan. Selain itu, ada rasa kesal didirinya ketika kata "pacar" terlontar dari mulutnya. Seolah kata itu berhasil menariknya kedalam emosi yang berkecamuk tanpa sebab.

"Gua jahat banget gak sih, sama tu orang?"

Rachel meninggalkan tempatnya. Memerhatikan dua buah sweater yang menggantung di salah satu sudut kamarnya. Sweater yang telah berjasa baginya.

Rachel Dan JulianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang