9» I'm Yours?

3.9K 282 16
                                    

Aku tak tahu di mana aku berada, karena aku belum pernah mengenal tempat ini sebelumnya. Tempat kosong dimana aku merasa kesepian. Aku bukan tersesat di dunia yang tak terjamah manusia, atau pun tersesat di kota mati yang tak berpenghuni. Aku hanya kehilangan alasan untuk aku tertawa seperti biasa, itu terdengar simple, tapi tidak untuk dijalani.
Kebisuannya telah menyudutkanku.
Apakah dia pengidap penyakit gagu dadakan?

Ya! Sudah satu minggu, Fero tak mengatakakn apa pun kecuali perintah-perintah yang sangat mendikte dan membosankan yang diucapkanya setiap kali pulang sekolah, seperti 'Cepet naik!', 'Pegangan!' seolah otaknya kehilangan sejumlah kosa kata. Kalimat singkat jelas dan sinis itulah yang selalu terlontar untuku.

Saat kejadian salah paham itu, ia tak mau mendengar penjelasanku, dia malah menyuruhku cepat-cepat enyah dari hadapannya dengan menujuk pintu rumahku tanpa kata apa pun.
Bukanya menyesal, dia malah mengulanginya berkali-kali setiap kali aku mencoba menjelaskan.
Selama seminggu ini dia menghindariku di sekolah, tapi dia tak mau berhenti untuk mengantarku pulang. Mungkin dia merasa tidak enak pada Dalton yang selalu menitipkanku padanya.

Tapi hari ini aku bersumpah aku akan menolak Fero, untuk apa aku menerima bantuan yang tidak ikhlas.

Kusandarkan punggungku pada tembok, memerhatikan setiap kendaraan yang mulai mengosongkan parkiran sekolah. Lagi-lagi Dalton tak bisa mengantarku pulang, dia bilang dia ada acara bersama klubnya Para Pendaki Sejati-PPS. Aku beredecih sebal, memangnya sudah berapa gunung yang mereka taklukan.

"Hey! ngelamun aja." Seseorang menepuk pundakku dari belakang, aku mengerjat.
Mataku menatap sebuah senyuman dan lengsung pipit yang menghiasinya, ditambah gigi gingsulnya yang menambah kesan manis.

"Eh Lucas," aku tersenyum hampa.

Dia telah mencium ketidakharmonisanku dengan Fero, jadi dia memanfaatkannya sebaik mungkin, dia sering menguntitku ke perpus, ke kantin atau pun untuk sekedar bersantai di taman belakang sekolah. Walau pun aku sudah menolaknya berkali-kali, tapi ia tetap saja ngotot. Aku takut Camelin salah paham dan semakin membenciku. Selain itu aku tidak mau membuat Fero semakin menyakini persepsinya yang mengira aku masih mempunyai rasa pada Lucas.

Fero pun menyadari keberadaan Lucas yang selalu ada di sampingku akhir-akhir ini, dan ia tumpahkan kekesalanya dengan mem-bacot di Snap-nya. Seperti malam kemarin dia memposting sebuah kalimat bertuliskan "Maybe she's truly Idiot thing." Aku tahu status itu ditujukan untuku, karena sesuatu yang berhubungan, berbau dan menyeret menyeret keidiotan dalam hidupnya hanyalah aku. Tapi kenapa harus menyisipkan kata "thing" bukannya "girl" yang lebih manusiawi.

Mataku menangkap sosok yang sedang memenuhi pikiranku, dia tengah memundurkan motornya dari jejeran kendaraan lainya
.
"Pulang bareng yuk!" celetuk Lucas.

"mmm... --aku berlaga mikir--kayaknya aku gak bisa deh, maaf ya!"

Lucas melirik Fero sekilas.
"Oh... Fero ya?"

"Bukan juga sih, aku sudah ada yang jemput!"

Tak lama Handphoneku bergetar menerima pesan, dari kak Bara yang sudah menungguku didekat gerbang.

"Kas, aku duluan ya!" Lucas mengangguk masam.

Aku berlari menuju gerbang skolah.

"Kak Bara!" sapaku.

"Hey!" sahutnya antusias, lalu nyengir menampilkan deretan gigi putihnya yang rapih.

"Ya udah yuk! Enggal ngke keburu hujan," ajak Kak Bara dicampuri kata dari Basa Sunda, terdengar Bandung banget, tanpa bantah lagi aku langsung naik ke atas motor bebeknya.

Sugar MintTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang