23» His Jealous!

2.6K 123 0
                                    

Musik keras yang mengiringiku berhenti ketika aku menjerit ala-ala bintang rock star papan atas. Seisi Hardest Bar menghujaniku dengan tepuk tangan yang meriah. Tapi yang membuatku merasa bangga adalah ketika aku memutar badan dan menemukan tawa beserta tatapan kagum dari sang Drumer.

Turun dari panggung, personil grup band rock yang dibentuk secara dadakan tadi terus melontarkan pujian untuku yang kupikir berlebihan. Aku merasa aku bernyanyi asal saja dan berteriak tak karuan. Mungkin mereka hanya berusaha mengapresiasi usahaku dengan kepura-puraan.

Sampai di back Stage Galang menatapku sambil senyam-senyum gak jelas. Setahuku dia tidak mabuk.

"Aku tahu aku lucu," ujarku tak berelasi.

"Aku akan menghubungi lagi vokalisku." Zul yang berdiri di samping Galang berdecak dan memberiku kedipan mata. Aku lantas tertawa, lebih untuk ketidakpercayaanku jika mereka benar-benar puas dengan penampilanku.

"Aku akan membantumu memohon jika dia menolak," Satria menambahkan. Ia merangkul Zul dan menggiringnya masuk ke dalam sebuah ruangan setelah bos kafe memanggil mereka.

Kembali menoleh menatap Galang dan kudapati dia masih dengan keadaan serupa.
"Berhenti memasang mupeng-mu!" Kutunjukan ancaman memalui kedutan di alisku.

Galang tertawa, sepertinya aku salah. Aku lupa jika Alan juga pernah menatapku dengan cara itu. Mata yang berbinar dan sungingan senyum culas. Aku pikir saat itu otak Alan sedang berada pada zona dirty, akhirnya ia malah memberiku satu toyoran di kening. Dia bukan bernafsu melihatku melainkan jengkel akan kekonyolonku.

Dan sepertinya Galang pun bukan mupeng tapi geli. Jadi hanya Fero saja yang bersikap seperti itu saat hendak menciumku. Dasar!

"Terima kasih!" ujarnya diutarakan untuku.

"Ah tenang saja, untungnya aku sudah biasa bernyanyi dari WC-ke-WC," sahutku acuh tak acuh.

Galang kembali tertawa, tapi kali ini tawa itu menghilang perlahan, tergantikan oleh tatapan yang tak dapat aku deskripsikan. Ekspersinya nyaris tumpang-tindih.

"Terima kasih untuk selalu mengobati rinduku padanya." Dia tersenyum tulus menggenggam kedua tanganku.

Padanya? pada Ghea? Aku bahkan tak merasa telah berjasa untuk hal itu. Aku tak bahagia sama sekali, aku malah merasa bersalah. Takut jika kemiripanku mengundang bayang-bayang Ghea yang membuatnya sedih. Aku juga semakin tak nyaman kala aku ingat bagaimana cara Ghea meninggalkan dunia.

Bagiku, aku hanyalah biang luka untuk Galang.

"Aku hanya luka bagimu!" Tanpa kusadari ucapan itu terlontar begitu saja dari mulutku.

Galang menggeleng dan menatapku sendu. "Tapi kamu juga penyembuh," sergahnya meyakinkan. Tatapan lensa raven itu berubah jadi menguatkan, tapi tak cukup membuatku lebih baik.

Galang menggeram, menyesali apa yang telah dilakukannya. Ia menyadari bahwa ia telah mengubah ekspresiku.
"Maaf ... aku malah membuatmu sedih."

Bukan niatku untuk membuatnya bersalah, kutunjukan gigiku melalui senyuman lebar.

"I'm fine!" tukasku menyeka perasaan bersalahnya.

"Hey kita mulai membagi!" Satria berteriak mengacungkan sebuah amplop. Teriakan itu lantas dibalas dengan jitakan ringan yang diberikan Zul tepat di keningnya. Akhirnya ODA petakilan itu meringis.

Lucu. Dari awal aku melihat mereka seperti Tom And Jerry.

"Bagianku untuk kalian saja!" Ucapanku dibalas dengan tatapan serempak dari ketiganya. Aku takut pikiran mereka menilaiku sebagai gadis sombong, tak terkecuali Galang yang sudah jauh lebih lama mengenalku.

Sugar MintTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang