35» Light!

1.8K 124 6
                                    

Lorong putih yang kutelusuri dengan sulur berdaun dan berbunga menghiasi dikedua sisinya. Di ujung sana sepasang kekasih menungguku sebab itulah aku memilih untuk terus melangkah dan mengabaikan semerbak dari berbagai macam aroma bunga yang menggoda.

Lambat laun langkahku semakin pelan saat mendekati kedua sosoknya. Mereka tengah tersenyum menatapku.

"Aku bahagia, terimakasih telah mengantarku untuk bertemu dengannya." Lelaki tampan berkulit langsat itu menoleh dan memberikan senyumannya pada gadis cantik yang berdiri disampingnya yang juga menatapnya sambil tersunging manis.

Lalu perempuan itu mengalihkan pandangannya ke arahku tanpa menghapus ukiran senyumnya. Kemudian dia berkata dengan lembut, suaranya begitu menenangkan. "Jangan salahkan dirimu pada apa yang terjadi kepada kami, ini takdir ... kami sayang padamu."

Aku hendak berkata tapi mereka bergerak memunggungiku, saling bergenggaman lalu akhirnya pergi dalam langkah tenang.

"Tunggu! Aku ikut!" Teriakku.

Keduanya serempak menoleh dan lagi-lagi memberiku senyuman yang membekukan tubuhku menginterupsi pehergerakan.

"Bukan waktunya bagimu ... adik," ucap wanita itu berhasil menyentakku.

Saat itu aku sadar jika dia adalah Kakakku Ghea dan juga Galang, aku berteriak memanggil keduanya sampai aku terisak dan terduduk lemas, tapi mereka tak mau kembali bahkan untuk sekedar menoleh.

"Ayo ... kita pulang." Seseorang yang memiliki suara familiar itu mendekapku dari belakang. Ketakutan dan kesedihan yang kurasa lenyap perlahan. Digantikan kedamaian dan kebahagiaan.

"Fero?" Ujarku.

Berbagai suara kudengar, dan aku merasakan tubuh bagian bawahku tersangga kasur. Kehampaan dan kekosongan yang dingin itu hilang. Aku telah kembali pada ragaku yang nyaris melepaskan jiwaku.

"Dia sadar, barusan dia mengucapkan Fe-ro? entahlah, yang jelas dia sadar," ucap seorang perempuan yang kuyakini itu Ibuku.

"Dia bergerak." Lalu Ayah meyakinkan dan terdengar bahagia.

"Syukurlah, biar kuperiksa."

"Fe ... ro," gumamku lagi bersamaan dengan mataku yang kubuka secara perlahan karena harus beradaptasi dengan sekitar.

"Istirahatlah Stevy jangan banyak pikiran." Aku baru ngeh jika yang memeriksaku ternyata tanteu Anyeu.

Hari kelima di rumah sakit. Sekitar jam juga pagi saat aku bangun kulihat keluargaku masih setia menemaniku. Sejak kemarin mereka melarangku bicara banyak karena harus istirahat. Tapi tadi pagi aku sudah tak sabar untuk menceritakan mimpiku pada mereka. Akhirnya mendapat tanggapan berupa tangisan Mama karena mengingat Ghea.

Satu jam yang lalu aku sudah merequest ulang untuk diantar ke kamar rawat Fero, tapi tetap saja mereka menolak dengan alasan kondisi aku dan Fero yang belum bisa dikatakan baik untuk melakukan aktivitas walau hanya duduk dan berbincang di ruang rawat. Aku bersyukur saat kudengar kondisinya dari tanteu Anyeu, katanya dia sudah beralih dari masa kritisnya dan bahkan pulih lebih cepat.

"Mama mana Kak?" Tanyaku pada Dalton yang bercokol di sofa dan baru saja bangun dari tidur siangnya.

"Kayaknya keluar, kenapa? Mau ke toilet?"

Aku menggeleng, "ketemu Fero," rengekku terus terang.

"Kenapa harus cari Mama?" Ujarnya dengan santai lalu duduk dan menguap panjang, akhirnya menatapku dengan sebelah alis teracung. Apa Dalton akan bersedia mengantarku dengan senang hati?

Sugar MintTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang