31» The Plan

1.6K 103 2
                                    

»-♥-›
BOW!

Fero°•.

Aku bergegas ke perpus untuk mengembalikan beberapa buku yang kupinjam. Dua dari lima agak telat dari tanggal pengembalian seharusnya, sehingga aku harus membayar denda.

Saat aku duduk menunggu antrean di depan meja Bu Kebap Jumbo, aku tak sengaja melirik sebuah buku catatan di atas meja di depanku. Tulisan cantik yang begitu kukenali.

"Fero Rightwart." Giliranku dan kuhentikan aktivitasku. Kuserahkan dua buku novel dan tiga buku paket beserta sejumlah uang denda.

"Maaf," ujarku ketika Bu Berlly mengerutkan kening menatap beberapa lembar uang seribuan yang kuulurkan di atas meja. Lalu Bu Berlly mencocokan tanggal pemgembalian pada kartu dan tanggal hari ini di kalender.


"Telat dua bulan, bukunya jadi kumal, kau pasti menidurinya." Bu Berlly membolak-balik buku novel lecek yang kebetulan memang tak sengaja aku tindih dan kutendang saat aku tidur.

"Bagus tidak hamil juga," gumamku.

"Kau mengatakan sesuatu?"

"Nothing."

"Mrs. Keb-Berlly, kau melihat buku catatanku yang tertinggal di sini?" Lantas aku menatap seseorang yang berdiri di sampingku. Dia balas meliriku sekilas lalu kembali menatap Bu Berlly menunggu jawaban. Bu Berlly menunjuk sebuah meja yang berada tepat di dekat kursi tunggu yang kududuki tadi. Stevany kemudian menghampirinya mengacuhkan tatapanku yang mengekorinya. Bagus. Dia juga menambahkan delikan sinis padaku.

Kularikan tatapanku darinya, berbalik dan aku tak sengaja menabrak seseorang.
"Ha-hai Fero!" sapa gadis yang tak kukenali. Sepetinya dia adik kelasku yang cukup berani menyebut dan menyapaku tanpa artikel "Kakak" seperti adik kelas biasanya. Aku hanya menatapnya aneh saat dia tersenyum.

"Aku senang mendengarmu putus dengan Stevany." Deg! jantungku tiba-tiba terasa ngilu. Dia bahkan gadis yang benar-benar pemberani. Kukenakan Earphone dan meninggalkan gadis menyebalkan itu.

.

Bel istirahat berbunyi, pintu yang kutunggu suara rekitanya sedari tadi akhirnya terdengar. Dia melangkah ragu, meski tak sempat menangkap ekspresi wajahnya, aku yakin ia tengah bersiaga. Perlahan aku melangkah menempatkan diri pada posisi tepat di belakangnya. Saat kulilitkan lenganku di perutnya dia melonjak, nyaris menjerit jika saja aku tak menariknya untuk menghadapku dan menempelkan telunjuku di depan mulut manisnya. Dia menghela nafas dan memutar bola matanya. "Kau hampir berhasil membuat jantungku putus!" gerutunya. Aku terkekeh kecil, "Apa?" tanyanya terlihat tak menyukai tawa singkatku barusan.

"Lihat betapa polosnya dirimu." Kataku menangkup pipinya. Aku membuatnya menautkan kedua alisnya. Menghela nafas dan kucengkram kedua tanganya sembari menatapnya lekat-lekat. "Aku tak menyebutkan namaku, saat menuliskan perintah di buku tulismu agar kau menemuiku di Aula, bagaimana jika yang menyuruhmu ke sini bukan aku?"

Ekspresi berpikir yang imut, ia bergumam bersamaan dengan alis yang tersulam dan kelopak bibirnya mengerucut. "Maka jantungku benar-benar putus!" ujarnya.

Aku menatap hazel kebiruan miliknya membungkamnya dari kata dan ekspresi. Tapi matanya itu tetap memancarkan apa yang dirasakanya untuku, nyaris tak berubah, selalu membuatku damai. Kutarik dia ke dalam peluku. "Biarkan seperti ini," kataku ketika ia sedikit meronta.

"Ada CCTV Fero!" gertaknya berusaha menjauh.

"Aku rindu sabun ini," ujarku lagi ketika aku menempatkan hidungku di tengkuknya dan mengendus di sana.

"Kau menganggapku sabun?" Aku terkekeh atas pertanyaanya.

Keheningan mengisi saat ia pasrah untuk tetap menjadi obat rinduku pada bau dirinya. Wangi strawberry yang lembut, dan mungkin terasa manis.

"Kenapa kita harus berpura-pura?" tanyanya sambil balas memeluk.

Oh ... tanyakan itu pada Kakakmu.

"Karena kita memerlukanya," jawabku.

"Kenapa?" Dia menuntutku.

"Untuk mengelabui si psiko." Sekarang dia memberi jarak bagi dirinya untuk menatapku. Tanpa mengucapkan apapun, aku tahu maksud tatapan itu. "Ya, kami berhasil menemukan pelakunya."

Ia terkesiap, "Si-siapa?" nada tak sabar terbias di sana.

Kutarik dia lagu dan kupeluk lebih erat, "Larisa," bisiku pada telinganya penuh tekanan emosi yang tiba-tiba muncul begitu saja. Aku merasakam tubuhnya menegang beberapa lama dengan cengkraman tanga yang menguat di seragamku, lalu akhirnya kembali merileks meski tanganya masih berpagut mengunci kain seragam yang menutupi punggungku. Aku teringat sesuatu dan menariknya untuk sedikit menjauhkanya dari tubuhku, "Apa kau menemuinya di rumah sakit?" tanyaku.

Wajahnya yang shock dan tak percaya kulihat jelas, barusaja ditambahkan sentakan sebelum akhirnya ia mengangguk. "Ya, aku menemuinya untuk minta maaf atas kecelakan Riko."

Aku menghela nafas setelah mendengar penuturanya. Larisa is psycopath, it's so dangerous! Bisa saja Lariasa menyakitinya untuk membalas apa yang terjadi pada Riko.

"Apa yang harus kulakukan?" Ia menanyakan itu untuk dirinya sendiri, terlihat begitu cemas.

Aku menangkup kedua bahunya yang bergetar. "Jangan khawatir, jangan takut, ikuti saja rencana yang sudah dibuat ini." Dia menangguk. "Sore ini, pergilah ke tempat yang mungkin aman untukmu, rumah Oma-mu misalnya." Aku memberinya tatapan keyakinan saat ia kembali mendesahkan kegelisahan. "Sementara aku akan membuat Larisa tak kemana-mana sampai besok pagi." Meski aku harus menahan emosi diri agar tidak mencabik perempuan itu saat dia di dekatku. Dan meski aku harus merelakan bitchy itu menciumku. Demi kepercayaanya bahwa aku belum tahu kebenaran Riko, agar dia percaya jika aku benar-benar ingin bertanggung jawab dan menikahinya. Iya, besok adalah hari H dari rencana konyol ini, yang tidak lain tidak bukan adalah hari pernikahanku dengan Larisa, alias hari penangkapan Larisa. "Jangan datang jika Billy tak memberi info aman," tambahku dan ia mengangguk.

"Aku yakin kau bisa menahanya di kamarmu meski sampai berhari-hari." Suaranya miris seperti sindiran, aku tahu ia tak menginginkan hal ini. Tentu saja aku hanya miliknya.

"Jangan lakukan ini padaku," ujarku.

"Oke, sorry."

Aku mengecup bibirnya sebelum aku memeluknya dan mengakhiri pertemuan rahasia ini.

What's a short chapter !
Yeah bad right? wkwkwkwk. Seperti mengendarai bajai rempong di jalan buntu. Aku stuck hueee -_-
Sorry for any typos and gramma errors. Keep On Reader ♥
2606'16
#Regards

Sugar MintTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang