Bab 3 : Gadis Pencuri

330 12 11
                                    

Esokan harinya, keadaan desa sungguh mengkhawatirkan sehingga sangat dijaga ketat karena sudah berada dalam status tingkat siaga dua.

Prajurit tingkat tiga dan dua, disebar di seluruh penjuru desa. Prajurit tingkat satu, menjaga pintu masuk desa dan memperketat pemeriksaan orang-orang yang keluar masuk desa—Janz Romy Raven meyakini, bahwa perampok bar Quats itu tidak sendiri—tetapi masih ada teman atau kelompoknya di sekitar desa. Dia juga berasumsi, bahwa si perampok bar Quats itu masih berada tak jauh dari desa Lazuarh. Prajurit tingkat empat, ditugaskan menjaga di tempat-tempat perekonomian desa seperti, rumah sakit, pasar, kedai, toko, dll.

Entah mengapa, panggung eksekusi di dekat tempat pos pusat penjagaan desa sudah disiapkan, jikalau kedua perampok itu tertangkap, atau salah satu di antara mereka berhasil ditangkap. Namun, Janz, prajurit dan penduduk desa lebih ingin perampok bar Quats yang sangat sadislah yang ditangkap dan dieksekusi, agar penjahat semacam itu tidak ada lagi dan orang-orang yang ingin melakukan tindak kriminal sepertinya, berpikir dua kali sebelum melakukan aksinya. Sebab hukuman dari pihak kerajaan kepada tindak kriminal membahayakan seperti itu, sudah pasti akan mendapatkan hukuman yang berat—yang tak bisa dilupakan oleh siapa pun—bagi yang melihatnya.

"Hoaam, ini sudah pagi ya rupanya." Orang berjubah merah menguap, matanya masih mengerjap-ngerjap, samar-samar.

"Berita terhangat! Berita terhangat!" teriak seseorang, di depan kediaman orang berjubah merah.

"Berita terhangat?" ujarnya mengernyit. "Jadi surat kabar hari ini sudah terbit." Dia terlihat heran.

Orang berjubah merah itu langsung melihat jam dinding yang ada di kamarnya, telah menunjukkan pukul delapan lewat tiga puluh dua menit. Seharusnya surat kabar itu biasa diedarkan atau dijual pada pukul sembilan pagi. Namun, hari ini ada yang aneh. Kemudian ia mengambil jubah merahnya dan berlari cepat keluar rumah, mengejar penjual surat kabar itu. "Hei, pak, tunggu!" teriaknya.

"Ya," Bapak penjual surat kabar itu, kontan menoleh ke belakang, "Apa kamu ingin beli surat kabar hari ini," ucapnya. "Berita hari ini sangat menarik untuk dibaca dan kau pasti tidak akan menyesal membelinya." Dia menambahkan, meyakinkan orang berjubah merah untuk membelinya.

"Ya, aku beli satu," katanya cepat, lalu ia memberikan uangnya.

"Tunggu—surat kabar hari ini, edisi spesial—harganya dinaikkan menjadi seharga lima belas ribu gli," kata penjual surat kabar itu, menahan surat kabarnya dahulu sebelum diberikan kepada si orang berjubah merah.

"Apa!" pekiknya, pagi-pagi sudah dibuat terkejut. "Bukannya ... biasanya harganya sepuluh ribu gli per surat kabar?"

"Iya, memang—tapi surat kabar hari ini edisi spesial dan baru saja diselesaikan penerbit pukul lima pagi tadi—makanya, harganya pun dinaikkan, mungkin hanya untuk hari ini." Ia menjelaskan sebab harga surat kabar hari ini naik.

"Ya sudahlah," ucap orang berjubah merah masam, mengambil kekurangan uangnya dari saku celananya. "Ini—kuharap, beritanya benar-benar menarik."

"Tenang saja, sudah pasti menarik," ujar penjual surat kabar itu tersenyum, yang ternyata adalah seorang pria paruh baya. "Kalau begitu, aku tinggal dulu ya—berita terhangat! Berita terhangat!" Dia menambahkan, dan melanjutkan penjualan surat kabar edisi spesial hari ini lagi, di desa.

Ada dua jenis penjualan surat kabar di setiap desa, kota dan negara. Surat kabar yang dijual di toko dan surat kabar yang dijual secara keliling. Kecuali poster buronan yang berada di surat kabar, ditempel di dinding, dan disebarkan lewat udara melalui burung pembawa pesan.

Orang berjubah merah itu, matanya langsung melirik ke daftar isi berita halaman pertama, seraya berjalan kembali menuju ke kediamannya tanpa memerhatikan jalan.

The Secret XTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang