Bab 5 : Hukuman Telah Tiba

114 9 2
                                    

Saat ini. Pukul sembilan lewat lima belas menit, di suatu hutan tak jauh berada dari tempat luar wilayah desa Lazuarh.

"Sial-sial," gerutu perampok bar Quats. Sekarang dirinya telah menjadi buronan. "Kenapa aku bisa terluka lumayan parah seperti ini—hanya karena melawan tiga prajurit kerajaan bodoh itu, kemarin." Dia menambahkan, tubuhnya penuh dengan luka yang lumayan parah. "Hanya karena aku bertarung melindungi barang curian sial ini—sampai-sampai aku tidak berpikir untuk melindungi nyawaku sepenuhnya—andai saja aku menaruh barang curian ini terlebih dahulu, mungkin aku bisa lebih fokus bertarung dengan para sampah kerajaan itu."

Kemarin sore di sebuah jalan, di dalam desa Lazuarh.

"Berhenti kau perampok!" teriak prajurit tingkat tiga yang membawa tombak.

Kemudian dia berhenti seketika, karena tidak mungkin ia akan terus lari, sementara para prajurit kerajaan terus mengejarnya—saatnya untuk mengakhiri semuanya, pikirnya.

Perampok itu berpaling dan sekarang ia dan ketiga prajurit yang mengejarnya saling berhadapan. Seakan perkelahian di antara mereka tak akan terelakkan lagi.

"SERANG!" seru prajurit tingkat tiga itu, kepada kedua rekan prajurit tingkat empat.

Prajurit tingkat tiga dan dua prajurit tingkat empat berlari menyerang si perampok. Perampok tersebut masih berdiam diri seraya memanggul kain putih tempat menampung hasil curiannya.

"Heahhh!" Prajurit tingkat empat melancarkan serangan ke arah kepala si perampok, dengan pedangnya.

Settt!!

Perampok itu menghindar, tetapi prajurit tingkat empat satunya mengincar kain putih itu. Sontak perampok itu membelalak—pikirnya, kalau kain putihnya tertusuk oleh pedang prajurit tersebut, barang hasil curiannya akan berserakkan ke jalan—walaupun di sini jalan terlihat sangat sepi.

Jlebbb!!

Perampok tersebut mengorbankan otot lengan kirinya yang memanggul kain putih itu sebagai pelindung dan sekarang telah tertusuk.

Lumayan sakit tusukkan dari pedang ini. Ia membatin.

"Heahh!" teriak prajurit tingkat empat yang tak berhasil mengincar kepalanya tadi—dan prajurit tingkat tiga sekarang melancarkan serangan dengan arah berbeda.

Prajurit tingkat empat meyerang ke arah pergelangan kaki kanan untuk melumpuhkan pergerakkan kakinya. Sementara itu, prajurit tingkat tiga menyerang ke arah perut perampok tersebut.

Settt!! Bughhh!! Duaghhh!!

Si perampok pun berhasil mengangkat kakinya, sehingga serangan dari prajurit tingkat empat berhasil dihindari. Sementara serangan satu lagi dari prajurit tingkat tiga—sebelum tombaknya mengenai perut perampok itu, ia memaksakan menggerakkan otot lengan kirinya yang tertusuk, dan mengehempaskan prajurit tingkat empat yang masih berusaha mencabut pedangnya itu—ke arah prajurit tingkat tiga ... bersamaan dengan ia menendang prajurit tingkat empat satunya, setelah seranganya meleset.

Mereka semua terhempas, lalu jatuh dengan keadaan bernapas tersengal-sengal. Pedang yang tertancap di lengannya itu, dicabutnya—otot lengannya, sepertinya tertusuk sangat dalam, dan tangannya pun seperti mati rasa, serta darah mengucur amat banyak—dengan cepat, perampok tersebut menjatuhkan barang curiannya dan menghunus pisau kecil dengan tangan kanannya. Ia berlari ke hadapan ketiga prajurit itu—ingin menusukkan pisaunya ke perut semua prajurit dan dimulai dari prajurit tingkat empat, yang menjadi sasaran pertama.

Jlebbb!!

Lalu, ia menarik pisaunya secepat mungkin dan menusukkan lagi ke prajurit tingkat empat satunya di tempat yang sama.

The Secret XTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang