Bab 42 : Sembilan Surat Untuk Raja Durnst

14 3 0
                                    

Di dekat pintu gerbang selatan desa. Romy Raven, Zagan dan Parvilliun telah tiba. Mereka melihat sebagian rekan-rekan yang dibawa oleh Parvilliun masih terbujur kaku—terlihat pingsan atau telah mati—tetapi mereka tak menghiraukannya. Walau sebagian dari rekan yang dibawa oleh Parvilliun berada di pos penjagaan pintu gerbang.

"Cih," Romy Raven meludah ketika sudah berada di pintu gerbang desa. Dia tampak muak melihat tempat ini lagi.

Darah dari dua prajurit penjaga gerbang masih bergabung dengan genangan air yang mencapai mata kaki. Baunya sudah tersamarkan oleh bau debu dan sebagainya.

"Mengapa hawa di dalam desa dan di luar tadi amat berbeda, ya?" Zagan merasa kepanasan, padahal tubuhnya terkena air hujan begitu deras. Dia merasa ada keanehan di sini.

Parvilliun menelan salivanya, ia merasakan sesuatu ketika menginjakkan kakinya di tempat ini. Aura ini sungguh dahsyat. Apakah dia sungguh-sunggu berniat melakukan sesuatu sekarang? Dia membatin.

"Kenapa gerah begini, sih?" Romy menggerutu, kemudian ia menyatukan telapak tangannya untuk menadah air hujan yang turun. "Segar, tapi hanya sesaat," ucapnya ketika mengguyur air hujan dari telapak tangan ke wajahnya.

"Kalian berdua kemarilah!" Parvilliun berseru.

"Ada apa, Parvilliun?" ujar Romy.

"Baiklah," Zagan menuruti tanpa menyanggah perintah Parvilliun. Ia pun menghampirinya.

"Cepatlah ke sini, Romy! Ikuti rekanmu," Parvillun menggertak.

"Okay, jangan menjadi seram seperti itu," Romy menjadi sedikit waspada.

Ketika Romy Raven dan Zagan sudah berada di dekat Parvilliun. "Daglet shock!" Parvillun merapal mantra seraya mengetuk dada mereka berdua.

"Wueeeek!" Romy Raven dan Zagan langsung muntah, seketika tubuhnya menjadi ringan.

"Daglet shock!" Parvilliun mengetuk dadanya sendiri. Ia pun juga muntah, tapi hanya sedikit, tidak sebanyak Romy Raven dan Zagan.

"Tubuhku menjadi ringan," seru Zagan. "Aku, juga tidak merasa kepanasan lagi." Dia terkekeh pelan.

"Sial!" gerutu Romy. "Dingin sekali tubuhku ... padahal barusan amat kegerahan." Dia merasa heran.

"Jangan terlalu senang, sebab aku baru memberi kalian mantra penangkal," ucap Parvilliun.

"Maksudmu apa, Parvilliun?" tanya Romy.

"Kau tak perlu tahu apa maksudku, Romy," jawabnya.

"Entahlah, apa pun yang diomongkan oleh Nona Parvilliun, aku akan menurut saja sekarang," Zagan menyengir saat menoleh ke hadapan Parvilliun.

"Baiklah, Parvilliun," Romy mengangkat alisnya kemudian tak akan bertanya lagi. Ada yang aneh, aku menerima mantra penangkal? Namun, apa yang sebenarnya ditangkal? Kenapa aku tidak merasakan kegerahan lagi? Entahlah ... lebih baik aku diam sekarang. Dia membatin dengan penuh pertanyaan di benaknya.

"Lebih baik sekarang kita menuju ke tempat pohon kenyamanan itu," Parvilliun menunjukkan jarinya ke pohon tinggi tersebut. "Lalu kita selesaikan rencanamu secepat mungkin, Romy Youngstar!"

"Oke," ucap Zagan.

"Baiklah, Parvilliun," ujar Romy.

Mereka bertiga berjalan ke arah pos pusat penjagaan desa. Mereka tak mengindahkan rekan atau—anak buah—Parvilliun yang sebagian masih tergeletak. Romy Raven berpikir kalau orang-orang yang dibawa oleh Parvilliun hanya pingsan dalam kurun waktu yang cukup lama.

The Secret XTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang