Pagi yang indah, sinar matahari menyeruak masuk melewati celah-celah dedaunan pohon dan menyinari tempat di dalam sebuah hutan yang cukup asing bagi Rouqar. Namun, ia terkejut ketika bertemu dengan seekor burung unta di hadapannya secara tiba-tiba. Ia berhenti sejenak dan melihat burung unta tersebut, juga ikut berhenti sepertinya.
Rouqar menelengkan kepalanya dengan heran, tapi burung unta itu juga ikut memiringkan kepalanya. Dia pun maju selangkah dan burung unta itu pun juga ikut maju selangkah, lagi-lagi mengikuti gerakannya.
Rouqar dibuat keheranan oleh kelakuan burung unta tersebut, yang selalu meniru gerakannya. Akhirnya dengan kecepatannya, Rouqar berlari dan tiba di punggung Burung unta itu.
Dia menaikinya, memegang bulu sayapnya sembari tersenyum sampai-sampai burung unta itu terkejut, dan berlari entah ke arah mana saking kagetnya, tetapi Rouqar malah menikmati ketika menungganginya.
Burung unta itu terus berlari dengan cepat di hutan yang tak Rouqar kenali. Berkelok-kelok seraya mendesis sepanjang berlari, namun Rouqar tak menghiraukannya.
Karena pikirnya, pasti burung unta itu tidak ingin ditunggangi olehnya. Kendati begitu, Rouqar hanya berpegangan erat ketika menungganginya yang sedang berlari dengan cepatnya.
Beberapa saat Rouqar menaiki burung unta tersebut, ia sembari melihat ke sekeliling hutan di sekitarnya dan burung untanya sudah tidak mendesis lagi. Pikirnya, burung untanya telah berhasil dijinakkan olehnya.
Sampai tiba-tiba kepala Burung unta itu merunduk ke bawah. Sehingga Rouqar terpental ke depan dan jatuh tengkurap di sebuah jalan besar—yang di kiri-kanannya terdapat pepohonan—sepertinya Rouqar dan burung unta itu telah keluar dari dalam hutan.
"Aw, dasar burung bodoh," umpatnya, kesakitan.
"Wah, wah, wah." Timbul suara seseorang di sekitar tempat Rouqar terjatuh.
Tak lama, suatu bayangan menutupi tubuh Rouqar, sampai ia akhirnya dalam keadaan setengah bangun—merangkak seperti bayi—dan menoleh ke atas melihat tiga orang berjajar dengan senyum mengerikan.
Orang yang paling kiri, berambut panjang sepinggang berwarna hitam. Dia memakai baju lengan panjang dan celana panjang serta sepatu bot. Di punggungnya terdapat sebuah kapak dan ia juga sedang memegang sebuah busur panjang. Pandangannya ketika melihat Rouqar amat dingin.
Orang di sebelahnya, atau di tengah, berambut pendek berwarna hitam juga. Dia memakai baju zirah dan memegang sebuah tombak yang cukup panjang juga. Ia tersenyum menyeringai ketika melihat Rouqar.
Orang yang terakhir, di sebelah kanan. Dia memakai sebuah baju yang tertutup jubah, yang dibiarkan terbuka hingga terjuntai ke tanah—terlihat sebuah gambar di bajunya, ketika dilihat dapat membuat yang melihatnya pusing—di wajahnya terdapat luka codet di bagian kiri. Ia memegang sebuah jaring besar di tangannya. Ia juga melihat Rouqar dengan tatapan dingin dan senyum menyeringai.
"Akhirnya, kita dapat buruan juga untuk hari ini," ucap orang paling kiri, "daging burung unta, bisa kita jual sangat mahal di desa Lazuarh nanti. Hahaha." Dia menambahkan seraya terkekeh.
"Cepat, kau hempaskan anak panahmu ke burung unta itu," perintah orang yang memegang tombak, "lalu kau Cilai, segera kau tangkap dengan jaringmu kemudian aku akan menombakknya untuk memastikan telah melumpuhkannya." Dia memberikan strategi rencana pemburuan kepada kedua rekannya.
"Baik," ucap Cilai.
Ketiga orang tersebut, tak menghiraukan Rouqar yang berada di depannya. Seakan tak menganggap Rouqar ada, lalu orang yang memegang busur, telah bersiap melepaskan anak panahnya ke arah burung unta yang masih merundukkan kepalanya ke tanah.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret X
FantasySuatu dunia yang mengisahkan banyak rahasia bertebaran di dalamnya, sungguh membuat orang-orang di dunia itu ingin mencari tahu semua tentang rahasia tersebut. Rahasia itu terdapat dari orang, benda, tempat, dll. Hanya ada segelintir orang yang hamp...