Bab 13 : Cerita Sepuluh Tahun Yang Lalu Di Desa Lazuarh {Part A}

69 4 2
                                    

Pagi yang indah, udara yang masih segar, semua penduduk desa pada pagi itu terlihat senang dan keadaan desa masih terasa aman dan nyaman seperti biasanya. Namun, beberapa saat kemudian sesuatu yang mengerikan terjadi tak jauh dari pintu gerbang timur desa.

"Tolong! Tolong!" teriak seorang perempuan penduduk desa yang sedang disandera oleh seorang laki-laki.

"Haha," tawa seorang lelaki bertubuh besar dan berotot, kira-kira tingginya sekitar dua setengah meter. Dia sedang menyandera perempuan tersebut dengan menodongkan sebuah pedang karatan, ke lehernya.

Beberapa penduduk desa yang melihat ada aksi kejahatan di depan mata mereka, hendak bergegas mencari bantuan kepada prajurit desa yang berada di pos penjagaan terdekat dengan tempat lokasi kejadian. Alih-alih, penjahat itu mengancam penduduk desa yang berada di sekitarnya.

"Jika kalian bergerak satu langkah saja dari tempat kalian sekarang. Maka, aku tidak akan segan-segan mencelakai perempuan ini dengan pedangku," tegasnya, mengintimidasi penduduk desa yang berada di sekitarnya.

"Apa yang kau cari di desa ini?" celetuk seorang penduduk desa laki-laki, ia memberanikan diri untuk menanyakan tujuan penjahat itu tanpa ia bergerak sedikit pun. Pikirnya, dengan penjahat itu telah mendapatkan apa yang dicarinya. Mungkin perempuan yang sedang disanderanya tidak akan terluka atau sampai terenggut nyawanya.

"Haha," penjahat itu hanya tertawa pelan, ia lalu membekap mulut perempuan itu dari belakang dengan tangannya agar tidak berteriak-teriak lagi dan masih menodongkan pedang karatanya ke arah leher perempuan tersebut dengan tangan lainnya. "Pertanyaanmu itu langsung menuju ke intinya, ya ... aku suka itu." Dia menambahkan seraya tersenyum.

"Katakan saja apa yang kau mau tuan?" tanya seorang penduduk desa lelaki paruh baya.

"Kakek tua, rupanya berani berbicara juga, ya, haha," ujar penjahat itu sembari tertawa terbahak-bahak.

Akan tetapi, perbincangan di antara mereka terhenti sejenak, para penduduk desa tak berani bergerak sedikit pun untuk melangkah, mereka juga sedang berpikir keras untuk mencari solusi terbaik agar perempuan yang disandera penjahat itu tidak celaka.

Namun, penjahat yang sudah ditanya maksud dan tujuannya datang ke desa Lazuarh ini dengan baik-baik oleh penduduk desa, juga tak menjawab pertanyaan yang diberikan oleh mereka yang berada di sekitarnya. Dia masih bungkam soal itu.

Cekrekkk!!

Penjahat itu terkejut, ketika mendengar suara kokangan pistol. Ia lalu melihat ke sekeliling, ke arah penduduk desa, tetapi tak satupun ia melihat penduduk desa ada yang sedang memegang senjata, apalagi sebuah pistol. Terlihat jelas oleh kedua matanya sendiri, kalau penduduk desa yang berada di sekitarnya, tangannya hanya terdiam di samping saku celananya masing-masing.

Dibenaknya, ia pun berpikir, Dari mana asal suara kokangan pistol itu berbunyi. Apa para penduduk desa itu tak ada yang mendengar suara kokangan pistol? Atau mereka sengaja sedang mempermainkanku. Ia pun masih bergeming, melihat ke sekitarnya sekali lagi dengan lebih teliti.

Sekali lagi, ia tak menemukan siapa pun di antara penduduk desa yang sedang memegang sebuah pistol. Saat itu pula, emosinya memuncak drastis.

"SIAPA YANG BERANI MENANTANGKU DENGAN SEBUAH PISTOL SECARA DIAM-DIAM BERENGSEK!" teriaknya keras, sehingga membuat penduduk desa di sekitarnya terkesiap. "Kalian tak ada yang mau mengaku? Baiklah—lihatlah perempuan ini akan menjadi contoh dariku—kalau ancamanku bukanlah main-main!" tambahnya, dia ingin membuktikan bahwa dirinya tak main-main dalam mengambil tindakan pada perempuan yang sedang disanderanya itu.

"Oe, oe, kau, kami tidak ada yang bergerak di sini. Kenapa kau masih ingin mencelakai salah satu penduduk kami," ucap seorang laki-laki tadi yang pertama kali berani berbicara kepadanya. "Dan soal pistol yang kau bicarakan—penduduk desa di sini tak ada yang cukup mampu membeli sebuah pistol, walaupun kami diperbolehkan memilikinya—karena harga satu buah pistolnya itu cukup mahal." Dia menambahkan dengan menjelaskan apa yang ia ketahui.

"Persetan dengan ucapanmu bodoh! Aku, bukanlah penjahat yang bisa dibodohi oleh penduduk desa seperti kalian!" pekik penjahat itu. "Haha, tamatlah dirimu wahai perempuan!"

"Kyaaaaaahhhhhhh!" Perempuan itu berteriak sekencang-kencangya seraya memejamkan kedua matanya. Karena rasa takutnya tak bisa ditahan lagi.

Penjahat dengan niat yang tak main-main, naluri membunuh yang amat liar akan diperlihatkan sebentar lagi di hadapan kami, ucap penduduk desa lelaki paruh baya dalam hati, yang tadi juga berani berbicara kepadanya, seraya memejamkan kedua matanya, tak ingin melihat perbuatan keji dari penjahat tersebut dengan kedua matanya.

Dorrr!! Dorrr!! Dorrr!!

Bunyi tembakan entah dari mana datangnya mengenai si penjahat.

"A-apa?"

"S-siapa?"

"D-darimana asalnya suara tembakan itu?"

"Mungkinkah ini...."

Gumam-gumam di antara para penduduk desa di sekitar penjahat itu sedikit terdengar olehnya. Mereka tampak keheranan ketika mendengar bunyi tembakan, yang entah berasal dari mana datangnya.

Mereka melihat peluru-peluru itu telah mengenai kedua tangan dan kaki si penjahat, sontak penjahat yang tak bisa bergerak itu melepaskan bekapannya dari perempuan yang menjadi sanderanya, hingga pedang karatannya pun juga terhempas ke tanah.

Perempuan itu dengan cepat berlari ke kerumunan penduduk desa yang berada di depannya, lalu penjahat itu pun terjatuh dengan keadaan berlutut dan berlumuran banyak darah yang keluar dari bagian kedua tangan dan kakinya—tampak terlihat jelas, bekas tembakan yang membolongi telapak tangan dan kakinya itu—wajahnya seketika tercengang ketakutan, kebingungan dan juga mulai bercucuran keringat.

Setelah itu, beberapa penduduk desa mengambil kesempatan ini untuk melapor ke pos penjagaan desa terdekat. Dan satu yang menjadi pertanyaan di benak para penduduk desa, siapa yang telah menembak penjahat tersebut?

The Secret XTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang