Bab 19 : Sesuatu Rencana

31 5 0
                                    

Pukul sembilan pagi, masih di pos pusat penjagaan desa. Ruang makan para prajurit. Suasana ruang makan saat ini ramai seperti biasanya. Di ruang makan terdapat empat buah meja panjang, puluhan bangku dan sepuluh koki yang menghidangkan makanan untuk para prajurit, dari tingkat empat sampai spesial prajurit.
Semua prajurit tidak dibeda-bedakan dalam makan dan duduknya. Semua diperlakukan sama atas perintah Janz saat ini, yaitu bebas memilih tempat duduk dan makan dengan sepesial prajurit atau prajurit tingkat empat, atau sesama prajurit yang sepangkat.

Biasanya, spesial prajurit dan prajurit tingkat satu, bukanlah prajurit senior bagi prajurit tingkat empat sampai dua di dalam ruang makan ini.

Kendati dalam perkerjaan atau tugas yang diberikan oleh Janz kepada spesial prajurit dan prajurit tingkat satu, selalu diizinkan untuk membawa prajurit tingkat empat sampai dua, yang menjadi juniornya.

Kadang kala ada rekomendasi dari Janz, ada juga atas kemauan mereka—spesial prajurit dan prajurit tingkat satu untuk memilih prajurit dari tingkat empat hingga dua—mana yang pantas untuk mereka ajak dalam bertugas.

Prajurit tingkat satu Romy Raven sedang makan sendiri di meja panjang deret ke tiga. Dari samping kirinya berjarak empat bangku, ada sekumpulan prajurit tingkat tiga yang sedang makan, seraya salah seorang prajurit sedang menceritakan tentang Janz saat ini.

"Janz kali ini sungguh luar biasa, beberapa hari yang lalu. Saat aku melaporkan sebuah kasus baru di desa ini. Dia mengenalku dan mengetahui namaku," katanya, dengan senyum yang terpancar senang di wajahnya. Tidak lain dan tidak bukan, prajurit tingkat tiga itu adalah Zion.

"Sungguh?" tanya prajurit tingkat tiga di sebelah kirinya, yang sedang menyantap Lobster.

"Iya, memang keajaiban atau tidak." Salah seorang prajurit di sebelah kiri Zion menyahuti. Bukannya Zion yang harusnya menjawab, melainkan prajurit itu yang menimpalinya. Dia sedang duduk sembari menjejalkan salad-nya. "Kemarin, setelah ada kasus menggemparkan yang ditimbulkan seorang anak kecil yang melakukan perbuatan tak sepantasnya di desa ini. Ketika Janz datang ke tempat pos penjagaan kami yang sedang menjaga anak itu. Tanpa disadari Janz memanggil nama Zion, yang notabene seorang prajurit tingkat tiga. Aku sungguh kaget dan tak percaya. Itu bukan seperti Janz yang dulu dipecat akibat kasus skandal seksnya," lanjutnya, dia adalah prajurit yang ada bersama dengan Zion dan Zagan pada waktu itu, di pos penjagaan dekat dengan pintu gerbang selatan. "Benarkan Zagan?" tambahnya, menanyakan Zagan, untuk mengklarifikasi kebenaran ceritanya barusan.

Zagan yang juga berada di meja makan itu, tak menjawab dan malah melepas sendok dan garpu dari genggaman tangannya, sampai berdenting, lalu ia beranjak dari duduknya, dan meninggalkan meja makan.

"Loh, Zagan kenapa?" tanya salah seorang prajurit yang duduk di sampingnya tadi.

"Tak apa," kata Zion, seraya tersenyum. "Mungkin dia hanya sedang kecapekan sehabis tugas saja. Makanya dia sedang butuh keadaan tenang."

Zagan berjalan menuju pintu keluar ruang makan prajurit. Ia kebetulan lewat, dengan wajah yang terlihat kesal di depan Romy Raven yang sedang duduk menyantap sate ayamnya.

Romy Raven sempat melihat raut wajah Zagan yang kesal itu, sebelum meninggalkan ruang makan prajurit, lalu ia berpaling melirik Zion dan mengetahuinya kalau dia adalah prajurit yang muncul di ruang interogasi tiga hari lalu.

"Ternyata, mereka berdua tidak akrab, ya, padahal saling mengenal," gumamnya, kali ini ia menjejalkan satu potong ayam panggang ke mulutnya, "ini kesempatan bagus, di saat aku ingin menjalankan rencanaku." Dia menambahkan, seraya tersenyum menyeringai.

Beberapa saat kemudian. Romy Raven mengejar Zagan yang sedang berjalan di lorong koridor, seusai dari ruang makan tadi.

"Hei!" seru Romy Raven dari belakang, namun Zagan tak menoleh sedikit pun.

Akhirnya Romy Raven berlari dan menepuk pundak Zagan. "Ada apa?" tanyanya, telah menoleh ke hadapan Romy Raven.

"Bisakah kita berbicara sebentar, ada hal penting yang ingin kubicarakan denganmu," ucapnya seraya tersenyum.

"Tidak mau ... walaupun itu penting menurutmu, tapi tidak menurutku," katanya cepat, dengan wajah yang masih terlihat kesal dari tadi, pas di ruang makan.

"Hei, ayolah ... aku sudah melihatmu di ruang makan tadi, dan aku tahu apa yang kau rasakan," ujar Romy Raven, "Janz mengenal temanmu, tapi tidak mengenalmu, itu memang menyakitkan..."

Mendengar perkataan yang keluar dari mulut Romy Raven, membuat Zagan terperangah dan semakin dibuat menjadi kesal di pagi hari seperti ini.

Belum sempat Zagan berkata, Romy Raven telah melanjutkan perkataannya. "...Ada hal penting yang inginku bicarakan kepadamu. Nanti malam, pukul delapan, di Bar Quats." Kemudian Romy Raven berpaling meninggalkan Zagan, yang langsung berpikir keras di tempatnya berdiri sekarang.

                              *       *      *

"Bodoh, bodoh, bodoh, dasar anak bodoh sepertimu sampai kapan kau terus mau seperti itu, hah!" teriak Janz keras, selalu dibuat jengkel oleh kelakuan Rouqar.

"Oi, paman, kenapa kau terus mengikatku dengan sihirmu seperti ini sih?" kata Rouqar merajuk, mulai memanggilnya dengan sebutan paman, dan ia saat ini tidak terima karena sedang diikat seperti sebelum-sebelumnya oleh mantra Janz.

"Kau ini!" Janz telah naik darah, dan emosinya telah memuncak serta ia tidak memedulikan dirinya dipanggil paman oleh, Rouqar. "Dari matahari belum terbit, sampai matahari ingin mencapai teriknya di atas kepala. Selalu saja mengelak setiap kali kutanya, bagaimana kelanjutan ceritamu kemarin dan bagaimana kau bisa sampai ke desa Lazuarh—dan kau selalu meminta ini-itu, sebelum kau menceritakan secara keseluruhan mengenai semua ceritamu." Janz berdiam diri, seraya mencoba membuat dirinya tenang. "Hmm ... tolong kau ceritakan kelanjutan ceritamu kemarin dan penjelasan bagaimana kau bisa sampai ke desa Lazuarh anak kecil yang tampan." Raut wajah Janz berubah tidak seperti biasanya. Raut wajahnya yang sekarang ini hanya dibuat untuk memancing Rouqar bercerita.

"Raut wajah yang menjijikan paman." Rouqar mengejeknya.

Tenang, tenang, tenang ... demi informasi penting dari anak ini, aku harus berpura-pura baik. Janz membatin, sudah tidak kuat harus berpura-pura berwajah tak biasanya di depan Rouqar. Walau anak kecil ini sangat membuatku repot. Mungkin cara ini, cara terbaik tanpa harus berbuat kasar kepadanya—karena kekerasan pada anak akan membuat mentalnya tumbuh dengan kekerasan juga, ketika beranjak dewasa—walau cara warga desaku tak sepatutnya dilakukan.

"Baik, baik paman ... aku akan menceritakan semua yang kau minta—"

"Sungguh," sela Janz tersenyum lebar.

"Berhenti berpura-pura menampakkan raut wajah seperti itu di depanku, paman," ucapnya santai, seraya menghembuskan napas, lalu ia berkata, "karena hanya ada dua orang yang begitu baik kepadaku—di mana saat semua orang berlaku tak baik kepadaku dan tidak mau membantuku—hanya kau dan kakek itu yang berbaik hati kepadaku." Dia menambahkan kemudian ia memejamkan matanya dan menghela napas panjang.

'Kakek itu' siapa lagi? Janz dibuat bertanya-tanya lagi di benaknya oleh perkataan Rouqar barusan. Harus sabar nih, pasti akan panjang lagi ceritanya, huuh.

"Hmm ... kemarin aku cerita sampai mana ya, paman?" tanya Rouqar nyengir, itu membuat Janz berpikir keras untuk menjawabnya.

"Sampai ... hmm." Janz sedang berpikir keras untuk mengingat sampai mana Rouqar bercerita. "Kalau tidak salah, sebelum kau tertidur kau berkata seperti ini, 'lalu, aku melihat padang rumput yang sangat megah dan juga sinar bulan kembali menyinari malam karena sudah tak tertutup awan lagi'. Yah, kurang lebih seperti itu." Janz berkata cepat, berharap kali ini Rouqar menyelesaikan ceritanya. Agar ia bisa menyimpulkan asal-usul motif penyerangan Rouqar di desa Lazuarh kemarin.

The Secret XTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang