Hans vs Satria

10.1K 1K 57
                                    

Rindy mengalami demam tinggi saat menjelang fajar, Mungkin reaksi obat yang ia minum sebelum ia tidur dalam pelukan Hans, kini sudah hilang.

Dengan telaten Hans, mengompres Rindy dengan handuk hangat.

Ia memandang wajah pucat dengan mata terpejam itu dengan pandangan tersiksa, ia seperti merasakan apa yang dirasakan gadis itu. Bahkan mungkin dua kali lebih parah dari apa yang dirasakan Rindy.

Kenapa? ia pun tidak mengerti hanya saja perasaan ingin melindungi gadis itu begitu kuat menguasai hatinya.

****

Rindy bukan gadis lemah, sesungguhnya luka seperti ini belum seberapa baginya. Dia pernah mengalami kecelakan yang lebih parah dari ini. Dan Rindy baik-baik saja.

Kekhawatiran Hans padanya, ia anggap sebagai kekhawatiran yang sungguh sangat berlebihan. Walau pagi ini dia merasa kepalanya sedikit pusing. Mungkin minum obat pereda nyeri yang dikasih si dokter semalam bisa meringankan, pikirnya.

Ia terlonjak saat membuka matanya dan mendapati kepalanya berbantalkan dada kekar milik Hans. Huh pantes aja nyaman banget. Batinnya, tapi sakit kepalanya butuh obat pereda rasa nyeri itu segera.

Akhirnya, walaupun sesungguhnya ia enggan tapi dengan perlahan ia pun bangkit juga dari tempat tidur paling nyaman yang pernah ia rasakan seumur hidupnya. Hans pun ikut bangkit saat melihat Rindy menegakkan tubuhnya, lalu duduk dengan pandangan menatap Rindy.

"Kamu gak tidur, Hans?" tanya Rindy, saat matanya terbuka sempurna dan menangkap sosok Hans yang saat itu duduk dengan tubuh menghadap ke arahnya.

"Aku di sini sedang menjagamu, dan tentu saja aku tidak boleh tidur," jawab Hans, dengan kembali menunjukan sikap sok dingin dan sinisnya.

Mmmmhh kemana perginya Hans yang semalam mengkhawatirkanku?

"Tiduran saja dulu, aku akan carikan sarapan supaya kamu bisa minum obat!" ujar Hans.

"Kalau begitu, makasih," ucap Rindy, diakhiri dengan senyuman yang dia buat semanis mungkin untuk Hans.

"Jangan bilang makasih terus! Aku bosan dengarnya, sekarang katakan mau makan apa?"

Walau kata-kata Hans bernada jengkel seperti biasa, tapi kali ini Rindy melihat ada sedikit senyum di bibir sexynya itu.

Hans memang punya bibir yang bagus, berwarna coklat muda, karena dia tidak merokok, bentuknya tidak terlalu tebal dan juga tidak terlalu tipis tapi tegas dan bikin Rindy senyam-senyum gak jelas saat melihatnya.

Sayang dia gak suka cewek, tapi kecupannya semalam bikin aku bingung juga tuh... Keluh Rindy dalam hati.

"Emmm apa ya? Bubur ayam kayanya enak!" jawab Rindy dengan pandangan tetep fokus pada bibir tegas itu, ah... Sepertinya kepala Rindy, sedang bener-bener butuh obat  saat ini

"Akan aku carikan," timpal Hans dan ia pun mulai bangkit berdiri, lalu tanpa berkata lagi ia pergi meninggalkan Rindy.

"Hans? Kenapa disini? Mana Rindy?"

"Mati aku!!!" bisik Rindy, saat mendengar suara cempreng nenek sihir, pemilik rumah kos-kosannya.

"Wah... Pasti si ibu kos mau nagih uang sewa kosan, tapi bukan itu masalahnya, masalah utamanya adalah dia pasti lihat Hans sepagi ini keluar dari kamar kosanku. Aduhh.. ini sih gawat... Kayanya kiamat emang sudah dekat nih..." kata Rindy bicara sendiri.

Lalu dengan cepat ia pun segera keluar dari kamarnya dengan membawa lima lembar uang seratus ribuan untuk bayar uang sewa kosan.

''Mudah-mudahan aja aku gak kena omel kalau aku sumpal mulut cemprengnya ama ni duit. Beruntung ATM gak ngantri kemaren, jadi aku gak nunda ambil uang gajiku," katanya pada diri sendiri.

Si Tomboy Rindy Dan Si Bule Han'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang