Bųaɧ dari Kҽىabaɾaŋ

13.2K 1.2K 222
                                    


Sunrise bersinar dengan sangat membara di awal pekan yang cerah.
Hari baru, semangat baru dan tenaga yang baru.

Rindy tersenyum pada sunrise dari balkon kamar yang dulu di tempati Hans. Tak ada yang berubah dari kamar itu selama lima tahun terakhir ini, semua interiornya masih sama seperti dulu. Sedikitpun Rindy tak merubah tata letak semua barang di kamar itu, ia hanya membersihkan kamar Hans dari kotoran dan debu.

Tak terasa lima tahun sudah, Hans pergi meninggalkannya. Tapi Rindy masih di tempat yang sama dalam kondisi yang sama. Menanti sang pujaan hati kembali mengisi hari-harinya.

"Permisi..." Sebuah suara dari bawah, membuat kepala Rindy menunduk dan menatap seorang pria setengah baya dengan bunga di tangannya.

"Iya," Jawab Rindy.

"Kiriman Bunga..." Ujar pria itu.

Rindy pun segera turun untuk menemui kurir itu.

"Dari siapa, pak?" Tanyanya pada si pengantar bunga itu, sementara kedua tangannya menerima rangkaian bunga mawar merah itu.

"Ada kartu ucapannya, non. Dan pengirimnya tertulis disana," jawab si kurir dengan tangan menunjuk kartu ucapan yang terselip diantara bunga yang di rangkai sempurna.

Rindy pun membuka kartu ucapan itu, sebait kata gombal serta nama pengirimnya tertera dalam kartu ucapan itu.

"A beautiful morning, the beautiful flower, to the owner of the most beautiful smile.

Baldwin Audric"

Rindy membacakan isi kartu ucapan itu keras-keras, hingga bisa di dengar si kurir. Ia tampak mengangkat sebelah alisnya tinggi-tinggi, dan memasang wajah sedatar triplek.

"Pak, boleh aku lihat senyum Bapak?" Tanya Rindy pada si kurir.

Si pengantar bunga itu tampak bingung, namun ia pun tersenyum cukup lebar.

"Luar bias, bapak punya senyum terbaik dari sekian banyak senyum yang kulihat seminggu terakhir ini, dan saya kira Bapak berhak mendapatkan bunga ini." Ujar Rindy dengan kembali menyerahkan rangkayan bunga mawar itu pada pengantarnya.

"Tapi, neng..."

"Udah, pak. Ambil aja!"

"Gimana kalau yang nyuruh tanya?"

"Bilang aja, sudah Bapak kasih aku, bereskan?"

"Tapi..."

"Udah ya pak, aku buru-buru harus kerja." pungkasnya, dengan tanpa mempedulikan si kurir yang semakin bingung, Rindy mengangkat kakinya, masuk ke dalam rumah untuk mengambil sepeda dan tas selempangnya. Si kurir hanya bisa menatapnya pasrah, saat Rindy mengunci pintu dan mengayuh sepedanya pergi meninggalkan si kurir dengan bunga di tangannya.

Ini bukan hal baru untuk Rindy. Bukan hanya si Baldwin Audric saja yang selalu mengemis cinta darinya. Banyak sekali diantara rekan kerja dan kolega bisnisnya yang berharap, bisa mencuri hati wanita cantik dengan karir cemerlang, seorang pembisnis hebat dan sukses sepertinya.

Keadaan karir Rindy sekarang memang berbeda dengan Rindy lima tahun yang lalu, Rindy sudah menjadi pembisnis yang sukses sekarang. Ya, dia berhasil memajukan bisnis pengolahan libah pabrik itu, hasil produksi dari pengolahan limbah itu sudah dilirik pasar internasional.

Si Tomboy Rindy Dan Si Bule Han'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang