Tolong Aku, Tuhan.

9.7K 1K 172
                                    

Hujan begitu lebat membuat malam yang dingin semakin mencekam, petir dan guntur bersahutan menambah suasana dingin dan terasa seperti di dunia lain bagi Rindy yang berada di bawah hujan yang deras mengguyur tubuhnya.

Dengan mata bengkak akibat menangis, Rindy menatap sosok wanita berambut setengah plontos di hadapannya dengan payung besar di tangannya.

Wanita itu tersenyum kearahnya, tapi Rindy hanya menatapnya tanpa ekspresi, wanita itu meraih lengan Rindy menarik tubuh kurus Rindy untuk berdiri.

"Rumah kontrakanku tidak jauh dari sini, berteduhlah untuk menunggu hujan reda. Nanti aku pinjamkan pakaian kering untuk kamu pakai," ujar Yohana dengan logat Mandarin yang kental, hingga terkadang sulit bagi orang yang baru bertemu untuk dapat mencerna kata-katanya, tapi Rindy sudah terbiasa hidup dengan para TKA atau buruh impor itu, sehingga dengan mudahnya ia menyerap dan mencerna kata-kata yang mirip dengan kata-kata anak usia tiga tahun yang sedang belajar bicara.

"Terima kasih Miss. Tapi saya rasa itu tidak perlu. Biar saya pulang saja dengan angkutan umum," jawab Rindy dengan bahasa baku untuk mempermudah bule sipit itu mencerna kata-katanya.

"Gantilah pakainmu dulu, jika terlalu lama menggunakan pakaian basah suhu tubuhmu bisa menurun, kamu bisa sakit karenanya, Rindy."

Rindy termenung sesaat memikirkan, kata-kata Yohana yang memang ada benarnya, kalau ia memakai baju basah terlalu lama apa lagi malam-malam seperti ini, dia bisa masuk angin akhirnya flu, meriang, demam dan lain sebagainya. Tidak ada yang peduli pada tubuhnya kecuali dirinya sendiri. Dan hidup sendiri dalam keadaan sakit, seperti hidup di dalam neraka, 'mungkin' juga... Karena Rindy belum pernah ke neraka.

Untuk itu akhirnya Rindy tidak bisa menolak tawaran Yohana, yang memang benar untuk bajunya yang basah, ia sungguh tersiksa dalam keadaan tubuh yang kedinginan seperti ini.

Perlahan ia pun bangkit, dan membiarkan Yohana membimbingnya menuju sebuah rumah yang terletak tidak jauh dari tempat duduk Rindy semula bersama motornya yang mogok, bahkan tempat Rindy duduk dan menangis semula nampak jelas dari rumah itu, tak heran kalau wanita dengan rambut setengah plontos itu melihat Rindy dengan semua penderitaannya.

Rumah itu tidak terlalu besar, namun memiliki taman yang cukup luas tapi dengan tumbuhan yang tak terurus, rumah itu pun sedikit terpencil dari para tetangganya.

"Tunggu sebentar! Aku ambilkan dulu pakaian gantinya," ujar Yohana.

Tidak lama si rambut setengah plontos itu kembali dengan satu setel pakaian kering miliknya.

Rindy pun langsung menerima pakaian itu dan langsung menuju kamar mandi. Pakaian itu sejenis dan satu ukuran dengan yang biasa ia pakai dan Rindy terlihat nyaman saat ia keluar dari kamar mandi itu.

Yohana mengajak Rindy duduk di sofa di ruang tamu rumah itu. Perlahan Yohana meraih dua buah cangkir keramik yang sudah terletak di atas meja di depan sofa itu.

"Aku sudah buatkan cokelat panas untukmu, tubuh dinginmu sangat membutuhkannya, Rindy." ujar Yohana perlahan ia pun duduk dan menyesap cokelat miliknya.

Rindy lebih suka kopi hitam dari pada cokelat panas walau Candy bilang itu minuman bapak-bapak, tapi walau demikian, Rindy tetap menerima cangkir dengan cokelat panas di dalamnya itu lalu meminumnya perlahan.

"Jika kamu butuh teman untuk curhat atau pundak untuk bersandar, aku siap ada untukmu, Rindy." tawar Yohana dengan mata lekat memandang wajah Rindy.

"Terimakasih Miss. Tapi saya baik-baik saja," jawab Rindy.

"Jangan berbohong, ceritakan padaku apa yang terjadi? Kamu sedang patah hati-kan?" Selidik Yohana.

Tapi Rindy tidak menjawab pertanyaan itu dan itu membuat Yohana menyimpulkan kalau ucapannya benar.

Si Tomboy Rindy Dan Si Bule Han'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang