Hadapi Semua Dengan Senyum

7.6K 913 132
                                    

Rindy menguburkan jasad Mauza, selayaknya orang mengubur jasad manusia, membungkusnya dengan kain putih, memberikannya nisan dan menaburi bunga di atas kuburannya.

Beruntung, Bu kosnya tidak protes saat dia menggali tanah cukup dalam di samping kosan yang dia tinggali saat ini. Bahkan, si ibu kost yang terkenal perhitungan itu pun ikut menaburkan bunga di atas kuburan Mauza.

"Dia memang kucing yang setia. Dia selalu menunggumu dan Hans di tempat yang sama setiap harinya. Kemarin, aku berkali-kali memindahkannya ke dalam, tapi ia kembali ke tempat yang sama," ujar Ibu kos.

"Kesetiaan Mauza memang luar biasa. Sebagai manusia yang lebih mulia dari binatang, harusnya aku memiliki kesetiaan yang lebih besar dari yang dimiliki Mauza."

"Kamu juga pasti bisa menjadi orang yang setia, bahkan ibu yakin kamu bisa menunggu Hans lebih setia dari Mauza."

"Ya, dan aku akan tetap di sini menunggunya hingga akhir hayatku seperti halnya Mauza," kata Rindy lebih kepada dirinya sendiri. Dia yakin kalau Tuhan masih sayang padanya, dan suatu saat nanti, ia yakin Hans akan sembuh dan akan kembali mengingatnya walau Rindy tidak tahu itu kapan.

Saat itu suasana rumah kontrakan Rindy terasa kian sepi. Rindy merasakan remasan tangan ibu kos yang merengkuh pundaknya. Dia pun menoleh ke arah wanita paruh baya yang tampak tengah berderai air mata itu. Namun, air mata Rindy sudah kering hingga tak ingin menirunya menangis.

"Sabar itu pahit, sayang. Tapi buahnya manis," gumam si Ibu kos dan kembali menangis sesenggukan, lalu mengantar Rindy hingga kamar, membaringkan dan menyelimuti tubuhnya.

"Biar ibu bikinin kamu sup," ujarnya. Rindy tersenyum dan itu benar-benar senyuman dan rasanya memang dia ingin tertawa, (jangan kira Rindy gila) itu memang lucu bagi Rindy, karena yang Rindy tahu, ibu kosnya itu adalah seorang yang sangat perhitungan, tapi kini ibu kosnya Rindy itu sangat baik dan peduli padanya.

Dengan tidak menunggu jawaban Rindy, ibu kos pun berlalu pergi. Setelah sendiri, Rindy terlihat memejamkan mata, posisi tubuhnya berbaring menyamping sambil memeluk guling.

Bayangan Hans kembali membenak dipikirannya, dan dia kembali berhalusinasi.

"Sepertinya kamu lelah,." Rindy seolah mendengar suara Hans di telinganya. Dia juga seolah merasakan pelukan Hans mengerat di pinggangnya, dan dia seolah merasakan Hans membelai kepalanya yang bersandar di dada bidang pria itu.

"Aku gak pernah merasa selelah ini seumur hidupku, Hans."

Dengan masih memejamkan mata Rindy merasakan belaian lembut Hans yang berubah menjadi pijatan di tengkuk dan pundaknya.

"Kalau begitu tidurlah. Aku tidak akan mengganggumu. Aku akan bersabar menunggu hingga kamu bangun nanti."

"Bersabar untuk apa?"

"Untuk memakanmu," kata-kata Hans yang dibarengi dengan kekehan serak dan berat, Rindy dengar di benaknya, teramat sangat merdu, bagaikan alunan melody yang indah. Rasa remasan tangan Hans di pinggangnya, mengirimkan sengatan listrik keseluruh tubuh.

Kalian pasati mengira, kalau Rindy sudah gila? Jangan salah, Rindy lebih parah dari yang kalian kira.

Rindy kerap berhalusinasi di awal-awal kesendiriannya. Tubuhnya kian kurus karena hilangnya nafsu makan dan hal itu juga yang mengharuskan dia kembali dirawat karena sakit lambung dan kekurang gizi serta cairan tubuh.

Perusahaan tempat Rindy bekerja memberinya cuti sebulan penuh dengan gaji buta atas surat rujukan dari dokter. Hingga Rindy bisa tenang menjalani perawatan di rumah sakit.

Si Tomboy Rindy Dan Si Bule Han'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang