First Kiss.

12.1K 1.1K 92
                                    

Pemandangan itu sungguh terasa menyesakkan dada Rindy, sesuatu terasa menyumbat saluran pernapasannya, hingga ia merasa kesulitan untuk mengisi paru-parunya dengan oksigen, dan hal itu membuat matanya perih dan basah.

'Please... Rindy. kamu gak boleh menganggap kalau dia seolah milikmu. Kamu sangat tahu kenapa pernikahan ini terjadi, jadi tolong jangan bawa hatimu dalam hal ini. Bukannya kamu sudah tahu sejak dulu, sejak mengenalnya, kalau pria itu Gay. Jadi berhentilah memiliki perasaan apa pun.' Otak Rindy kembali memperingati hatinya.

Rindy sungguh bingung dengan apa yang ia rasakan saat ini. Tapi perasaan ini sulit ia pungkiri, kalau ia sudah mulai menyukai pria gay itu, si bulgay yang dulu selalu ia olok-olok. Si bulgay yang selalu ia ganggu kenyamanan hidupnya dan dia selalu suka kalau pria itu marah, jengkel dan kesal.

Dan kini ia menyukai si bulgaynya itu walau dia tidak mengolok-oloknya, walau pria itu tidak sedang marah, kesal, dan jengkel padanya.

"Ada apa dengan hatiku, apakah aku mencintainya? Tapi, sejak kapan?"

Entahlah, mungkin sejak pertama kali pria itu memeluknya di bukit itu? Mungkin juga sejak ia tahu kalau Hans cemburu saat melihatnya bersama Satria. Mungkin juga saat pertama kali ia melihatnya enam bulan yang lalu, karena semenjak pertama kali Rindy melihat Hans, ia seolah ingin pria itu memperhatikannya.

CARI PERHATIAN.

Ya, dengan membully Hans, membuatnya kesal, marah dan jengkel, Rindy berusaha mencari perhatian Hans. Sepertinya bukan Satria saja yang ia sukai tapi Hans juga. Karena sakitnya yang ia rasakan sama, saat dia terabaikan.

Tubuh Rindy yang semula berdiri dan bersandar di pintu, kini merosot dan terduduk di lantai. Tangannya memijat keningnya perlahan saat kenangan akan Satria kembali menyayat hatinya.

"Apakah mencintai seseorang harus selalu sakit seperti ini?" gumam Rindy. Ia menggelengkan kepalanya, lalu kembali bangkit dari duduknya berjalan menuju kamar mandi.

Sudah waktunya berangkat ngampus, dan ia harus menjalani harinya seperti biasa walau hatinya kini sedang tidak biasa.

***

Hari sudah mulai malam saat ia pulang dari kampusnya. Rindy ke kampus dengan menggunakan angkutan umum, karena ia sendiri tidak tahu dimana Vespanya kini berada. Kejadian kemarin malam membuat ia melupakan barang antiknya itu, dan kini ia sungguh kesulitan mencarinya.

Sebelum pulang, Rindy menyempatkan mampir ke sebuah rumah yang ia sebut dengan basecamp. Rumah itu sering dijadikan tempat berkumpul anak muda dan para mahasiswa yang juga bekerja di perusahaan yang sama dengan Rindy. Mereka juga satu fakultas dengannya, hanya saja sebagian banyak dari mereka adalah anak akuntansi, mungkin hanya Rindy saja diantara mereka yang mengambil jurusan manajemen.

Seorang lulusan akuntansi memang lebih cepat mendapat pekerjaan, dan mungkin itulah tujuan para mahasiswa mengambil jurusan itu. Tapi Rindy kuliah bukan untuk mencari pekerjaan, melainkan mencari pengetahuan dan ilmu, sehingga ia bisa menciptakan sebuah lapangan pekerjaan.

Walau ia bangga dengan pekerjaannya saat ini, tapi buruh bukanlah cita-citanya. Untuk itu, walau ia selalu dipusingkan dengan mata kuliah ekonometrika ia tetap semangat dan optimis. Dua semester lagi harus ia lalui dan tahun ini ia harus lulus dengan target IPK 3,50. Setelah itu ia akan berwirausaha. Cita-citanya adalah menjadi bos, minimal menjadi bos untuk dirinya sendiri.

Si Tomboy Rindy Dan Si Bule Han'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang