Sakit...

9.7K 936 78
                                    


"Karena aku sayang sama kamu Rind, aku cinta sama kamu dan aku gak mau pria tadi merebut perhatianmu." ujar Satria.

"Sesesejak kaakakapan?"

"Aku juga gak tau. Hanya saja setiap hari rasa sayangku sama kamu terus bertambah, hingga aku menyimpulkan kalau aku cinta sama kamu," jawab Satria. Sementara tubuhnya beringsut mendekati Rindy dan tangannya terulur menyentuh pipi Rindy yang sudah merona.

Mata Rindy memandang lurus wajah yang selama ini ia kagumi, wajah tampan yang selalu tak akan pernah merasa bosan untuk dilihat. Dan saat ini, wajah indah itu hanya berjarak beberapa senti saja dari wajahnya.

"Mungkin perasaanmu itu hanya perasaan seorang sahabat saja, Sat!" kata Rindy berlagak tak terpengaruh.

"Enggak, Rindy. Perasaan yang aku rasakan saat ini adalah perasaan seorang Laki-laki dewasa pada seorang wanita."

Rindy hanya bisa menganga takjub mendengar pengakuan Satria. Suara kembang api yang mungkin hanya bisa Rindy dengar dan ia lihat sendiri, sangat indah mengelilingi kepalanya. Bunga-bunga indah terlihat bermekaran, di dalam otaknya dan ia merasa melayang diatasnya.

Oh... Tuhan apa ini mimpi, Satria baru saja menyatakan cintanya padaku. Aku yakin ini mimpi untuk memastikannya aku harus menapar wajahku sendiri.

"Rindy, kamu kenapa?" tanya Satria keheranan melihat Rindy yang senyum-senyum sambil mengangkat tangan di depan wajah. Pertanyaan Satria membuatnya mengurungkan niatnya untuk menampar wajah sendiri. Suara Satria sudah menjelaskan apa yang saat ini terjadi bukanlah mimpi.

"Emmm aaaaku... Aku cucuman syok."

"Aku yakin kamu pun punya perasaan yang sama terhadapku kan, Rin? Jangan pungkiri, caramu melihatku, dan wajah cemburumu saat aku memuji Nabila, itu sudah menjelaskan perasaan kamu sama aku."

Rindy hanya mengangguk dengan wajah yang sudah pasti merah karena malu, mendengar Satria sudah tahu perasaannya sejak lama.

"Aku gak percaya, ternyata perasaanku selama ini tidak bertepuk sebelah tangan." ujar Rindy dengan pandangan tertunduk.

Perlahan sebelah tangan Satria menyentuh dagu Rindy dan dengan lembut mendongakkan wajahnya.

Satria tersenyum penuh kebahagiaan. Dengan lembut ia menarik tubuh Rindy ke dalam pelukannya.

Saat ini hanya ada satu kata untuk menggabarkan perasaan Rindy, yaitu BAHAGIA.

"Sat.." panggil Rindy dengan kepala bersandar di dada Satria dan tangan kuat itu memeluk Rindy erat dalam posisi duduk.

"Ya" jawab Satria.

"Kenapa baru bilang sekarang?" tanya Rindy.

Sesaat hanya napas keduanya saja yang terdengar beraturan. Satria terdiam seperti sedang mencari jawaban yang tepat. Dan sesaat kemudian barulah ia berkata, "aku menunggu saat yang tepat." Ada nada aneh dalam jawaban Satria dan itu seperti bukan jawaban sesungguhnya.

"Apa saat ini saat yang tepat?" Rindy kembali bertanya.

"Sebenarnya bukan, hanya saja sikap pria tadi membuat aku takut kehilangan kamu," jawab Satria. Sesaat ingatan Rindy kembali pada Hans.

Hans pun memelukku seperti ini semalam dan rasanya,,,

Rindy segera menepis pikiran itu, ia tidak mau merusak kebahagiaannya bersama Satria saat ini, walau perasaannya pada Hans terasa mengusik hatinya.

"Memangnya kapan seharusnya saat yang tepat itu?" Tanya Rindy, sementara wajahnya semakin tenggelam di dada Satria dan menghirup aroma maskulinnya, untuk menghapus bayangan Hans dari otaknya.

Si Tomboy Rindy Dan Si Bule Han'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang