Please don't leave me!

12.4K 1K 165
                                    

Part ini susah banget buat direvisi, jadi gak apa-apa ya narasinya masih sudut pandang neng Rindy, bukan sudut pandangnya yang nulis. Mudah-mudahan cuman part ini saja.

Rindy pov

Entah keajaiban atau mungkin suasana hati sedang galau pake banget, yang jelas saat ini aku terbangun lebih cepat dari kokokkan si Jalu (si Jalu adalah nama ayam tetangga kosanku). Biasanya si Jalu yang malas hanya akan berkokok setelah jam enam pagi dan aku rasa saat ini, belum jam enam pagi karena si Jalu belum terdengar suaranya. Diluar sana masih terlihat gelap dan ajaibnya aku sudah bangun. Ini yang ketiga kalinya aku tidur bareng Hans (tidur bareng ya bukan melek bareng berdua di atas tempat tidur).

Walau dada Hans terasa nyaman tapi aku masih merasa tersinggung atas penolakannya semalam. Akhirnya dengan berat hati, aku jauhkan tubuhku dari tubuhnya, mencoba melepaskan diri dari pelukannya. Tapi sebuah lengan kokoh di bawah leherku dan menjadi salah satu bantalku semalaman, serta satu tangan kuat yang melingkari pinggangku, secara bersamaan mengerat saat aku berusaha melepaskan diri, disusul dengan gumama yang terdengar memilukan.

"No,,,Mauza. Please don't leave me!"

Nih...bule bener-bener ya! Cewek cakep imut dan manis gini, masiiiih aja disamain sama kucing liar.

'Terima saja, Rind. Itu sudah menjadi nasibmu. Jangan ke GeRan ya! Kamu tidak lebih dari hewan peliharaan baginya.' Otakku kembali memperingati. (duh... Sedih)

Pandangan mataku sulit untuk beralih dari wajah sempurna itu. Ya sempurna, hanya kata itu yang tepat untuk menggambarkan wajah malaikat itu.

Jantungku selalu berdegup kencang saat melihat wajahnya. Entah sejak kapan aku mengaguminya? Mungkin sejak enam bulan yang lalu, sejak pertama kali ia berkerja di perusahaan tempat aku bekerja.

Pesona Hans saat itu berhasil menarik ratusan pasang mata yang 99% milik para wanita, kerena memang karyawan wanita mendominasi di sana.

Aku selalu acuh dan gak peduli saat ada bule masuk gedung produksi, entah itu bule Asia atau Eropa, buyer atau big boss sekalipun, gak pernah menarik perhatianku, lain halnya dengan Hans. Mungkin karena dia masuk gedung produksi sebagai karyawan biasa, partner kerjaku. Itulah yang membuatnya sangat menarik di mataku.

Mungkin karena aku terlalu sering memperhatikannya, rasa aneh itu pun muncul, rasa aneh yang sama saat aku melihat Satria. Tapi saat itu aku selalu menepis dan mencoba menghilangkan perasaan aneh itu terhadap Hans.

Dengan membullynya terus menerus, aku berharap bisa menghilangkan perasaan aneh itu dari hatiku karena setelah lama aku mengenalnya, ternyata dia seorang GAY. Lagi pula saat itu hatiku dan cintaku hanya untuk Bang Sat seorang, maksudku Bang Satria seorang.

Walau saat ini aku sudah move on dari Satria, tapi Hans masih seorang GAY dan penolakannya semalam memantapkan niatku untuk melupakannya, tapi sepertinya itu hal yang gak mungkin karena jangankan melupakannya, memalingkan pandangan dari wajah tampan dia aja rasanya sangat sulit.

Tangan Hans masih memelukku erat.
Walau aku yakin dia masih tertidur, tapi napasnya tidak teratur dan walau matanya terpejam tapi matanya itu bergerak-gerak gelisah, butiran keringat pun terlihat menghiasi pelipisnya.

Apa dia mimpi buruk?

Penolakan Hans saat kami berciuman semalam sangat tiba-tiba. Dia terlihat marah, jijik dan benci padaku, tapi beberapa jam berikutnya dia mengetuk pintu kamarku dan memintaku jangan pergi.

Semalam dia menciumku dengan penuh hasrat, rasanya sama dengan ciuman di depan Dena dan Wila, bahkan ciuman semalam lebih berhasrat, aku bisa merasakan dari tatapan matanya.

Si Tomboy Rindy Dan Si Bule Han'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang