Adam tiba di ujung jalan Surabaya, hampir satu jam setelah turun naik busway dan sekali menumpang bajaj. Hari sudah cukup siang ketika ia tiba di pasar legendaris itu. Kios-kios barang antik di sepanjang jalan Surabaya baru saja buka.
Setibanya di sana, Adam tak henti-hentinya mengagumi begitu banyak macam dan rupa-rupa benda antik, bertebaran hingga ke bibir trotoar. 170 kios barang antik di sepanjang Jalan Surabaya berjejer rapi sepanjang ruas jalan. Kios-kios itu memang terlalu kecil untuk menyimpan segala pernak-pernik yang ada. Mau tidak mau sebagian barang dijejalkan sampai-sampai memenuhi badan trotoar, terutama benda-benda seperti patung dan artefak yang tak menemukan ruang yang cukup di dalam kios.
"Apa ini yang dinamakan ukiran suku asmat yang terkenal itu?" tanya Adam dalam hati.
Tangannya mulai menelusuri permukaan kayu hitam berpernis mengkilat. Bentuknya artistik sekaligus primitif, terkesan sangat purbawi. Lewat sentuhan di permukaan kayu hitam mengkilat itu, Adam mencoba membayangkan tanah Papua. Tanah Indonesia yang belum sempat disinggahinya.
Selain ukiran dan patung-patung primitif yang diduga Adam berasal dari pedalaman Asmat, Papua, Adam juga menemukan banyak sekali kerajinan, seni lukis, lampu-lampu dari zaman kolonial, senjata tradisional Mandau dari Kalimantan.
"Semuanya dari mana nih pak?" tanya Adam kepada seorang pedagang barang antik.
"Dari orang." jawab pedagang itu tak terlalu ramah.
Mungkin sikap pedagang menjadi tak ramah karena ia tahu pengunjung model Adam hanya tipe-tipe tukang tanya, tidak penting, dan hanya memuaskan rasa penasarannya saja. Setelah menjawab demikian singkat, segera si pedagang menyambar Koran dan mulai membaca, walau tertera tanggal hari kemarin di Koran tersebut. Rupanya si pedagang, lebih suka berita basi.
Adam yang sedikit peka dengan usiran halus itu pun undur diri. Perlahan-lahan ia melangkah, mencoba menghindari barang-barang berharga yang berserakan di atas trotoar. Ia takut jika barang antik itu tersenggol sedikit saja, jadi jatuh lalu pecah berantakan misalnya. Jelas itu bukan hal yang baik untuk Adam, yang baru saja memproklamirkan diri sebagai pengangguran paling bahagia di Jakarta saat ini.
Adam terus berjalan menyusuri jalan Surabaya. Sesekali ia memotret pernak-pernik yang ada dengan ponselnya. Sampai akhirnya ia berhenti di kios No. 35. Berhenti untuk melihat nomor kios, memeriksa kertasnya, dan menoleh ke segala penjuru. Seakan ia mencari seseorang di sana.
Tidak hanya Adam yang ada di kios No. 35 itu, melainkan ada satu makhluk eksotis lain. Makhluk tersebut bila dideskripsikan, kecantikannya akan menjadi seperti ini. Berwajah oval, berhidung mancung, dengan bola mata sepekat malam dan rambut panjang. Rambutnya yang tergerai, tampak halus dan terawat berwarna kecoklatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lari
Mystery / ThrillerAdam melompat dari hidupnya yang mapan di Jakarta. Lelaki ini terlempar dari rutinitas yang membosankan. Mencoba meraup kebebasan yang ingin diraihnya. Tak disengaja ia bertemu dengan Qorine. Pesohor yang kalut akan konsep kabahagian dalam hidup. Me...