Salak Pistol di Pagi Buta

8 1 0
                                    


"Klap!" pintu ruangan si Om tertutup. Menyisakan si Om misterius dan Qorine berdua saja dalam kesunyian ruangan yang mencekam. Akan tetapi, tanpa disadari si Om, Qorine telah berdiri di belakangnya tanpa peringatan. Lututnya bergetar hebat menyangga beban tubuhnya yang masih belum sadar betul dan begitu lemas.

Adam, Jaka, Jaki dan Rosalina sudah berada di depan gerbang rumah tempat Qorine disekap. Dari balik celah gang sempit, muncul dari dalam kegelapan yang tak tersentuh cahaya, dan tempat-tempat tersembunyi lainnya, Dinggo dan para agennya menyergap bagai bayangan. Senjata Dinggo mengacung dan menempel di kulit kepala bagian belakang Adam.

"Dakkk!!!" suara benda tumpul dengan kerasnya menghantam bagian pelipis si Om. Vas keramik yang ia gapai dari meja kecil di samping sofa merah, ia hantamkan pada si Om.

Dinggo dan agen-agennya telah menyergap Adam dan kawan-kawan dari belakang. "Jangan bergerak!" perintah Dinggo sambil menempelkan ujung pistol imutnya di tengkuk Adam.

Sedangkan agen-agen Dinggo membekuk Jaka dan Jaki agar tidak sembarangan lagi melakukan aksi seperti yang lalu-lalu. Di tangan agen-agen Dinggo juga terdapat jenis senjata yang sama imutnya.

"Dorrr!" suara senapan memekakan telinga. Memecahkan suasana dini hari yang seharusnya tenang.

Tomi dan Wina pun dibuat kaget oleh suara itu. Tanpa pikir panjang mereka segera ambil langkah seribu. Kebetulan sekali pintu depan hanya tinggal beberapa langkah saja jaraknya dari mereka.

Di lain sisi, anak buah si Om yang tidur pulas di kamar-kamar lantai satu rumah itu bangun dengan waspada. Mereka yakin betul telah mendengar suara senapan yang dahsyat dan menggema memecahkan sunyi.

Adam memejamkan mata dengan begitu spontannya. Jantungnya terasa mau copot, jika memang jantungnya masih berdetak saat itu. Lututnya lemas dan tidak menyangka jika Dinggo akan sampai sejauh itu. Namun ia heran, kematian ternyata tidak sesakit yang ia bayangkan selama ini. Ia pikir tak ada bedanya antara mati dan hidup, sama saja.

Perlahan ia membuka mata, memberanikan diri menghadapi dunia orang mati. Lalu tersadar, ia masih berdiri di depan gerbang rumah misterius, tempat Qorine disekap.

Ada dua orang yang tidak dikenalnya, keluar dengan tergesa-gesa dari balik pintu depan dan berlari menuju gerbang yang sudah dipenuhi orang sepagi itu. Adam sadar, ia belum mati dan Dinggo masih belum menarik pelatuk pistolnya.

"Itu, itu mereka yang membawa temanmu ke rumah ini Adam." seru Rosalina.

Dinggo menoleh ke arah Rosalina sebentar, lalu kembali ke sasarannya. "Di mana Qorine?" tanya Dinggo.

"Tanyakan pada mereka." ujar Adam menunjuk lelaki dan perempuan yang telah meraih gerbang rumah dengan isyarat dagu.

Laki-laki dan perempuan yang terlihat takut setengah mati itu kebingungan melihat orang-orang yang berdiri di hadapan mereka. Tapi Tomi dan Wina lebih takut lagi dengan penghuni rumah di dalam sana, yang mungkin telah menarik pelatuk senjatanya tanpa belas kasihan. Seseorang yang mampu membunuh tanpa harus memiliki alasan kuat.

"Berhenti kalian!" cegah Dinggo yang kini menodongkan senjata ke arah lelaki dan perempuan yang telah tepat berada di depannya. Tidak ambil pusing, demi menegaskan perintahnya, Ringgo melepaskan tembakan ke udara.

"Dor!"

LariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang