Henry tidak pernah menghadapi seorang detektif swasta seumur hidupnya. Ia juga bukan penggemar cerita detektif, baik dalam bentuk buku maupun film. Oleh karena itu ia ragu dan siap menutup sambungan telepon itu, jika orang yang mengaku detektif ini kedengarannya omong kosong.
"Saya tahu ke mana Qorine pergi dan saya punya bukti," ucap Dinggo tanpa ragu sedikitpun.
"Siapa kamu sebenarnya?" tanya Henry sekali lagi, walau sebenarnya Dinggo sejak awal sudah mengatakan siapa dia dan apa profesinya.
"Saya Dinggo, detektif swasta," jawab Dinggo lebih tegas dan tanpa keraguan.
Sejenak Henry terdiam untuk mencoba berpikir. Kedengarannya, laki-laki di balik sambungan telepon ini seperti main-main di telinganya. Namun bukti yang Dinggo tawarklan seolah menggelitik rasa ingin tauhnya. Dinggo seolah menjadi oase yang menjanjikan di tengah teka-teki kehilangan adiknya yang misterius.
Tanpa basa-basi, Dinggo yang tahu bahwa lawan bicaranya sedang bimbang akhirnya memecah kebuntuan di telepon itu. "Apa kita bisa bertemu?" tanya Dinggo.
"Dari mana kamu tahu nomor pribadi saya?"
"Tidak mudah untuk menemukan nomor Anda. Saya harus berusaha cukup keras untuk mendapatkannya. Kalau Anda mau, saya bisa menggunakan kemampuan saya dan berusaha lebih keras lagi agar Qorine ditemukan secepatnya."
"Apa itu artinya kamu mau membantu mencarikan Qorine untukku?"
"Tentu saja, itu tujuan saya menghubungi Anda."
"Bagaimana aku bisa percaya kalau kau bukan penipu?" sambil berbicara, tangan Henry mencengkram ujung meja di depannya.
"Anda bisa langsung bertemu saya, di mana saja Anda ingin bertemu."
Henry diam sejenak, sebelum akhirnya Henry mengucapkan sebuah tempat yang tepat untuk pertemuan mereka. Ia lalu menyebut salah satu tempat favoritnya.
"Yesterday Lounge, di bilangan Antasari. Sore ini pukul empat."
"OK." kata Dinggo mengakhiri percakapan telepon.
***
Yesterday Lounge di bilangan jalan Antasari, terletak agak tersembunyi di persimpangan jalan. Posisinya tidak benar-benar persis di pinggir jalan. Tapi tempatnya sangat nyaman sekaligus lux dengan penataan interior a la American Lounge.
Sore itu Yesterday Lounge masih cukup lengang dan Dinggo menyibukkan dirinya sendiri mengamat-amati interior Lounge yang unik. Bangunan dua lantai itu berdiri di atas tanah yang cukup luas. Bagian paling menyenangkan sebebnarnya ada di halaman belakang. Suasananya semi outdoor, tempat yang santai untuk bercakap-cakap.
Dinggo sendiri memilih duduk di depan bar di dalam ruangan. Ia lebih suka menikmati cara bartender menyiapkan cocktail pesanannya. Tempat duduk yang dipilih Dinggo memang sengaja dekat pintu masuk. Untuk memudahkannya mengawasi akses keluar masuk utama ke Lounge tersebut.
Sampai akhirnya Henry yang ia tunggu tiba juga. Sedikit terlambat dari waktu yang dijanjikannya sendiri. Tapi Dinggo langsung mengenali Henry. Pria gempal berkulit putih dengan janggut yang dirawat pendek. Pakaiannya cukup perlente dalam setelan kemeja berbalut blazer biru malam. Foto-foto Henry sudah banyak dilihat Dinggo seharian ini. Namun Henry rupanya tak sendiri. Ia datang ditemani seorang pria berjaket kulit hitam yang dipadu celana kain dan sepatu pantofel kelewat kinclong.
Dinggo juga agaknya sudah bisa menebak siapa yang datang bersama Henry. Walau seragam coklat susunya tersembunyi di balik jaket kulit hitam. Dinggo hafal betul pembawaan seorang polisi. Pada akhirnya Dinggo lah yang pertama kali menyambut Henry dan kemudian menyalami Ajun Komisaris Polisi yang datang bersamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lari
Mystery / ThrillerAdam melompat dari hidupnya yang mapan di Jakarta. Lelaki ini terlempar dari rutinitas yang membosankan. Mencoba meraup kebebasan yang ingin diraihnya. Tak disengaja ia bertemu dengan Qorine. Pesohor yang kalut akan konsep kabahagian dalam hidup. Me...