Sore tergelincir menjadi senja. Halimun segera merayap memenuhi udara, sembari menyebarkan radang dinginnya yang sebenarnya bisa jadi sangat menyiksa. Lentera-lentera di rumah-rumah penduduk pun mulai dinyalakan untuk menerangi malam.
Suara hewan-hewan malam mulai melagukan orkestra jangkrik, serangga, lolongan anjing hutan menyedihkan di kejauhan dan yang cukup langka, "uhu" suara burung hantu.
Bintang-gemintang menjadi pelengkap lukisan di permukaan kanvas langit gelap yang menaungi desa Pasir Pogong saat itu. Begitu pun juga rembulan dengan semburat cahaya peraknya yang teduh. Selalu saja mampu menyisipkan kedamaian di kegelapan malam.
Di tempat Jaka dan Jaki, Qorine dengan lahapnya menikmati santap malam. Sederhana saja menunya, bahkan sebagian besar merupakan sayuran hasil mencangkul dari ladang Jaka dan Jaki sendiri.
"Rasanya beda ya?" komentar Qorine menikmati sajian makan malam dengan tangan kosong, tanpa sendok maupun garpu.
"Ya gitu neng kalau suka bertani. Tumbuh-tumbuhan bakalan iklas disantap. Rasanya juga jadi makin nikmat. Ha...ha...ha" sambut Jaki.
"Oh... bisa gitu ya?" ujar Qorine polos.
"Ha...ha...ha..." lagi-lagi tawa para lelaki itu pecah, karena mereka tahu betul rasa nikmat yang tercipta itu sebenarnya berasal dari banyak faktor. Terutama faktor dinginnya cuaca di daerah tinggi, dimana tubuh membutuhkan lebih banyak kalori untuk menghangatkan diri. Apalagi sehabis mendorong-dorong angkot kuning tadi sore, tentu tubuh meminta lebih banyak lagi asupan kalori, dan ajaibnya Tuhan memberikan rasa nikmat ketika proses asupan kalori tersebut masuk ke dalam tubuh manusia.
"Ada yang bilang." kata Jaki menyambung obrolan perjamuan makan malam itu. "Kalau mau tetap langsing tapi enggak takut makan banyak. Tinggal saja di daerah pegunungan." lanjutnya.
"Oh ya...?" tanya Qorine dan Adam berbarengan.
"Serius." sambut Jaki lagi.
"Ngomong-ngomong, bagaimana Adam dan kalian bisa saling kenal?" tanya Qorine.
"Loh, Adam enggak cerita?"
"Dia orangnya pelit cerita." kata Qorine sembari melirik ke arah Adam yang telah menandaskan makan malamnya dan kini mulai merokok di beranda rumah Jaka dan Jaki, untuk mengusir dinginnya malam itu.
Jaka dan Jaki akhirnya bercerita peristiwa beberapa tahun yang lalu. Peristiwa yang mempertemukan mereka dengan Adam di Semeru.
Kisah demi kisah bergulir dan melahap sang waktu. Membuat malam semakin larut, dan dingin semakin menggigit. Segala kisah masa lalu dan sebagian petualangan hidup Adam pun terungkap. Hingga akhirnya letih merayapi sendi dan tulang belulang.
Dini hari nanti Qorine dijanjikan untuk mendaki gunung. Ini pertama kalinya bagi Qorine. Hal tersebut membuatnya bahagia sekaligus ia ingin lekas tidur malam itu. Tanpa Qorine sadari, dua malam ini ia berhasil terlelap tanpa bantuan obat tidur.
***
Pukul dua dini hari, keempat pemuda-pemudi itu berangkat menuju Gede-Pangrango. Mereka masuk tidak melalui pos resmi. Sebenarnya, cara masuk seperti itu bisa dikatakan ilegal, karena mereka tidak mendaftarkan nama mereka pada data base Taman Nasional, seperti aturan yang berlaku cukup lama ini. Hanya saja, sungguh sayang jika Adam jauh-jauh datang hanya untuk duduk-duduk saja tanpa berolahraga ke Gede-Pangrango.
Apalagi peralatan pendakian Adam terbilang sudah lengkap betul. Selepas berdoa untuk keselamatan proses pendakian. Keempat petualang tersebut pun diam-diam menanjak menuju jalur Putri dengan mengendap-endap di pematang ladang-ladang penduduk.
"Head lamp...head lamp..." bisik Jaka sambil menunjuk Qorine. "Matikan!" perintahnya.
Tangan Jaka memberi isyarat untuk tiarap. Senter-senter dari pos perizinan di pintu masuk jalur putri di kejauhan terlanjur melihat ada seberkas cahaya mencurigakan di sekitar ladang penduduk. Tak pelak adegan sorot-menyorot senter pun terjadi. Persis seperti adegan pelarian tahanan penjara yang sedang diawasi dengan ketat oleh para sipir.
Setelah senter-senter penjaga pintu masuk taman nasional itu meredup dan tidak lagi terfokus menyoroti ladang-ladang penduduk, kembali keempat petualang nekat itu menyusuri ladang-ladang hanya dengan bantuan cahaya rembulan. Bukan perkara mudah untuk mencari jalur yang tepat dalam cahaya remang-remang seperti itu. Untung Jaka dan Jaki tahu betul medannya. Namun itu bukan jaminan bagi mereka, untuk lolos dari acara terperosok ke selokan kecil, atau irigasi yang lembab dan becek yang tak tampak di kegelapan malam. Kejadian-kejadian itu cukup lucu dan mereka harus menahan diri untuk tidak tertawa lepas melihat kawan atau diri sendiri jatuh terjerembab akibat salah mengambil langkah.
Sampai akhirnya mereka berhasil menyusup ke jalur setapak, menembus hutan tropis yang lembab. Berhasil lolos dari pantauan penjaga dan lepas dari perangkap pematang dan selokan ladang-ladang yang menyebalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lari
Mystery / ThrillerAdam melompat dari hidupnya yang mapan di Jakarta. Lelaki ini terlempar dari rutinitas yang membosankan. Mencoba meraup kebebasan yang ingin diraihnya. Tak disengaja ia bertemu dengan Qorine. Pesohor yang kalut akan konsep kabahagian dalam hidup. Me...