Jakarta-Cianjur

33 3 1
                                    

Bus Jakarta-Cianjur mulai melaju di atas jalan tol, meninggalkan Jakarta yang hingar-bingar. Lamat-lamat kepadatan kota kosmopolitan itu semakin longgar. Tak banyak gedung-gedung tinggi berdesakan disepanjang jalur bus.

"Kenapa lu mutusin pergi juga?" ujar Adam kepada Qorine, yang kini telah memalingkan pandangannya ke luar jendela bus.

"Dengerin kata-kata lu." sambut Qorine, santai saja.

"Lu salah kalau dengerin kata-kata orang enggak waras macam gue," ujar Adam.

"Kalau lu sama enggak warasnya kayak gue, gue takut ini bakal jadi petualangan liar," lanjut Adam lagi.

"Kenapa enggak bilang dari awal kalau lu gak butuh partner?" kata Qorine ketus.

"Karena lu enggak bilang kalau lu bakalan ikut."

"Jadi gue harus turun nih?" Qorine mulai merajuk.

"Udah terlanjur."

"Ya udah, kalo gitu." ucap Qorine santai dan kembali melemparkan pandangan ke luar jendela bus.

Hening sejenak merambat di antara mereka berdua. Praktis hanya ada dengung AC yang mengisi kekosongan selama beberapa jenak, sebelum akhirnya Adam kembali membuka percakapan.

"Lalu gimana sama kerjaan lu. Lu pastinya sibuk banget."

Qorine menoleh kembali ke arah Adam. "Just like you. I don't care about it anymore."

"Banyak orang yang rela baku hantam buat ada di posisi lu. Emang ada yang salah sama kehidupan lu selama ini?" tanya Adam mulai mengorek-ngorek.

Qorine tak menghiraukan pertanyaan Adam. Ia hanya menatap pemandangan di pinggir jalan tol yang kini berubah menghijau. Ia hampir terpekik melihat sawah di pinggiran kota. Tampaknya sudah lama sekali ia tidak melihat sawah. Melihat sebentuk kehijauan sawah bagai melihat satu keajaiban kecil di matanya.

"Gue piker, gue butuh pelarian. Semacam liburan yang enggak terencana gitu," kata Qorine akhirnya. Tatapannya masih mengarah keluar jendela bus yang melaju.

"By the way, kita mau ke mana Dam?" Qorine tidak kuasa meredam rasa ingin tahunya.

"Cianjur kan?"

"Jiah... Kalau itu juga gue tahu! Maksudku... Nyampe Cianjur nanti kita mau ke mana?"

"Loh, kok masih nanya sih? Jelas kita mau naik gunung lah. Bukannya lu juga udah prepare?"

"Ha...ha...ha... iya gue lupa. Kita kan mau naik gunung ya?" ucap Qorine.


***

Nafas Adam tersengal, keringatnya bercucuran. Padahal bus itu bukan main dinginnya. Bagaimana ia bisa memproduksi keringat sebanyak itu?

Ia menoleh ke arah Qorine. Namun yang didapatinya, bukan wanita cantik yang duduk di sana. Namun orang lain.

Laki-laki itu memakai kacamata tebal. Kumisnya tebal pula. Ia menyunggingkan senyumnya yang culas.

Adam tahu siapa dia. Manager menyebalkan di kantor yang ia tinggalkan. Laki-laki yang meraih posisi dengan cara menjilat atasan dan mengeksploitasi bawahan.

"Ke mana aja kamu." teriak sang manager sambil melayangkan telapak tangannya ke pipi Adam.

Adam pun kena tamparan keras di pipinya. Rasanya begitu panas sekali. Sampai-sampai matanya terpejam saking sakitnya tamparan itu. Seolah-olah tapak tangan itu meninggalkan bekas di sana.

Ia pun meraba pipinya dalam gelap. Mengerjap-ngerjap karena dua kelopak matanya terasa lengket sekali. Namun saat matanya terbuka, Adam kaget bukan kepalang. Karena sosok sang manager kembali berubah menjadi Qorine.

Qorine memasang muka aneh di hadapannya. "Kamu kenapa Dam?"

"Ah... Eh?" Adam belum benar-benar sadar, apalagi mampu berpikir jernih untuk mencerna semuanya.

"Lu masih di situ?" tanya Adam dengan tololnya.

"Ya iyalah, emang gue mau ke mana lagi?"

Adam pun mulai menyadari kalau dia baru saja mimpi buruk. Sudah lama sekali ia tidak bermimpi dalam tidurnya. Ia sampai lupa kapan terakhir kali ia bermimpi, namun sialnya kini ia didatangi orang paling menyebalkan dalam mimpinya yang jarang.

"Emang lu mimpi apa tadi? Sampai segitunya?"

"Mimpi ketemu mantan bos."

Qorine terbelalak,sebelum akhirnya tertawa terpingkal-pingkal mendengar jawaban Adam. Baginya itulucu, seorang pegawai yang lari dari kantornya, tiba-tiba bertemu bos di dalammimpi, di tengah pelarian pula. "Ha... ha.... ha...!"

LariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang