Sepotong Memori

38 3 0
                                    

Adam melirik kembali ke arah Qorine yang kini mulai berjalan mendekatinya. Tak segan ia menoleh dan menatap langsung mata Qorine. Tapi ia akhirnya menarik kembali tatapannya itu, karena merasa kurang sopan juga kalau dilakukan terlalu lama.

"Well, pernyataan tadi cukup mengejutkan," ungkap Qorine yang sudah tiba di dekat Adam.

Kini gadis itu berada di samping Adam, tangannya menyilang di depan dadanya. Ia juga mulai mengenakan kaca mata hitamnya. Berharap dengan memasang asesoris itu, tak ada lagi yang mengenalinya dengan mudah. Wajahnya yang kesal karena dituduh maling pun sedikit tertutupi.

"Lu suka dengerin musik?" tanya Adam tanpa menoleh dari kaca etalase kios vinyl di hadapannya.

Seolah mencoba bercengkrama dengan Qorine lewat bayang-bayang yang terpantul dalam kaca. Adam kembali melanjutkan celotehannya.

"Gue suka The Beatles, The Doors, Pearl Jam, Radio Head, yah grup-grup rock dengan lagu-lagu klasik semacam itu lah." terang Adam tanpa diminta.

Qorine diam saja, walau terkejut juga mengetahui bahwa grup-grup musik kegemaran mereka ternyata sama. Namun bukan pembicaraan seputar musik yang ia harapkan muncul saat ini.

"Hei, tadi kamu bilang aku maling. Aku tuh enggak pernah ngelakuin hal..."

"Di Bali." Adam langsung memotong kalimat pembelaan diri Qorine. Kini, Adam pun mulai menatap ke arah Qorine dengan raut wajah serius dan seolah menyimpan kekesalan yang lama sekali terpendam.

"Waktu itu kita masih berumur enam-tujuh tahunan lah." lanjutnya lagi dengan posisi pundak bersandar pada tembok pilar kios vinyl.

Qorine semakin dibuat terkejut oleh pernyataan yang terlontar dari mulut Adam. Segera saja ia terjun menyelami kenangan masa-masa kecilnya yang singkat di pulau Bali. Ia mencoba mengidentifikasi dan mencocokkan nama serta wajah Adam dengan ingatan masa silamnya.

"Lu ingat enggak gue sekarang siapa?" tanya Adam lagi dengan nada ketus. Ia tahu Qorine sedang berusaha keras.

LariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang