Penguntit

8 1 0
                                    


"Setelah itu Adam tinggal beberapa hari di rumah saya." ungkap Rosalina sambil mengemudikan taksinya.

"Dan mama Rosa ini baik banget sama aku. Dia Nasrani, tapi selalu ngingetin buat shalat lima waktu di mushala dekat rumahnya." kenang Adam yang kini duduk di samping Rosalina.

"Terus, kamu akhirnya pulang Dam ke kampung?" tanya Jaka.

"Mau ngapain lagi? Terpaksa pulang lah, duit udah mau hampir abis."

"Sssttt... apa kalian enggak ngerasa ada yang ngebuntutin kalian dari tadi?" kata Rosalina tiba-tiba.

Adam, Jaka dan Jaki berpandangan heran. Ia pun mencoba melihat ke arah belakang melalui kaca jendela belakang mobil.

"Aku rasa taksi di belakang ngebuntutin dari tadi." sambung Rosalina lagi.

"Tahu dari mana Mama?" tanya Adam.

"Kita jalan ini cukup lambat loh, seharusnya di jalanan sesepi ini, taksi di belakang bisa nyalip kapan aja dia mau."

Adam, Jaka dan Jaki tidak tahu harus berkata apa dan tidak berani untuk mulai menuduh. Namun Rosalina sudah membelokkan taksinya ke kanan jalan. Dua ratus meter kemudian, saat bertemu pertigaan, ia belokkan taksinya. Rosalina terus membelokkan taksinya ke kanan sampai bertemu jalan yang sama kembali. Artinya Rosalina hanya berputar putar di satu blok saja.

"Ada yang menguntit kita." katanya dengan yakin.

"Sial!" kata Dinggo dalam taksi. "Apa mereka tahu kalau mereka dibuntuti?" tanya Dinggo, lebih pada dirinya sendiri.

Dinggo tahu persis apa yang dilakukan taksi didepannya. Hal yang sama yang juga sering dilakukannya untuk memastikan, apakah ia dibuntuti atau tidak. Sengaja berputar satu kali dalam satu blok jalanan. Tidak ada dua orang yang sengaja melakukan hal yang sama persis, kecuali salah satunya bermaksud membuntuti dari belakang, begitu teorinya.

"Tancap pak. Susul mereka, lalu cegat!" perintah Dinggo pada supir taksi.

Sejurus kemudian si supir menginjak gas lebih dalam. Rosalina yang awas pun tidak tinggal diam. Ia menginjak gas lebih dalam lagi. Membuat ketiga pemuda di dalam taksinya seperti tertarik ke belakang kursi dan buru-buru mencari pegangan.

Dua taksi ngebut saling susul-menyusul di jalanan Yogyakarta. Bahkan taksi Dinggo sudah menempatkan diri di sisi taksi Rosalina. Memakan ruas jalan yang kosong.

Rosalina memasukkan persneling ke gigi tertinggi. Ia berhasil melaju sedikit lebih kencang, meninggalkan taksi Dinggo di belakangnya.

Wajah tegang tidak mampu ditutupi ketiga penumpang di dalam taksi Rosalina. Jaka menatap ke kedalaman taksi lawan. Berharap mampu melihat siapa yang mencoba membuntuti mereka pagi-pagi buta di Yogyakarta.

Tanpa aba-aba Rosalina membelokkan moncong sedan Toyota itu ke kiri, tepat di pengkolan sempit yang sudah ia hafal. Membuat Jaka terpelanting dan membentur saudara kembarnya sendiri.

"Allahuakbar!" jerit kedua pemuda itu.

Adam memperhatikan pengejarnya tidak siap dengan rencana brilian Rosalina yang tiba-tiba berbelok di gang sempit nan gelap. Mungkin jika bukan Rosalina yang mengemudikan taksi tersebut, bisa jadi sedan biru langit itu akan membentur tembok rumah orang. Beruntung Rosalina paham betul celah-celah jalanan di Yogyakarta, berkat pengalamannya puluhan tahun menjadi sopir taksi.

Pengejarnya hanyabisa mendadak berhenti sebelum moncong mobil mencium pilar pintu masuk gang.Sedangkan Rosalina telah melaju ke kedalaman gang dan nohtah merah pada bagianbelakang mobilnya menghilang berbelok ke jalur tikus. Hilang dari pandangansang penguntit.

LariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang