Pengejaran Dinggo

20 2 3
                                    


Pertemuan antara Henry dan Dinggo berakhir dengan jabatan tangan yang erat. AKP Bambang pun berterima kasih atas bantuan Dinggo, namun seklaigus juga mengingatkan Dinggo agar menjauhui kasus ini.

"Ini urusan pihak berwajib." tegas AKP Bambang. Tak lupa kapolsek itu menyuruh orang-orang seperti Dinggo, lebih baik tidak ikut campur dengan urusan kepolisian ke depannya.

Mana mungkin Dinggo melepaskan kasus ini. Ia tidak akan berhenti sampai disitu saja. Menyerahkan bukti sampah macam begitu hanya awalnya. Sekedar perkenalan pada Henry, untuk menujukkan padanya bahwa ia bukan amatiran.

Dinggo juga tahu betul dengan konsekuensi yang akan ia terima. Tepat ketika ia pertama kali memutuskan untuk mencari kasus yang bisa ia tangani dan akhirnya menemukan berita tentang Qorine di lini masa.

Oh ya, perlu diketahui, bisnis Dinggo bukannya sedang sepi. Banyak tawaran mematai-matai orang yang masuk kepadanya. Akan tetapi Dinggo sedang jenuh menangani tawaran yang itu-itu saja. Kasus rumah tangga, menemukan bukti perselingkuhan, ataupun mencari aset simpanan sang suami super kaya yang luput dari pengetahuan -calon mantan- istri yang siap menerima harta gono-gini di pengadilan.

Dinggo tahu ada harapan pada tatapan mata Henry, ketika ia hendak pergi meninggalkan Yesterday Lounge tadi sore. Ketika beranjak pulang, Henry sempat kembali melengos ke belakang, memandang Dinggo yang tetap menatapnya tajam dari belakang.

Dinggo yakin betul, hanya ada satu cara untuk mendapatkan keuntungan dari Henry saat ini. Bukti valid yang lebih dari sekedar sampah. Ia tahu, ia harus bergerak secepat mungkin. Dinggo sendiri masih menyembunyikan satu informasi yang tidak diketahui oleh Henry maupun AKP Bambang.

Dinggo mendengar teleponnya berdering dan bergetar di dalam saku jaket kulitnya. Ia merogoh benda bergetar tersebut dengan penuh harap. Ia melihat sejenak nomor yang menghubunginya. Ternyata dari salah satu agennya.

"Iya ada apa?" kata Dingo langsung tanpa basa-basi.

"Dari Kampung Rambutan, Qorine naik bus ke Cianjur kapten," lapor suara dari seberang sana.

Rupanya Dinggo telah menyebarkan agen-agennya untuk mengorek informasi ke terminal Rambutan. Tempat terakhir yang dikunjungi Qorine di Jakarta, sebelum akhirnya pergi entah ke mana. 

"Terus?" kata Dinggo yang mulai bergairah karena sudah mulai menemukan kemajuan dalam kasus ini.

"Katanya dia bersama seorang laki-laki membawa tas ransel besar seperti keril seorang pendaki."

"Kamu tahu jam berapa mereka berangkat?"

"Katanya mereka naik bus siang tadi. Kira-kira pukul satu."

"Bagus. Kita langsung bergerak!"

"Ke mana Kapten?"

"Cianjur!"

LariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang