Decit suara rem yang diinjak begitu dalam membelah keheningan pagi. Dinggo berhasil bertahan, hingga tidak berakhir dengan membentur dashboard mobil. Naas bagi sang sopir taksi, ia harus menderita dengan kening benjol dan hidung patah akibat mencium setir mobil begitu keras. Akibatnya klakson pun berbunyi nyaring dan melolong panjang memecah sunyi.
Dinggo sergap menyalakan lampu interior mobil. Ia pastikan sopirnya tidak mati dan anak buahnya tidak ada yang kehilangan nyawa maupun cedera serius. Lalu dengan segera ia mengambil tindakan.
Ia singkapkan celana panjangnya dan diraihnya sebuah senjata api yang sangat kecil. Ukuran senjatanya tidak lebih besar dari kepalan orang dewasa. Warna senjata api yang dikeluarkan Dinggo adalah kombinasi antara silver dan hitam. Lebarnya hanya 18mm, dan tampak kurang meyakinkan. Ada guratan bertuliskan "Pico" di moncong senjata imut itu, serta embel-embel "Made in USA" yang cukup meyakinkan di bodi atas hand gun tersebut.
Jika Dinggo tidak mengisi magazine Beretta Pico-nya dengan lima peluru tajam di hadapan si sopir taksi, mungkin sang sopir akan mengira itu hanya pistol mainan belaka.
Sang sopir hendak menginggalkan kursi kemudinya, demi menyelamatkan nyawanya sendiri dari orang yang tidak dikenalnya.
Sayangnya, tangan Dinggo yang cekatan telah selesai mengisi seluruh peluru ke dalam selongsong magazine. Ia pun menyambar kerah seragam sang sopir taksi yang malang. Kemudian ditempelkannya ujung Beretta Pico itu ke kulit pelipis sang sopir.
"Aku mau kamu menghubungi pole taksimu." geramnya pada sang sopir taksi.
Sang sopir yang sudah pasrah itu pun menuruti keinginan Dinggo. Ia mengangkat walkie talkienya dan menghubungi pole pusat. Setelah bunyi kemorosok, seseorang menyahut dari seberang sana.
"To,,,tolong!" lolong sang sopir taksi.
Mendengar si sopir meminta tolong. Dinggo menghantamkan Beretta Pico-nya ke pelipis sang sopir taksi. Suara kesakitan sang sopir terdengar jelas dan segera saja si operator menyadari, tengah terjadi sesuatu.
"Ini dengan kapten Dinggo, penyelidik khusus yang sedang mengejar buronan di Yogyakarta." ujar Dinggo pada operator taksi yang dihubunginya.
Dengan tangannya yang lain, Dinggo merebut walkie talkie dari si sopir. Sang operator yang masih muda tidak pernah menyangka akan menerima panggilan aneh seperti itu, sepagi buta ini.
Operator malang itu pun hanya bisa berujar, "I... iya ada yang bisa dibantu?"
"Saya mengejar buronan yang kebetulan menaiki salah satu taksi Anda. Apakah Anda bisa mencari tahu, ke mana alamat yang dituju taksi dengan nomor B155E?"
"Maaf bisa diulangi?" ujar sang operator, bingung sekaligus tersirat sedikit getaran dalam intonasi pertanyaannya.
"Hubungi taksi B155E, dan tanyakan ke mana tujuannya! Jangan bilang kalau ini perintah saya!" jelas Dinggo sedikit berteriak.
Tidak segera mendapat respon dari operator, Dinggo pun menambahkan kalimat. "Cepat!" yang tidak disadarinya membuat moncong Beretta Pico-nya yang terbuat dari logam semakin menekan lebih ke pelipis si sopir yang sebenarnya sudah memar.
"Awww,,,awww,,,awaa,,, cepat!" begitu teriak sopir taksi tawanan Dinggo yang sudah pucat dan gemetar di bawah todongan senjata Dinggo.
Satu dua orang mulai menyalakan lampu rumah mereka. Ada yang membuka jendela dan menyenteri ruas gang. Ada yang memberanikan diri keluar rumah dan turun ke jalan, mencari tahu apa yang tengah terjadi. Suara mesin mobil yang meraung, decitan rem, bau karet hangus yang tergerus di jalan beraspal dan lolongan klakson di pagi buta menjadi pemicu semua itu.
Dinggo pun menyuruh sopir taksi untuk bergerak menghindari kepungan warga yang penasaran dan mulai turun ke jalanan. Semua perintahnya dipertegas dengan ancaman senjata yang melekat di samping batok kepala sang sopir. Darah keluar tak berhenti dari lubang hidung sang sopir yang patah. Namun tidak ada sedikit pun rasa iba yang ditunjukkan Dinggo pada lelaki berpakaian biru muda itu. Tak pernah sepintas pun terpikir oleh sang sopir yang malang, ia akan menemui dini hari semencekam hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lari
Mystery / ThrillerAdam melompat dari hidupnya yang mapan di Jakarta. Lelaki ini terlempar dari rutinitas yang membosankan. Mencoba meraup kebebasan yang ingin diraihnya. Tak disengaja ia bertemu dengan Qorine. Pesohor yang kalut akan konsep kabahagian dalam hidup. Me...