Gambaran suasana senja di puncak gunung Gede agaknya seperti ini. Langit membeku seolah menjadi kanvas. Lalu semburat cahaya jingga dengan presisi dan penataan yang sangat cantik, sengaja ditoterhkan di atas batas horizon. Tak ada matahari yang mendominasi di atas angkasa, bola api itu nyaris tenggelam, tinggal sepertiga bagian di ufuk barat. Sedangkan rimbun hutan di pegunungan semakin menghitam. Seolah tidak ingin menyaingi keindahan langit senja di Gunung Gede dengan sejuk hijau jamrudnya. Bagaimana mungkin alam berkomplot untuk menciptakan elegi seindah itu?
Sayangnya senja tidak berlangsung selamanya. Walau lukisan senja belum sepenuhnya lenyap dalam pandangan, masih menyisakan sedikit rona yang ekspresionis nan mempesona di langit. Akan tetapi Adam dan kawan-kawan petualangnya, harus bergegas turun. Mereka berencana untuk bermalam di Kandang Badak. Jarak dari puncak Gede ke Kandang Badak sekitar 2 kilometer atau satu jam perjalanan jalan kaki.
Walau hari sudah cukup gelap, Jaka dan Jaki masih sempat-sempatnya menggunakan jalur tanjakan setan untuk turun ke Kandang Badak. Tanjakan setan merupakan salah satu jalur lama yang legendaris di kawasan Gede-Pangrango. Tanpa harnes dan carabiner, seseorang harus naik dan turun menggunakan tali tambang yang telah diikat menahun di tebing setinggi tiga atau empat meteran. Cukup menggugah adrenalin. Beruntung Qorine mampu mengatasi rintangan itu dengan selamat, walau Adam bersungut-sungut karena menganggap keputusan Jaka dan Jaki ini sembrono. Adam sendiri tidak tahu jika ia digiring melewati jalur tanjakan setan.
"Gila kalian, dia kan gak ada pengalaman, mana lagi gelap, kok malah lewat tanjakan setan?" sungut Adam setelah berhasil mendarat menuruni tanjakan setan, setelah meniti tali tambang yang tampak rapuh.
"Gak apa-apa, kan sekarang gue udah bisa turun." jawab Qorine, padahal tadinya ia ragu dan takut setengah mati melihat terjalnya tebing yang harus dituruni.
Menggantungkan diri pada tali tambang busuk yang entah sudah sampai sejauh mana kekuatannya berkurang dikikis waktu, ternyata mendebarkan juga. Adam hanya menggeleng-gelengkan kepala saja. Gelengan kepala itu ditujukan kepada kedua kawan kembarnya yang sebenarnya tahu jalan lain yang lebih aman daripada tanjakan setan.
Tak lama setelah tanjakan setan. Akhirnya mereka tiba juga di Kandang Badak, menjelang malam hari. Seperti di Surya Kencana, Kandang Badak memang menjadi salah satu tempat favorit para pendaki untuk bermalam. Ratusan tenda sudah tergelar, bahkan sampai hampir menutupi jalur pendakian. Suara-suara manusia membaur dengan suara hewan di kedalaman hutan tropis.
Setelah selesai mendirikan tenda, Jaka dan Jaki bertugas untuk mengisi air. Adam dan Qorine memasak menu makan malam. Ada sayur mayur yang harus dikupas kulitnya, begitu juga dengan bumbu-bumbu dapur seperti bawang merah, cabai, bawang putih dan sebagainya, mereka potong-potong sembari menunggu air tiba.
Sementara Jaka dan Jaki mengambil air di sumber yang mengalir jernih dan membentuk aliran sungai kecil, mereka mencuri dengar percakapan beberapa pendaki tentang seorang artis yang diduga kabur dan mendaki gunung. Rumor rupanya cepat juga beredar di tempat seterpencil itu.
"Kalau misalnya betul dia sekarang ada di Gede, gue bakalan foto bareng dah sama dia. Ha,ha,ha." celetuk pendaki berjaket merah terang di samping Jaki.
"Gue bakalan masakin dia mie instan paling enak di gunung." sahut kawannya yang bertubuh lebih pendek dan bercelana pendek warna hitam.
"Yah, bisanya cuma masak mie lu. Enggak bergizi tahu. Gue dong."
"Apaan lo?"
"Gue bakalan minta dimasakin sama si artis itu. Siapa tahu sebenarnya dia pinter masak. Ha,ha,ha."
"Emang ada artis yang datang ke gunung ya mas?" tanya Jaki mulai tertarik dengan pembicaraan mereka.
"Enggak bang, kemaren malem kita ketemu orang ngakunya detektif, lagi nyari artis hilang. Ha,ha,ha."
"Oh ya? Emang hilang di gunung?" celetuk Jaka.
"Katanya sih gitu. Nih artisnya bang." kata si jaket merah memberikan foto Qorine yang ia simpan dalam saku jaketnya.
"Masa iya sih cewe secakep itu mau nanjak ke tempat kayak gini?" celetuk kawannya yang bercelana pendek itu lagi.
"Kalau abang ketemu artis di gunung, mau abang apain kira-kira?" tanya si Jaket merah. Mukanya mesum dan menerbitkan senyum geli karena memikirkan sesuatu.
"Ya, enggak bakalan diapa-apain mas. Namanya gunung, mau artis mau orang biasa kan ini tempat milik umum." ungkap Jaka.
"Wih, abang yang satu ini emang pendaki sejati dah pokoknya."
"Ha,ha,ha, biasa aja. Eh kita duluan ya, udah penuh nih." kata Jaka pamit kepada kedua pendaki itu.
"Yoi bang, ati-ati. Kalau ketemu artisnya kasih tahu kita ya? Kita ajak ngopi-ngopi!" sahut si jaket merah.
"Yoi bro, entar kita kabarin. Buka lapak di sebelah mana?"
"Deket jalur pertigaan ke Pangrango, mampir ngopi bro!"
Jaka dan Jaki hanya tersenyum, dan pergi sambil mengangkat tinggi tangan mereka serentak ke udara, memberi salam kepada mereka yang kini sudah cukup jauh jaraknya.
"Jak." kata Jaki.
"Apaan?"
"Mirip Qori banget ya?"
"Iya, kayak saudara kembar." ujar Jaka. Sesaat setelah mengucapkan hal itu, mereka berpandangan, seolah memahami jalan pikiran masing-masing.
Langkah Jaka dan Jaki semakin mendekati tenda mereka. Adam dan Qorine sendiri sudah selesai menyiapkan semua yang diperlukan, tinggal menunggu air untuk mencuci dan memasak saja.
"Makan apa kita malam ini Dam?" tanya Jaka yang segera mengansurkan botol-botol air ke tangan Adam.
"Makan nasi ama lauk pauk lah. He,he,he."
"Itu juga kita udah paham lah, maksudnya, lauknya malam ini apa?"
"Sayur kari, telor goreng sama tempe orek, sama kerupuk. Lumyan kan, yang penting cepet dan cukup bergizi."
"Nasinya banyakin dong." sahut Jaki.
"So pasti men. Tenang aja."
"Eh, tadi kita ketemu pendaki lain yang lagi ngegosipin sesuatu." celetuk Jaki. Pandangannya mengarah pada Qorine, Adam, lalu bertemu pandang dengan Jaka.
"Gosip apaan?" tanya Adam.
"Ada artis yang lagi dicariin sampai ke gunung." Jaki menjawab dengan polos tanpa pernah memikirkan reaksi kata-katanya itu bagi Adam dan Qorine.
Qorine pun secara reflek menunduk berpura-pura memperhatikan nyala api trangia di hadapannya. Adam langsung berakting di hadapan Jaka dan Jaki dengan ekspresi terkejut.
"Wih, kok bisa gitu?" celetuk Adam dengan mata terbelalak.
"Kok, kamu enggak kaget sih Ri?" tanya Jaka.
"Hemmm, apaan, gue enggak dengerin tadi lu ngomong apa."
"Ada artis digosipin hilang dan sedang naik gunung."
"Artis?"
"Iya, artisnya mirip banget sama kamu." kata Jaki yang sudah tidak sabar lagi.
Tidak bisa dihindari lagiAdam dan Qorine saling bertatapan. Mereka tidak percaya semuanya terbongkarbegitu cepat. Dalam tatapan diam di antara mereka, mereka sepakat untukberusaha menutupinya di depan Jaka dan Jaki, apapun caranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lari
Mystery / ThrillerAdam melompat dari hidupnya yang mapan di Jakarta. Lelaki ini terlempar dari rutinitas yang membosankan. Mencoba meraup kebebasan yang ingin diraihnya. Tak disengaja ia bertemu dengan Qorine. Pesohor yang kalut akan konsep kabahagian dalam hidup. Me...