Berbalik Arah

10 1 0
                                    


Adam bukan lelaki pengecut, Ia tahu, Qorine sedang berada dalam ambang bahaya karenanya. Baku tembak yang akan terjadi itu bisa jadi berujung kematian. Kematian orang-orang yang tidak bersalah, gara-gara Qorine mengikutinya.

Adam menertawakan dirinya sendiri. Mengejek keputusannya untuk pergi ke tempat yang lebih aman. Padahal desing peluru ada di belakangnya. Ia selalu bermimpi untuk berada dalam lingkaran aksi-aksi hebat. Kenapa harus lari? Pikirnya nekat.

Tiba-tiba saja ia melompat dari taksi Rosalina yang berjalan menjauh dari medan pertempuran. Adam berguling-guling di tanah, untuk kemudian menemukan kekuatannya sendiri, sehingga ia bisa segera bangkit lagi. Tanpa peduli rasa sakit dan teriakan di belakangnya. Adam mulai berlari, kembali ke tempat semula.

Ia sempat mengamati, jika rumah tempat Qorine disekap, cukup mepet dengan rumah tetangganya. Ada atap yang terhubung dan bisa dimanfaatkan untuk menjadi jembatan penyebrangan ke lantai dua rumah si Om.

Tentunya ia bermaksud untuk menggunakan rumah tetangga si Om itu sebagai akses masuk, bagaimanapun caranya dan tidak peduli apapun resikonya. Sambil berlari, Adam menyusun rencana dan menimbun nyalinya yang masih tersisa. Jaka dan Jaki juga akhirnya menyusulnya dari belakang.

Walau terluka dan sedikit pening, Adam tampaknya tak mudah untuk disusul. Ia melesat dan tak butuh waktu lama telah sampai di rumah yang ia tuju. Tak bepikir panjang, Adam melompat pagar rumah dan mendarat di halaman rumah tetangga si om dengan selamat. Sesekali desingan peluru terdengar dari baku tembak yang telah terjadi di rumah si Om.

Adam kembali berlari menyongsong pintu depan rumah tetangga si Om. Ia yakin betul jika pintu itu perlu didobrak untuk membukanya.

"Brak!" suara tubuh dan daun pintu yang terbuka sama-sama membuat gaduh. Engsel pintu rusak dalam sekali dobrak. Jeritan seorang wanita melengking dari balik punggung seorang pria.

"Siapa kamu!" bentak tuan rumah kepada Adam.

Seorang lelaki paruh baya, bertubuh tambun dalam mposisi waspada. Dari tangannya mengacung sebilah pisau dapur, mengacung ke arah Adam. Sedikit tergetar rupanya bapak-bapak kepala rumah tangga itu, dan masih dalam balutan kostum tidurnya, kaos singlet dan boxer.

"Saya detektif. Saya perlu rumah Anda. Darurat!" ucap Adam. Ia sendiri tidak yakin bila dengan menyebut detektif, si penghuni rumah akan yakin begitu saja.

Demi mendengar kata Detektif yang asing. Lelaki itu terdiam, bukan lega namun bingung dalam menentukan sikap. Jujur saja, kata detektif tidak serta-merta membuatnya percaya. Bahkan kedua penghuni itu lebih ingin Adam menyebut dirinya sebagai rampok atau sebutan penjahat lainnya. Itu lebih logis daripada kata "Detektif".

Akan tetapi, tatapan mata Adam penuh keyakinan. Nada suaranya tegas dan menyiratkan urgensi yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Selain itu, di luar sana, debam suara kaki Jaka dan Jaki telah menyentuh halaman rumah yang sama.

"Tolong, di mana tangga ke lantai dua?" pinta Adam dengan tegas lagi.

Si suami istri saling berpandangan semakin tak memahami situasi. Sedangkan desing suara peluru semakin menggetarkan nyali mereka. Jelas suara itu sumbernya dari rumah tetangga. Adam tidak peduli lagi. Ia terobos dengan berani acungan pisau dapur yang ditepisnya tanpa harus mengeluarkan banyak tenaga.

Setelah melewati barikade itu, ia langsung menemukan tangga ke lantai dua. Tak lama, Jaka dan Jaki menyusulnya, tanpa harus permisi pada penghuni rumah yang sudah terduduk lemas di lantai rumahnya sendiri.

LariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang