Dulu, kertas-kertas klasik
Kini, layar-layar polemik
Adiksi dagu kaum egosentrik
Enkripsi kalimat-kalimat licik
Magnesi bulatan-bulatan picik
Milisi tanda tanya pelik
Susah ditampik
Sukar ditilik
Sulit dibidik
Karena ... karena semua itu simbolik
Semua itu intrik
Semua itu politik
Semua itu munafik!Apa ini yang dinamakan Ujian Nasional!?
Wahai insan di atas kursi bertakhta artifisial
tidakkah kalian bernalar jauh lebih rasional?
Sistem yang kalian rancang begitu struktural
piranti yang kalian rakit begitu teoritikal
misi yang kalian ratifikasi begitu mahal
nyatanya ... nyatanya dangkal
Penuh dengan serentetan aral
Ricuh oleh somasi kritikal
Lumpuh, runtuh, dan abal
Sungguh gagalWahai insan di balik beton bertakhta artifisial
lihat, dengar, dan telaah dengan lensa prinsipal
Kami, jutaan siswa punggawa Ujian Nasional
bukanlah preparat spesimen eksperimental
bukanlah koloni bakteri bioteknologi konvensional
bukanlah antibiotik multifungsional
yang bisa kalian jadikan tumbal
yang bisa kalian jadikan ofisial
Berdiri sebagai serdadu andal
Menggantang pendidikan bermoral
menyandang kompetensi global
dengan dalih cita-cita nasional
Padahal ...
padahal sesungguhnya kalianlah yang bebal
Mengkhayal, mengkhayal, dan terus mengkhayal
Di dalam jubah bertakhta artifisial
coba meramu barisan-barisan pasal
lalu mencetak soal-soal
mengorbit Ujian Nasional
yang siap diuji massal
Lantas tersenyum "nakal"
Mendamba sebuah bangsa yang terkenal
Bangsa yang melanglangi penjuru tapal
bangsa yang menyebut dirinya ideal
bangsa yang mengaku anti-liberal
Ah, terus saja kalian mengkhayal
terus saja kalian menyangkal
Menyanggah tuduhan sentimental
menutup diri dengan berbagai sumpal
bersikap formal
Kendatipun kunci jawaban telah diobral
dan nilai sembilan hanya sejengkal
Maka sekedip mata, bereslah Ujian Nasional
Dasar bebal!Sejujurnya ...
bukannya kami tak suka
bukannya kami mencerca realita di pelupuk mata
pada tuntutan zaman yang kian mendakwa manusia
Namun kami hanya merasa ... kecewaSaat dopamin buncah meletus
Jemari mencekal erat balok oval tetikus
Kepala menengadah dan otak terstimulus
Saat itulah ... tiada lagi kami berfokus
Semuanya seolah pupus
Seketika mampusVisual di hadapan terhapus
Panik sontak saja meringkus
Waktu tiada lagi mengalur mulus
Dan tersiarlah sederet cetus
bahwa listrik putus
Meledaklah keluh serius
kata-kata menghunus
Dan kami hanya mampu ... mencelus
Menghela kecewa yang terus terembus
Merasa diri terjerumus siklus tikus politikusSaat ini, hajat milik intelek bertakhta artifisial itu telah sirna
Hari-hari penguras segala daya itu telah sirna
Malam-malam penebas rasa nyaman itu pun juga sirna
Yang tersisa tinggallah debar-debar gulana
di benak para punggawa.Biarlah ...
biarlah intelek bertakhta artifisial itu menaja paripurna
menarik ulur segala evaluasi dan rencana
bersikap seolah tiada pernah terjadi "bencana"Dan biarlah ...
biarlah kandas sudah torehan sempurna
Yang terpenting kini hanyalah doa
menasbihi hati untuk legawa
Dan berharap seutas tawa
yang 'kan lengkapi bahagia
Semoga....[]
====================
Maaf jika puisi ini kepanjangan, terlalu hiperbol, dan barangkali menghakimi sejumlah pihak. Hanya sekadar ungkapan hati.
Didedikasikan untuk seluruh peserta Ujian Nasional.

KAMU SEDANG MEMBACA
Puspawarna
Poetry[Antologi Puisi] Warna-warni kehidupan membuat kita menyadari satu hal, kita tak pernah sadar apa makna sebenarnya dari warna-warni kehidupan itu sendiri. ===== Didominasi puisi/sajak berima. Daftar puisi disusun alfabetis. © Iko_Nimbuss Ilustrasi s...