Kulminasi Sanubari

230 11 0
                                    

Meski fitnah dan dakwa berkawan karib
Meski jemawa entaskan trofi nasib
Meski simpul tawa justru kizib
Dia, loyal, tak pernah raib

Kendati strata membatasi
Mufakat rentan terintervensi
Kemajemukan riskan akan friksi
Dia, konsekuen, tak pernah abai asasi

Dia adalah pilar akhlak paling puguh
Dia adalah tali kekang kezaliman
Dia adalah peneduh sentimen
Dia, tak lain ... sanubari

Akan tetapi, akhir-akhir ini, dia malah buncah, keok terkatung-katung
Bumi yang sejatinya balairung jenjam, buas ke arahnya menelikung
Nurani mondial bebal, filter dendam tiadalah betah menggantung
Laksana prestise mengamuflase, kemanusiaan lontang-lantung

Di jantung kota-kota, demonstrasi ricuh, polemik acuh tak acuh
Di seberang benua, bentrokan senjata, cinta tergadaikan air mata
Di sejangkauan netra, intoleransi, kerukunan dibinasakan distansi
Di bentangan layar kaca, muslihat ego, aib mengenaskannya dilego

Pertanyaannya, masihkah kita membengkalaikannya dari kebajikan?
Kapankah dia kita kenankan beri andil menyelaraskan keberagaman?
Masihkah kita sudi peduli pada sumbangsihnya menyelia kehidupan?
Kapankah kita sadari betapa tenteram teramatlah dia idam-idamkan?

Wahai insan sekalian, dia tak tuntut macam-macam, cukup kedamaian
Wahai insan beriman, dia tak maksud mengecam, cuma taklimat peleraian
Mari bercermin, adakah barang sehari kita genapi fardu dengan sentil sesal diri?
Bila jawabnya tidak, maka kekeliruan tengah terjadi ... sunyi, dia tak lagi berdikari

Akar dari seluruh sengketa ialah dusta
Ketidakpercayaan atas mencuatnya distingsi
Barangkali, dilematis untuk sekadar menghimpun
Kontemplasi pun menjelma opsi jitu, mempersuakan

Oleh karenanya, dia harap, sentosa 'kan kembali singgah
Sebagaimana Kuasa-Nya menganugerahkan manah
Mencegah seteru, menyeru satu, merestu gugah
Jiwa tiadalah arif berbantah, laiknya berbenah

Maka, mulai sekarang, ayo kita hentikan perang!
Bobol beton-beton arogansi yang lena mengadang!
Mari berpulang pada makrifat, mari berkasih sayang!
Lekas camkan, bahwa yang dia butuh hanyalah tenang!

Akurlah kepada perasaan, tanpa mencadangkan kedengkian
Jujurlah terhadap penghambaan, tanpa meradangkan kenisbian
Ulurkan tangan, usap dada, usir praduga, sentuhlah dia pelan-pelan
Rengkuh sewujud kristal bening masif, kuala damai sedikara rembulan

Seiring waktu, sempena tasamuh ditaja, sakinah pun menabahkannya
Lantas, kita, umat manusia, wajib menjadi kompas tasawuf untuknya
Ikhlaskan raga memfasilitasi, biarkan dia menggapai puncak afeksi
Menjunjung pesan perdamaian, bersama Yang Maha Mengawasi

[]

PuspawarnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang