SEPULUH

26.8K 1.4K 5
                                    

Adiatma Corp. Bangunan besar tinggi dan gagah di pusat kota Jakarta. Bangunan ini bagian luarnya dilapisi dengan Kaca, secara keseluruhan bangunan ini sangat memikat siapa pun yang lewat di depannya.

Setelah akhirnya dengan cepat Ana memberikan kunci mobil kepada satpam untuk memarkirkan mobilnya, ia segera berjalan cepat menuju Lift pribadi yang langsung menuju ruangan Direktur Utama.

Dua orang penjaga keamanan langsung menghadangi langkah Ana untuk masuk. Emosi Ana sudah mencapai ubun-ubun sekarang. Jemarinya langsung menekan tombol panggilan terakhir dan akhirnya tersambung, segera Anamenekan tombol pengeras suara dari panggilan telepon itu. Belum sempat penjaga keamanan itu menyapa, suara dari telepon menjawab semuanya.

"Biarkan Dia lewat."

Ana langsung mematikan sambungan telepon. Dua penjaga keamanan itu langsung pucat melihat keberadaan Ana di depan mereka dan akhirnya membiarkan Ana masuk tanpa kendala apa pun. Di dalam lift ini hanya ada satu angka saja, lantai 8.

"Wildan setidaknya berhenti membuat Aku tidak tenang di dunia ini, can you?"

"Kamu mendobrak pintu ruangan Saya, Ana." Tanpa sadar sekretaris Wildan sudah berdiri di belakang Ana.

"David, kosongkan jadwal hari ini. Atur semuanya dan segeralah pulang." David hanya mengangguk tanda mengerti lalu menutup pintu.

"Saya akan tetap beli perusahaan itu"

"Ini hidup Aku, Wildan. Kamu nggak berhak untuk itu." Wildan berdiri dari kursinya lalu berjalan mendekat ke arah Ana. Mendekat, mendekat dan semakin dekat sampai akhirnya tubuh Ana terduduk di sofa ruangan Wildan.

"Hidup kamu adalah hidup Saya. Saya berhak melakukan apapun selama kamu masih hidup."

"Aku tidak mau selamanya hidup dalam neraka ini! ini semua gila Wildan. Pernikahan ini gila!"

"Quit that job, jika tidak Saya akan beli perusahaan itu malam ini juga. Kamu tau Saya bukan orang pembohong dalam bisnis."

Ana menatapnya tajam, walaupun ia tahu sebenarnya matanya sekarang perih karena susah untuk menahan sesuatu agar tidak jatuh mengalir dari sana. Wildan benar-benar marah, Ana tau dari tatapannya sekarang dan ia kembali menggunakan kata-kata 'Saya'. Tatapan itu mengandung kebencian yang tidak bisa Anajelaskan.

"Apa yang sebenarnya kita pertahankan dari semua ini, Dan? Kamu tau pernikahan ini tidak ada artinya." 

Wildan menatap Ana, untuk beberapa detik ia hanya menatap Ana lekat sampai akhirnya ia melanjutkan bicara,

"Pulang dan berhenti dari pekerjaanmu detik ini juga."

***

Sudah lewat tengah malam dan Ana sama sekali tidak berniat untuk pulang ke rumah. Rumah itu sudah seperti gudang, kosong dan dingin, jadi untuk apa dirinya harus pulang ke sana jika ia bisa melarikan diri? Belum lagi masalah siang tadi membuat Ana muak dengan direktur sialan itu.

Ana memasuki sebuah club malam, tenang saja dirinya bukan wanita murahan yang akan melakukan hal gila dengan laki-laki lain. Ana hanya butuh pengalihan pikiran malam ini, ditemani dengan suara dentuman musik keras dan mungkin sedikit dengan minuman.

"Jack, my favorite ya." Jack, bartender yang Ana panggil itu tersenyum, dia tau Ana akan ke tempat ini jika ia benar-benar hampir gila.

"Lo tau, Lo nggak bisa tidur di sini kan, Miss Baskara?" Ana tertawa. Sudah lama sekali dirnya tidak dipanggil dengan nama keluarga, Baskara. Setidaknya masih ada orang di dunia ini tau Aku menikah dan mereka tetap memanggil namaku dengan Miss.

"Gue mau gila-gilaan disini, Jack, bukan buat tidur." Jack menaikkan sebelah alisnya dan tertawa, tidak percaya Ana benar-benar tidak akan tidur di sini karena terlalu banyak minum.

"Enjoy your time." Ana hanya tersenyum lalu Jack berlalu melayani pelanggan yang lain.

Lagu berganti 'How Deep is Your Love'. Sekarang saatnya untuk memulai 'pengalihan pikiran'. Kaki Ana berjalan cepat menuju kerumunan orang yang sudah duluan menari mengikuti alunan dentuman musik yang dimainkan Disk Jokey di club ini. Kakinya bergerak mengikuti beat lagu, tubuhnya bergerak ke segala arah. Terlalu asik menari di antara kerumunan orang membuat tubuhnya tidak sengaja menabrak tubuh orang lain dan berujung menumpahkan minuman yang sedang ia pegang dan akhirnya membuat baju orang itu basah. Oh tidak.

"I'm so sorry, Aku tidak bermaksud.." laki-laki itu terdiam, Ana tidak tahu ia diam karena suaranya tidak kedengaran atau memang dia benar-benar marah saat ini.

"Sorry-"

"Ayo bicara diluar?" Ana masih bisa mendengar suara husky laki-laki itu walaupun hanya samar-samar.

Akhirnya Ana dan laki-laki yang bajunya sudah basah itu keluar dari kerumunan orang dan bicara di luar club. Ana sekilas memeriksa jam yang ada di tangannya dan menunjukkan pukul 02.00 pagi dan ia tetap tidak peduli.

"Oke, sorry gimana kalo Aku ganti saja baju kamu? Deal?"

"Arza." Ana mengerutkan dahinya, menatap uluran tangan laki-laki itu untuk mengajaknya salam perkenalan. Ini tidak penting.

"Jadi berapa harga baju kamu?" Ana menatap wajah laki-laki yang ada di depannya sekarang ini, jawline-nya persis dengan milik Wildan....

"So, gimana? Deal?" ha? Deal what? Astaga sekarang sudah dini hari dan otakku sama bodohnya.

"Sorry kamu tadi ngomong apa?"

"Aku mau kita ketemu lagi, next time dengan baju yang sudah kamu beli."

"There is no next time,"

"Aku bisa buat next time itu ada."

"ini cuma masalah baju, tinggal ganti baju kamu and done, right? "

"ini bukan cuma masalah baju, so, see you next time, Ana Adiatma." Arza, laki-laki itu berbisik di telinga Ana dan meninggalkan kartu namanya di jemarinya.

bagaimana dia bisa tahu nama lengkapku?

***

(un) Happy WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang