DUA PULUH TUJUH

21.1K 988 4
                                    


H-30

Wildan berhenti tepat di depan sebuah restoran sederhana yang ada di pinggir jalan. Sekarang sudah menunjukkan pukul 02.00 siang dan ia datang tepat waktu sesuai janji yang ia buat. Wildan kemudian masuk ke dalam setelah memarkirkan mobilnya. Saat melihat sekeliling, di sudut ruangan ada seseorang yang melambaikan tangannya ke arah Wildan.

"Ada apa?"

"Apakah sulit sekarang bagimu untuk menyapa salam kepada Ayahmu sendiri?" tanpa sadar, wildan menghela nafas berat. Dari dulu, semenjak kejadian itu, wildan tidak pernah ingin untuk sering bertemu dengan Ayahnya lagi. kenangan yang ada di pikirannya selalu muncul saat melihat wajah Ayahnya sendiri.

"Ada apa, Ayah?"

"Bagaimana Ana?" wildan yang awalnya berpura-pura sibuk dengan ponselnya, sekarang jarinya terdiam.

"Aku tahu Arza sudah kembali." Ini pasti ulah David. David dahulu adalah asisten pribadi Ayahnya dan sekarang sudah menjadi asistennya. Sudah pasti Ayahnya akan selalu mendapatkan informasi dari David.

"Wildan, Kamu tahu harus melakukan apa kan?" Kali ini Beno menatap wildan tepat di matanya. Tatapan itu begitu menyiratkan dendam yang sangat dalam. Wildan yang melihat tatapan Ayahnya itu kembali terbawa dengan kejadian yang membuat hidupnya tak sama lagi.

ternyata tatapan itu tidak akan pernah berubah.

"Sebenarnya apa yang membuatmu seperti ini Ayah?"

"jawabannya sudah jelas! Kartadimadja sudah membunuh Baskara dan istrinya Wildan. Kecelakaan itu... Kartadimadja yang melakukannya!!" Wildan mengepalkan kedua tangannya, sekarang hatinya benar-benar ingin meledak.

"Kenapa harus Saya yang menyelesaikannya?!"

"Karena Aku mempercayaimu sebagai anakku satu-satunya yang mampu menjaga Ana dengan baik. Tidakkah kau tahu itu?"

"Tidak. Saya sama sekali tidak akan pernah bisa menjaganya dengan baik." 

Kemudian Beno terdiam dengan kata-kata yang diucapkan oleh Anaknya, Wildan selalu seperti itu, tatapannya tidak pernah berbohong.

"Apa maksudmu?"

Wildan melemparkan kertas di depan Beno di hadapannya.

"Apa ini Wildan? Pernikahan kontrak?" wildan hanya diam, tidak menjawab pertanyaan Beno yang matanya sudah bergetar saat membaca isi dari kertas yang dilemparkannya.

"Jadi selama ini, kau menikah sesuai kontrak?!"

"Ya."

Sedetik kemudian kepalan tinju tepat mengenai pipi kanan Wildan. Wildan yang terkena pukulan tersebut akhirnya terjatuh dari kursinya. Seluruh orang yang berada di restoran pun memperhatikan ke arah beno dan Wildan di sudut ruangan.

"Keluar, kau." Beno berjalan keluar meninggalkan anaknya yang masih meringis kesakitan dibelakang dengan ekspresi datar. Setelah akhirnya mereka berdua keluar dari restoran, mereka menuju ke sebrang jalan dan berhenti di lapangan sepi disana.

"Apa kau tahu kesalahanmu apa?!" kemudian beno melayangkan tinjunya yang kedua kali di wajah wildan.

"Aku menyuruhmu untuk menjaga Ana, bukan menyakitinya!" beno memukul wildan lagi dan lagi. setelah akhirnya Beno cukup puas melampiaskan kemarahannya kepada anak semata wayangnya itu, Wildan dengan wajah yang penuh lebam berusaha berdiri di hadapan Beno.

"sudah puas?" kali ini wildan yang melayangkan tinjunya dengan kuat ke arah wajah Beno, Ayahnya sendiri.

"Brengsek, kau pikir 12 tahun lalu, semua ini bermula dari siapa?!"

Pukulan kedua,

"Kau pikir, Saya mampu menahan semuanya sendiri?! Kau pikir laki-laki berumur 20 tahun itu tahu bagaimana menjaga seorang perempuan untuk selamanya?!"

Pukulan ketiga.

"Pada akhirnya, semua ini adalah masalah kalian para manusia dewasa brengsek yang dibutakan oleh dendam masa lalu!"

Akhirnya, wildan dan beno sama-sama jatuh tersungkur ke tanah. Wildan masih memegang erat kerah baju beno yang sudah kusut,

"Apa kau pikir dirimu masih pantas Saya sebut Ayah?"

"Wildan, selama ini Aku mempercayaimu, begitu juga dengan baskara, kenapa kau melakukan ini?"

"Karena Saya tahu, Saya terlalu pintar untuk menjadi orang dewasa brengsek penuh dendam seperti kalian."

"Jadi, kau benar-benar akan lari sekarang?"

"Tidak, Saya akan menyelesaikannya. Jangan samakan Saya denganmu yang pecundang memberikan semua beban kepada Anakmu."

"Brengsek, Kau itu anakku Wildan. Anak dari seorang Adiatma!"

"Kita hentikan saja semua ini. Kita terlalu lelah untuk sama-sama lari dari masalah ini selama 12 tahun, sekarang sudah saatnya untuk berhenti."

"Apa yang akan kau lakukan dengan perempuan itu?" Wildan diam, bukan karena dia tidak bisa menjawab, tapi dirinya ragu bisa mempertanggungjawabkan perkataannya atau tidak.

"Bukan urusanmu."

"Apa sekarang kau akan meninggalkan dia juga?

"Ya, Saya akan mengembalikan kehidupannya tanpa ada nama Wildan disana."

***

(un) Happy WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang