"DAVID!"
Araf berteriak dari ujung ruangan. David yang merasa namanya di panggil menoleh ke belakang dan segera menundukkan kepalanya lalu menegakkannya kembali. Itu adalah kebiasaan David terhadap orang-orang yang lebih tinggi jabatannya.
"Pak Wildan masih ada di dalam, Dokter Yudika sedang memeriksanya." Ucap David menjelaskan kepada Araf dengan nada tegas.
"Pastikan tidak ada orang yang tahu hal ini, David. Saya percaya kamu."
David mengangguk lalu menuntun Araf menuju ruangan Wildan di rawat. Rumah sakit ini adalah rumah sakit yang ketuanya adalah teman Beno Adiatma , dan itu adalah Dokter Yudika sendiri.
Araf yang sudah berada di depan pintu bertanda VIP langsung membuka pintu dengan cepat, ia tidak peduli dengan orang lain yang melihatnya sudah seperti orang gila di subuh hari seperti ini.
"Pantau pasien ini setiap 2 jam sekali dan laporkan langsung kepada Saya." Dokter yudika memerintahkan hal itu kepada suster yang berada di sampingnya.
"Bagaimana dengan Wildan?! Apa yang terjadi?!" Araf berteriak di dalam ruangan. Yudika yang kaget dengan sumber suara tersebut langsung berjalan ke arah araf.
"Tenangkan dirimu, Araf."
"Apa dengan kondisinya yang seperti itu Aku bisa tenang sekarang?!"
teriak araf lagi dengan matanya yang sudah memerah. Matanya membengkak dan terlihat berair, akibat dari kekurangan tidur. Yudika yang semula menatapnya tajam sekarang mengganti tatapannya dengan tatapan tenang ke arah araf. Yudika tau, Araf selalu menjadi orang gila di saat keadaan Wildan seperti ini.
"Bicara diruanganku. Suster jangan lupa untuk memberikan laporan nanti kepada Saya." Suster tersebut langsung keluar setelah mendengar perintah dari Yudika.
Sesampainya di ruangan Yudika, Araf menatapnya tajam sambil berdiri.
"Tidak bisakah kita duduk tenang dan mulai membicarakan hal ini?" Araf kemudian duduk di kursi yang berhadapan dengan Yudika.
"Jadi sekarang bagaimana, apakah mulai berbahaya?"
"Apa kamu tau Wildan sebelum kesini kecelakaan mobil dan kepalanya terbentur oleh kaca?" tanya Yudika dengan nada interogasi.
Araf tidak tahu hal itu terjadi. Saat dirinya menerima panggilan dari David yang mengatakan Wildan berada di rumah sakit, ia langsung menancapkan gas tanpa bertanya apa yang sebenarnya terjadi.
"Aku tidak tahu, Aku langsung ke sini setelah-"
"Apa yang sebenarnya terjadi, Araf?" sekarang Araf benar-benar diam, ia tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Araf menundukkan kepalanya tidak berani langsung menatap ke arah Yudika.
"Baiklah, lupakan. Apa dalam beberapa bulan belakangan ini Wildan sering minum?"
"aku tidak tahu, mungkin?" Ucap araf gagap.
Memang, wildan adalah pecinta alkohol tapi ia tidak akan pernah melewati batasannya. Tapi, setelah brengsek itu datang kembali, hampir setiap hari araf melihat gelas minum ada di atas meja kerja Wildan.
"Baiklah." Yudika menulis sesuatu di kertas dan menghela nafas berat.
"Ada apa sebenarnya?"
"Kali ini, Aku tidak yakin, Araf."
Yudika menatap langsung ke arah araf. Araf tau pandangan itu pandangan pesimis yang paling ia benci di dunia ini. Pandangan itu seperti mengatakan hasil yang buruk untuk didengar ditelinganya. Ia tidak mau mendengar hal buruk itu.
"Jangan memberikanku tatapan itu, Aku membencinya."
"Araf, sudah 1 tahun belakangan ini Aku berusaha melakukan semuanya untuk membantu Wildan. Kali ini Aku benar-benar tidak..."
"Apa aku sudah pernah bilang?" kali ini yudika menatap araf dengan penuh tanda tanya. Tidak mengerti apa yang ingin disampaikan oleh Araf.
"kau sudah pernah memberikan tatapan itu,"
"..."
"Tatapan itu tatapan yang kau berikan kepada Beno Adiatma dan Wildan 2 tahun lalu,"
"..."
"Tatapan yang kau berikan kepada mereka saat Baskara sekarat tepat 2 tahun lalu, Ayah."
KAMU SEDANG MEMBACA
(un) Happy Wedding
Romancefollow dulu apabila ingin membaca! Happy Reading! "Aku membencinya, dimulai dari perkenalan yang luar biasa tidak terduga. Aku benci sifatnya yang egois. Aku begitu membenci laki-laki itu hingga membuat Aku tidak bisa menjauh dari dirinya.." - Ana...