TIGA PULUH ENAM

22.9K 1K 11
                                    


6 tahun lalu.

"Apakah kau yang bernama Wina?" sosok laki-laki gagah dan tampan dengan senyum menawan berdiri di depan Ana yang baru saja ingin memasuki mobilnya.

"Ya?"

"Kenalkan, Saya Araf Putra Aldebaran. Bisakah Anda ikut Saya sebentar?"

Saat Araf memperkenalkan dirinya, saat itulah Wina berkenalan dengannya. Entah ada apa, Wina berpikir ia merasakan sesuatu yang kuat dengan laki-laki bernama Araf ini.

"Ada apa?" tanya Wina dengan tatapan bingung.

"Ada yang ingin bertemu dengan Anda." Kemudian laki-laki bernama Araf itu menunjuk ke arah mobil yang layarnya benar-benar tertutup. Wina hanya tersenyum menyindir,

"Siapa?" kemudian saat tubuh Wina dalam kondisi lengah, Araf langsung menarik tangannya dan menuntunnya ke dalam mobil. Saat di dalam yang terlihat di sebelahnya laki-laki yang sedang duduk menopang dagunya sambil melihat ke arah luar jendela. Walaupun Wina hanya bisa melihat wajah laki-laki itu samar, tapi Wina tahu siapa sosok laki-laki itu.

"Wildan Adiatma?" ya, semua orang tahu siapa dia. Direktur termuda tersukses yang sangat low profile perusahaannya selalu berhasil masuk dalam tiap berita yang ada di televisi, hanya saja sang direktur perusahaat Adiatma Corp ini tidak suka menampilkan wajahnya di layar kaca.

"Langsung saja, Saya ingin membuat perjanjian."

"Apakah seperti itu caramu memperkenalkan diri?"

"Kau sudah pasti tahu siapa Saya, Kamu Wina Xaviera bekerja di sebuah perusahaan yang tidak terkenal dan gaji yang setiap bulannya tidak cukup untuk membiayai seluruh utang keluargamu, umurmu 26 tahun. Kamu tidak melanjutkan pendidikan ke universitas dan akhirnya memilih untuk kerja dengan gaji kecil karena harus membiayai adikmu. Bagaimana, apakah itu sudah cukup sebagai bukti kita untuk saling mengenal?"

Wina menundukkan kepalanya dan mengepalkan tangannya hingga membekas merah disana. Bisa-bisanya seseorang yang baru ia temui langsung merendahkan dirinya seperti ini.

"perjanjian apapun yang kau mau aku tidak akan menyetujuinya!" Wina segera membuka pintu mobil namun terhenti saat Wildan melanjutkan bicaranya

"Bahkan demi kebahagiaan keluargamu kau akan menolak perjanjian yang Saya berikan?" sekarang Wildan yang semula hanya menatap ke luar jendela, menatap Wina dengan tajam.

"Saya akan melunasi semua hutang-hutangmu." Wina kemudian membeku, kakinya yang semula mantap untuk pergi dari mobil namun terhenti tiba-tiba.

"Bagaimana?" kemudian saat menatap sorotan mata Wildan yang tajam, saat itulah Wina tahu, Wildan memikili kekuatan yang mampu membuat semua orang tunduk akan pemintaannya. Kemudian, Wina kembali duduk dan menyilangkan kedua tangannya.

"Perjanjian apa? Kita sama sekali tidak pernah bertemu sebelumnya."

"Bukan tentangmu tapi ini soal Ana." Wina kemudian terkejut saat Wildan menyebut nama sahabatnya sendiri.

"Ana Baskara maksudmu? Darimana kau mengenalnya?"

"Saya akan menjelaskannya padamu sekarang."

Wina mengerutkan dahinya, kemudian Wildan mulai menjelaskan apa yang terjadi, bagaimana ia mengenal Ana, fakta dibalik kematian Ibu Ana, hubungan antara dirinya, Ana, dan Arza. Wildan menjelaskan semuanya dengan cepat, singkat, dan sangat jelas.

"A..Apa maksudmu memberitahu ini semua? Kamu harusnya menjelaskan itu semua kepada Ana!!" sekarang Wina menatap ke arah Wildan ketakutan.

"Karena itulah Saya buat perjanjian ini denganmu. Kamu adalah satu-satunya orang yang Ana percayai."

"Ta..tapi..."

"Rahasiakan semuanya dari Ana. Mulai sekarang Saya akan bertanggung jawab atas hidup perempuan itu, kau tetaplah bersamanya sampai semua masalah ini selesai."

"Apa maksudmu dengan bertanggung jawab...?"

"Saya menikahinya kontrak 2 tahun, setelah itu semua akan kembali seperti semula. Jadi, Saya harap kamu tidak akan pernah meninggalkannya apa pun yang terjadi." Wina masih menatap kedua mata Wildan yang menatap ke arahnya tajam, mata Wildan berbeda dengan orang lain kebanyakan, matanya begitu kuat dan tajam mampu membuatmu terhisap dalam tatapan itu seketika.

"Bagaimana?"

"Ba.. Baiklah."

"Saya percaya kamu, sekarang keluarlah dan kembali ke tempatmu. Kedepannya akan sangat banyak kejadian mengerikan dan kau hanya perlu berpura-pura untuk tidak mengetahui yang sebenarnya terjadi."

*

"Harusnya Aku tidak pernah menyetujui permintaan itu, Raf! Aku rela melihat sahabatku sendiri menderita!" Wina berteriak sambil menangis dalam pelukan Araf yang begitu erat.

"Tidak Wina, Kau tidak salah. Kau sudah melakukan hal yang benar, kau melakukan itu untuk melindungi Ana dari semua kejadian menyakitkan yang sebenarnya terjadi di belakangnya.."

"Ana.. Maafkan Aku..." Wina memejamkan matanya dan menangis sekencang-kencangnya dalam dekapan Araf. Araf yang mendengar suara tangisan istrinya ikut menangis dalam diam.

Mengapa semuanya begitu menyakitkan?

*

"Lepaskan Saya David!!!" Wildan berusaha keluar dari ruangannya tapi segera ditahan oleh David dan para bodyguardnya.

"Tidak Pak, Bapak belum cukup sembuh untuk keluar sekarang!"

Sedetik kemudian pukulan kencang tepat mendarat di pipi kanan David dan meninggalkan darah disana. Untuk pertama kalinya Wildan memukul orang yang ia percayai hingga berdarah. David tahu, dari sorotan mata Wildan sekarang siapa pun yang menghalanginya ia akan siap membunuh siapa saja.

"Buka pintunya sekarang." Suara dingin Wildan membuat bulu kuduk David merinding, akhirnya seluruh bodyguard yang berjaga di luar pintu membuka pintu ruangan dan membiarkan Wildan keluar. Wildan berjalan perlahan kemudian berbelok ke arah kanan dan terlihat dari ujung tulisan ruangan itu dari kejauhan "Ruang Operasi".

Wildan kemudian berjalan dan akhirnya berhenti saat melihat Araf dan Wina sedang berpelukan dan menangis kencang di lantai. Wildan membeku, bukan karena ia tidak tahan dengan suara tangisan Wina yang begitu kencang, tapi tertulis nama yang muncul pada layar ruang operasi.

"A.. Ana?"

Kemudian Wildan berjalan mendekat,

Lebih dekat,

Sampai akhirnya berhenti di depan pintu ruang operasi.

"Ana.. tolong..." ia memejamkan matanya dan menyentuh pintu ruang operasi yang dingin di depannya.

"Tolong.. jangan tinggalkan Saya..."

kemudian airmata Wildan jatuh.

***

(un) Happy WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang