Sudah hampir satu jam lamanya Ana memutari toko baju di sebuah Mall besar di Jakarta dengan Wina dan Araf. Ana tidak akan berani meminta Wina menemaninya belanja dengan keadaan Wina yang sedang mengurus anak kecil namun ganteng itu, Arsya. karena itulah Ana minta bantuan Araf untuk datang.
"Lo nyari apaan sih, An? Ini udah satu jam tau nggak. Kalo Lo mutarnya di bagian baju cewek gue betah, tapi yang udah lo cari sekian lama itu kemeja cowok doang!"
"Gue udah bilang lo duduk aja liat dari jauh sama si Araf, lo tetap aja mau berdiri."
"Kemasukan nenek lampir lo sekarang? Sejak kapan Lo mau beliin Wildan baju kerja?" seketika pikiran Ana kosong. Wildan? Siapa dia?
"Sok tau banget sih, Awas aja kalo si Arsya ketularan kayak maknya besar nanti."
"Nggak usah mengalihkan pembicaraan gue deh, buat Wildan, kan?"
"Bukan." Wina langsung menyubit lengan Ana. Dari zaman dulu sampai sekarang cubitan Wina itu tidak ada duanya, sakit sampe ketulang.
"Lo selingkuh?!"
"Wina kok lo bego banget sih!?" Wina langsung nyengir kuda, tidak sadar suaranya sudah hampir mengalahkan sirene pemadam kebakaran.
"Terus siapa?" Analangsung memberikan kartu nama kepada Wina.
"Gue udah bikin baju dia luntur kena minum, you know it was in the club. Last night." Wina masih memperhatikan kartu nama itu dengan serius, matanya tak bisa lepas dari nama yang tertera di kartu nama itu.
"Win, Lo kenal?"
"..."
"Wina jawab gue."
"Arzadi Kartadimadja?"
"iya, lo kenal dia?"
"mmm.. nggak kenal." Ana mengerutkan dahi, tidak kenal tapi mengapa serius gitu sih Win ngeliatnya?
"Raf, sini!" Ana memanggil Araf yang dari tadi asik dengan ponselnya duduk bersama Arsya disana.
"Gimana udah?"
"Kalian pulang duluan aja, kasian Gue sama si Arsya udah ngantuk gitu, Raf." Ana melihat wina yang awalnya sangat cerewet sekarang diam dan kelihatan lemas.
"Oke, kalo ada apa-apa kabarin ya, An." Ana tersenyum tanda 'Aku akan baik-baik saja'. Sekarang mereka sudah pergi dan kemeja juga sudah ia dapatkan. Sekarang hanya tinggal pergi menemui Arza.
***
Ana sekali lagi melihat alamat di kartu nama Arza, Kartadimadja Company. Tertulis disana Arza Kartadimadja 'CEO'. Sialan kenapa harus berhubungan dengan laki-laki direktur lagi sih?
"Ada yang bisa kami bantu?"
"Saya ingin bertemu dengan Arza Kartadimadja."
"Sudah buat janji sebelumnya dengan Pak Kartadimadja, Bu?"
"Hubungi saja dia, beritahu 'Ana' sedang menunggu dibawah." Ucap Ana ketus.
"Pak Kartadimadja sudah menunggu diatas bu. Lantai 10." Anamengangguk tanda terimakasih.
Lift terbuka tepat di lantai 10, hanya ada satu lorong disana, lurus dan tepat berhenti di satu pintu besar.
"Silahkan masuk Ibu Ana, Pak Kartadimadja sudah menunggu." Ini benar-benar aneh. Mulai dari resepsionis bawah sampai dengan asistennya semuanya cantik. Ana tidak iri, hanya saja apa memang semua perempuan di kantor ini punya 'standar tinggi' ya?
"Halo Ana! Nice to see you again."
"Ini bajumu, sesuai dengan janji."
"Ana kamu tidak tahu siapa Aku?" Anayang semula sudah bersiap keluar dari ruangan berhenti dan berbalik lalu menatap laki-laki yang bernama Arza itu.
"Maksudmu?"
"Oh God, ternyata hubunganmu dengan Wildan benar-benar kacau ya? Kamu tidak memberitahunya tentang Aku?" Arza tertawa menatap Ana yang sekarang menatapnya dengan dahi berkerut, seperti dia benar-benar tidak percaya kenapa Anatidak memberitahu apapun dengan Wildan. apa dia sudah gila?
"Kamu mengenal Wildan?" tanya Ana dengan ragu.
"Ask your husband, oh tidak maksudku tanya dengan suami kontrakmu"
kali ini tubuh Ana menjadi kaku, semua pertanyaan seketika bermunculan di otaknya dan darahnya sudah mulai terasa di ubun-ubun. Emosi sudah hampir meledak saat melihat Arza mengatakan hal itu dengan senyum santainya. Untung saja kesadaran Ana cepat kembali dan berhasil meredam emosinya dalam waktu singkat.
"Apa maksudmu Arza? kamu siapa?" Arza hanya menatap Anadengan senyuman manisnya, tidak menjawab pertanyaan Ana dan segera membuka pintu ruangannya,
"See you again next time, Ana Adiatma."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
(un) Happy Wedding
Romancefollow dulu apabila ingin membaca! Happy Reading! "Aku membencinya, dimulai dari perkenalan yang luar biasa tidak terduga. Aku benci sifatnya yang egois. Aku begitu membenci laki-laki itu hingga membuat Aku tidak bisa menjauh dari dirinya.." - Ana...