DUA PULUH DUA

22.8K 1K 3
                                    

H-90

Tepat sudah 10 hari sejak Ana mengatakan ia akan meninggalkansemuanya setelah 100 hari selesai pernikahan ini, Sudah 10 hari juga Anatidak berbicara apa pun dengan wildan. Anahanya melihatnya saat ia berjalan memasuki mobilnya dan berlalu pergi menuju kantor, hanya itu saja. Anasama sekali tidak berniat untuk melakukan perbaikan apapun. Untuk apa? Menginginkan wildan kembali? Tidak sama sekali!

Dalam 10 hari ini juga Anaberusaha untuk memecahkan teka-teki yang ia temukan di laci kerja Wildan, foto Wildan dengan Arza. Anatidak sebodoh itu yang akan membocorkan dengan wildan secara langsung. Wildan akan langsung membuang foto itu dan tidak akan menjelaskan kepadanya.

Sekarang disinilah Anaberada, di sebuah ruangan nan megah milik orang yang ada difoto bersama wildan, Arza Kartadimadja.

"Ya, urus secepatnya proyek di bagian Kalimantan, Saya akan menunggu laporan kamu setelah ini." Arza yang masuk ke dalam ruangannya terkejut saat mendapati Anasedang duduk tenang di dalam ruang kerjanya.

"Secepat itukah kamu ingin bertemu denganku Ana?" Arza masih sama, menyapa Ana dengan senyum lebarnya namun seperti menyembunyikan sesuatu.

"Langsung saja, jelaskan ini." Anamelemparkan foto ke depan Arza yang duduk di meja kerjanya. Arza menatap foto itu tanpa ekspresi, matanya tidak kaget dan tidak menyiratkan apapun, ntahlah seperti.. kosong?

"Apa Aku berhasil membuatmu penasaran sekarang?"

"Ya dan jelaskan semuanya."

"Apa kabar suami kontrakmu? Masih sekarat?" Anamenatap tajam ke arah Arza yang masih tersenyum lebar dari tempat duduknya. Laki-laki ini selalu bisa membuat emosinya memuncak. Arza seperti penuh akan teka-teki dan Anayakin teka-teki itu akan sulit untuk dipecahkan.

"Bukan urusanmu."

"Apa itu artinya Wildan sudah menjadi urusan bagimu?"

"..."

Arza kemudian berdiri berjalan menuju ke arah tempat dudukAna. Tubuh arza terlalu tinggi untuk dilihat dari posisinya sekarang, Arza berhenti tepat di depan Ana dan kemudian diam menatapnya dari atas.

"Kamu tau Ana.." Arza perlahan menunduk dan meletakkan kedua tangannya di sisi kiri dan kanan kursi dan membuat Ana terjebak dalam posisi yang tidak mengenakkan.

"jika aku disuruh memilih siapa yang harus aku bunuh terlebih dahulu antara kamu dan Wildan..."

"Maka Aku akan memilih kamu."

Sekarang, wajah Arza posisinya sudah setara dengan wajah Ana. Matanya menatap Ana tajam dengan jarak yang sudah terlampau dekat, tatapan Arza begitu kuat hingga hampir membuat dirinya sesak nafas merasakan kejahatan yang tersirat kuat disana.

"Apa maksudmu?" Anamembalasnya dengan suara pelan dan gugup.

"Apa kamu masih tidak mengerti juga?"

Arza kemudian tersenyum lagi di depan Ana, sedetik kemudian tangan Arza sudah mengelus rambut nya dari pelipis kanan lalu berlanjut sampai pipi kanannya dan berhenti disana.

"Ana, Kamu tidak tahu betapa berharganya kamu bagi laki-laki brengsek itu,"

"Kamu terlalu berharga untuknya."

"Jelaskan saja apa maksudmu yang sebenarnya brengsek!"

Kemudian yang terjadi adalah tamparan keras di pipi kanan Ana yang membuatnya meringis kesakitan. Seumur hidup Ana, Ia tidak pernah mengalami hal mengerikan seperti. Arza memang benar-benar psikopat! Ada apa dengan laki-laki brengsek ini.

"Kamu tidak akan mendapatkan jawabannya." Arza kemudian pergi menjauh setelah menampar Anadengan jarak dekat. Anatidak menangis, emosinya sudah terlampau kelewat batas sekarang.

"Kamu akan membunuhku terlebih dahulu katamu? Jangan meremehkan Aku brengsek." Arza tertegun ketika Anaberteriak di ruangan megahnya ini, begitu juga dengan sorotan mata Ana yang dia tujukan kepadanya dengan hasrat ingin membunuhnya detik ini juga.

"Sabarlah, Sayang. Permainan kita baru saja memasuki tahap awal, kenapa begitu terburu-buru?" Arza kemudian menarik pinggangAna ke dalam dekapannya. Tangannya begitu kuat membuat Ana tidak bisa melepaskan diri dalam dekapannya saat ini.

Kemudian, Arza berbisik di telinga kanan Ana dan berkata

"Wildan adalah jawabanmu dan aku akan memastikan kamu tidak akan mendapatkan jawabanmu sampai akhir permainan kita, Ana." Kemudian Arza melepaskan pelukkannya dan membuka pintu ruangannya menyuruh Ana untuk segera angkat kaki dari ruangannya.

"Sekarang setelah menamparku, kau mengusirku dari ruanganmu?"

"Kita akan lebih sering bertemu setelah ini, Ana. Permainan kita masih sangat panjang."

***

(un) Happy WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang