Di dalam mobil, Wildan hanya bisa duduk lemas di kursi belakang, kepalanya seperti mau pecah dan keadaannya benar-benar buruk. David yang sedari tadi memperhatikan tuannya dari kaca depan tidak bisa melepaskan pandangannya dari Wildan.
"David, berhentilah menatap kebelakang."
"Maaf, Pak."
"Apa ada yang terjadi?"
"Ibu Ana ke kantor saat Anda dirawat, Pak."
"Apa dia tahu?"
"Tidak, Pak. Saya beritahu Bapak berangkat ke China ada pertemuan bisnis." Tanpa sadar Wildan membuang nafas lega, setidaknya Ana tidak mengetahui apa pun yang terjadi dengannya.
"Jadi, kita kemana sekarang, Pak?"
"Kartadimadja Company."
***
"Pak Arza, Anda ada tamu penting."
"Siapa?"
Belum sempat sekretaris Arza menjawab, Wildan sudah berjalan masuk tanpa izin dan langsung berdiri di depan meja kerja Arza.
"Apa Aku harus membunuhmu sekarang untuk mengembalikan semuanya?"
Arza tertawa dan segera melepaskan kacamatanya, ia menyuruh sekretarisnya keluar dan menutup pintu.
"Beginikah caramu menyapa setelah bertahun-tahun?"
"Brengsek."
"Apa Aku berhasil membangunkanmu?"
Tidak butuh waktu lama untuk membuat kepalan tangan Wildan mendarat di wajah Arza. Walaupun ia baru saja keluar dari rumah sakit, bukan berarti dirinya tidak mampu untuk menghajar laki-laki seperti Arza.
"Pukulanmu masih bagus. Seperti dulu."
"Aku bisa menghancurkan hidupmu lebih dari itu."
"Kalau begitu, Buktikan."
Arza tersenyum lalu menyilangkan kedua tangannya di dada. Begitu santai menantang Wildan yang emosinya sudah memuncak dan bersiap untuk meledakannya kembali.
"Ana.."
"Cantik ya?"
Wildan terdiam, seluruh badannya kaku dan darahnya seperti berhenti mengalir. Otaknya secara spontan membayangkan wajah Ana yang selalu menatapnya dengan pandangan berbeda.
"Kamu begitu lemah, Wildan. Kamu tahu apa yang bisa menghancurkan diri seseorang dengan cepat?" Wildan tidak menjawab, lalu Arza melanjutkan kalimatnya,
"Melihat orang yang paling kita cintai menderita, perlahan."
"Apa tidak cukup bagimu melihat Ayahmu mati bunuh diri?"
kemudian Arza melayangkan tinju yang cukup keras di pipi Wildan. Wildan tidak jatuh dan hanya tertawa. Kemudian Arza menarik kerah baju Wildan dan menatapnya tajam.
"Kalianlah yang membunuhnya, brengsek!" kemudian yang terjadi selanjutnya adalah perkelahian yang hebat. Baik wildan maupun Arza tidak ada yang mengalah.
"Brengsek, kaulah yang sudah menghancurkan hidup perempuan yang tidak bersalah itu!"
"Persetan dengan perempuan itu."
"Persetan katamu?!"
"..."
"Kartadimadja sudah membunuh kedua orangtuanya dan kau masih bisa bilang persetan dengannya?"
"Apa katamu?!"
"Kartadimadja, Ayahmu lah yang sudah membunuh kedua orang tua Ana, brengsek!"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
(un) Happy Wedding
Romancefollow dulu apabila ingin membaca! Happy Reading! "Aku membencinya, dimulai dari perkenalan yang luar biasa tidak terduga. Aku benci sifatnya yang egois. Aku begitu membenci laki-laki itu hingga membuat Aku tidak bisa menjauh dari dirinya.." - Ana...