***NOTE : Dalam cerita ini ada beberapa penjelasan medis tentang penyakit. untuk informasi dari penyakit tersebut, mulai dari pemeriksaan, diagnosis dan lain-lain, Saya mengambilnya dari sebuah sumber di Internet. jika dalam hal itu ada bagian yang tidak sesuai dengan faktanya, maka tolong dimaklumkan ya :)
==================================
Wildan terbangun saat ponselnya berbunyi tanda panggilan masuk. Muncul nama Araf disana, Wildan membuang ponselnya asal. Ia tahu apa yang akan dibicarakan Araf. Ponsel Wildan terus berbunyi, sampai akhirnya Wildan mengangkat panggilan itu dengan kesal.
"Apa?"
"Pemeriksaanmu hari ini Wildan, mau berapa kali kamu melarikan diri seperti ini terus? Kamu dimana?"
Wildan melihat sekelilingnya, ia baru ingat ia memesan hotel untuk tidur. Setelah pertengkaran dengan Ayahnya, Wildan sama sekali tidak berniat untuk menemui siapapun, termasuk juga Ana.
"Aku tidak melarikan diri, Raf."
"Kau tahu kan Wildan, waktumu tidak banyak. Jadi cepat datang kesini."
Kemudian Araf memutuskan panggilan. Wildan melepaskan ponsel dari telinganya lemas. Wildan terdiam, menatap kosong ke arah jendela besar dengan pemandangan kota yang padat.
Cepat atau lambat Aku harus menghadapinya, kan?
"David, siapkan mobil."
"Kita kemana, pak?"
"Rumah sakit."
***
Yudika mendekati Araf yang terduduk lemas di bangku ruang tunggu. Ia melihat Araf menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
"Bagaimana?"
"Aku tidak tahu dia akan datang atau tidak. Berharap saja berhasil."
Kemudian Araf menghela nafas lagi. ia tahu, Wildan bukannya melarikan diri dari pemeriksaan rumah sakit. Ini sudah ketiga kalinya. Saat pertama kali Wildan tahu penyakit apa yang ia derita setahun yang lalu, semenjak itu ia tidak pernah lagi ingin melakukan pemeriksaan lanjut. Sudah berulang kali Wildan masuk ke rumah sakit karena tak sadarkan diri, tapi tetap saja, saat sadar ia akan melepaskan infusnya dan pergi dari rumah sakit. Selalu seperti itu.
Dari kejauhan, Araf melihat beberapa orang ramai di lorong sibuk berbisik-bisik membicarakan sesuatu yang lewat di lorong itu. Araf yang merasa terganggu akhirnya melihat ke arah yang sama dengan tatapan orang lain di lorong itu,
"Wildan?" Yudika kemudian langsung berdiri dan menatap sosok Wildan yang berdiri di hadapannya.
"Apa yang akan kita lakukan?"
"Brengsek, tidak bisakah kau datang lebih cepat?"
"Aku perlu mandi dan sarapan dan melakukan itu perlu banyak waktu." Araf kemudian tersenyum dan memeluk sahabatnya itu. ia tahu Wildan cepat atau lambat akan setuju dengan pemeriksaan ini.
"ini pertama kalinya kita melakukan pemeriksaan setelah 1 tahun berlalu, Wildan."
"Ya. Aku tahu."
"Kita akan melakukan pemeriksaan MRI scan, CT scan Biopsi Laparoskopi."
"untuk apa kita melakukan pemeriksaan itu? aku sudah tahu aku mengidap penyakit."
"hanya ingin memastikan, berapa lama lagi waktu yang tersisa untukmu, Wildan." Kemudian Wildan terdiam saat Yudika mengatakan ucapannya dengan tegas.
Waktu yang tersisa, ya?
Yudika berjalan mendahului Araf dan Wildan, wildan mengikuti yudika dengan langkah lemas, begitu juga dengan Araf yang melihat punggung Wildan yang sekarang begitu kurus. Mereka sama-sama terdiam dan larut dalam pikiran masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
(un) Happy Wedding
Romancefollow dulu apabila ingin membaca! Happy Reading! "Aku membencinya, dimulai dari perkenalan yang luar biasa tidak terduga. Aku benci sifatnya yang egois. Aku begitu membenci laki-laki itu hingga membuat Aku tidak bisa menjauh dari dirinya.." - Ana...