Setelah kejadian itu, ia langsung memutuskan untuk keluar dari sana. Menggas motornya hingga kecepatan maksimal.
Sesampainya ia dikamar, langsung saja Ali duduk di pinggir kasur seraya berfikir keras.
"Prilly beneran marah ya sama gue?" Tanya Ali pada dirinya sendiri. Ia mengacak rambutnya kesal. Ia terbayang-bayang akan kaki Prilly yang bahkan belum ia sentuh sama sekali.
"Gue bodoh! Gue tau benar kalau Prilly gak suka di bentak! Ah shiit! Bego banget siih gue! Tapi kan, gue cuman gak pengen dia kenapa-napa. Kok dia jadi sensi gitu siih. Gak jelas banget. Salah gue atau salah dia siih sebenarnya?!" Ali menendang sepatunya hingga keujung ruangan.
"Itu jelas salah Ali. Ali tau? Prilly itu perempuan. Gak ada satupun perempuan yang mau di bentak sama lelakinya sendiri. Perempuan itu makhluk yang susah ditebak." Tiba-tiba suara Mama Resi menelusuk masuk ketelinga Ali.
Ali diam, menatap mamanya sebentar.
"Ya tapi dia juga siih ma! Dia itu anggap Ali bentak dia padahal kan enggak sama sekali." Solot Ali mencebikkan bibirnya.
Mama Resi berjalan memasuki kamar anak semata wayangnya. Diusapnya rambut Ali lembut.
"Sudah berapa kali mama bilang sama Ali? Kalau Ali itu harus sabar hadapin makhluk yang namanya perempuan. Kalau Ali sudah menetapkan hatinya untuk jatuh cinta, berarti Ali harus siap mental. Harus sabar. Ali juga harus bisa ngalah sama Prilly. Kalian juga susah, sama-sama egois. Gak ada yang mau ngalah." Tutur Mama Resi terkekeh.
"Bukan gitu ma, Ali itu males aja. Dia manja banget siih."
"Ali, perempuan mana yang gak manja? Apalagi Prilly, dia itu anak perempuan satu-satunya. Sudah pasti dia selalu diutamakan sama Mama-Papanya. Ali juga harus ngerti. Jangan bilang Prilly manja. Emang dia udah ingat sama kamu?" Tanya Mama Resi pada Ali.
"Sudah."
"Ali seneng kalau Prilly sudah ingat sama Ali?"
"Seneng banget."
"Yaudah,tinggal tunggu Prilly balik lupa sama Ali."
Ali terlonjak. Ia membulatkan matanya lebar.
"Apa maksud mama!?"
"Siapa suruh Ali gak ngertiin dia, sekarang Prilly marah kan sama kamu? Ya sudah. Gak ada harapan."
"Enggak! Gak boleh gitu!"
"Lah? Yang mulai duluan siapa?"
"Ali."
"Yaudah, yang mulai yang kena imbasnya."
Ali menggeleng. Ia berlari lagi kearah garasi dan mulai menstater motornya menuju rumah Prilly.
Didepan rumah gadis itu, Ali bisa mendengar tangisan sendu dari Prilly. Berteriak keras hingga telinganya bisa saja meledak.
Tak tinggal diam, ia langsung menuju kamar Prilly. Saat dibuka, dilihatnya Pak Rizal yang tengah memijat kaki anaknya itu. Sedangkan yang dipijat menjerit kesakitan sembari menangis. Seprai sudah tak beraturan, karena tangan Prilly meremas erat seprai itu.
"Sayang."
Semua hening. Prilly tak menjerit lagi, di pandangnya wajah Ali suram.
"Ngapain kamu kesini! Pergi! Aku gak butuh kamu disini!"
"Gak! Kamu butuh aku sayang."
"Aku benci kamu!"
"Aku cinta kamu."
Tangan Pak Rizal kembali memijat pergelangan kaki Prilly.
"Aaa! Daddy! sakiiitttttt!" Teriak Prilly. Tangannya menggapai rambut Ali yang berada di sampingnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/69943151-288-k508197.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Learn To Love
Fanfiction"Ali. Kamu itu gak bisa senyum ya?" Pertanyaan itu selalu terdengar di telinga remaja usia 17 tahun Ini. Ali hanya menatap dingin sekelilingnya. *** Kapan ya aku bisa liat kamu senyum terus setiap hari? Senyum kamu itu indah tau. Aku bisa jadi tem...