Nafas Prilly tercekat? Nama itu kembali terngiang di telinganya. Memori itu kembali terputar di otaknya. Digo? Benarkah Digo?
Prilly membuka matanya perlahan. Senyum manis pria itu kembali ia lihat. Mimpikah ia saat ini? Digo? Kembali?
"Digo.." tak banyak mulut, Prilly langsung memeluk cinta pertamanya itu erat. Sangat erat, melampiaskan merindukannya dengan pria itu.
Ia memang sudah tak memiliki rasa cinta lagi pada Digo. Namun, rasa rindu begitu membuncah didadanya, membuat sarang lebih besar. Hingga saatnya ia kembali bertatap wajah lagi dengan pria ini.
"I miss you so much Digoo!" Digo membalas pelukan Prilly tak kalah erat. Keduanya saling melampiaskan kerinduan setelah lama tak bertemu.
Prilly melepaskan pelukannya. Ia tersenyum manis kali ini, tangisnya berganti tangis bahagia.
Prilly menoleh, melihat seorang gadis cantik yang tengah tersenyum kepadanya. Ia yakin, ini pasti Sisi. Sisi yang beruntung mendapatkan hati seorang Digo. Sisi yang berharga bisa merebut hati Digo. Sisi yang sempat ia caci maki karena Digo. Sisi yang sempat membuatnya gila karena cintanya bertepuk sebelah tangan.
Digo yang pernah ia cintai, sukai. Digo yang sama sekali tak pernah membentaknya, memarahinya. Digo bukan Ali yang pernah menyebutnya jalang atau menamparnya.
Tapi, kali ini semuanya berubah, Digo tetap milik Sisi. Dan Sisi tetap milik Digo. Tak akan ada yang merubahnya.
"Kamu pasti Sisi kan? Kau lebih cantik dari pada foto yang ditunjukkan Digo beberapa tahun lalu." ucap Prilly terkekeh pelan. Direngkuhnya tubuh Sisi yang mungil seperti dirinya.
"Kalian cocok. Sama-sama pendek." Prilly dan Sisi tersentak. Mereka memukul kepala Digo secara bersamaan, membuat si empu kepala meringis.
"Dunia ini sempit ya? Aku sama Prilly sahabatan, sama Sisi dan Ali juga sahabatan. Sekarang aku sama Sisi dan kamu sama Ali. Itu cocok!" kata Digo riang. Mendengar Digo menyebut nama Ali, wajahnya kembali merengut tak suka. Pandangannya berubah menjadi sendu. Ingatannya kembali berputar pada kejadian beberapa menit yang lalu.
"Kamu memang sama Sisi, tapi aku tidak bersama Ali. Diamlah, aku tak suka kalian mengungkit Ali dalam pembicaraan. Aku ingin hari ini bebas darinya. Dia sudah memiliki pilihan lain. Lihatlah kamar Ali, gadis itu belum juga keluar dari sana. Aku juga ingin keluar dari sini." Prilly bangkit lalu berjalan kearah pintu keluar.
"Kayaknya kita salah bicara Si." tutur Digo memeluk pinggang Sisi posesif.
"Pokoknya kita harus beresin dulu masalah Ali sama Prilly habis itu baru kita pulang ke Bandung!" tegas Sisi menatap Digo.
"Lalu apa yang harus kita lakukan? Memaksa Prilly untuk kembali bersama Ali dengan cara keras? Mana mau dia! Apalagi pakai cara lembut." ucap Digo jengah.
"Kamu salah! Yang harus kita paksa itu Ali! bukan Prilly. Karena yang jelas salah adalah Ali, huh! Aku tak habis fikir dengan sahabatmu itu. Bisa-bisanya dia melukai hati Prilly. Aku harus memberinya pelajaran!" Sisi bangkit dari duduknya lalu berjalan kekamar rawat Ali dengan langkah yang ia hentakkan.
Digo menepuk dahinya. Sisinya benar-benar keras kepala. Mau tak mau ia mengikuti Sisi saja. Sampai pada akhirnya gadis itu terhenti didepan pintu kamar Ali yang sedikit terbuka dengan wajah tegang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Learn To Love
Hayran Kurgu"Ali. Kamu itu gak bisa senyum ya?" Pertanyaan itu selalu terdengar di telinga remaja usia 17 tahun Ini. Ali hanya menatap dingin sekelilingnya. *** Kapan ya aku bisa liat kamu senyum terus setiap hari? Senyum kamu itu indah tau. Aku bisa jadi tem...