25- De ja Vu

20.1K 491 1
                                    

Keyla's POV

Aku nyengir kalem saat melihat Ilham melototkan matanya kepadaku. Aku sudah sangat tahu dengan jelas mengapa dia amat marah kepadaku sekarang.

"Hasil pemeriksaan kemarin sudah saya kasih pada kedua orang tua anda. Untuk kali ini saya minta maaf karena sudah seenaknya memberitahukan pada mereka."

Aku tersenyum tipis , merasa tersindir akibat kata formal yang diberikan Ilham padaku. Yeah. Aku sudah tau begini lah akhir hidupku. Dirumah sakit. Sayangnya aku tidak menyangka bisa secepat ini.

"Bagaimana keadaan anda nona , apa pusing itu kembali mendera? Kali ini soal apa? Tagihan ATM?"

Aku yang hendak ingin membantah , berakhir tertawa kesal ketika mendapat sindiran itu lagi. Serius deh , akhir-akhir ini aku memang diliputi pusing yang teramat sangat.

Mengingat kehidupanku yang aneh akan kebenaran-kebenaran yang tadinya nista ditambah penyakitku yang kini kembali menyergap kambuh. Mana ku tahu kalau pusing itu akibat penyakitku dan bukan karena kehidupan abstark ku.

Bukaan pintu yang memunculkan seorang bidadari disusul dengan wajah takut-takut remaja tanggung dan disebelahnya seorang remaja SMA tengah memasuki ruangan.

Kali ini ruangan yang kutempati tidak ada lagi ajang menangis. Mama ku sedang ikuttan dirawat akibat stress yang mendera karena aku hingga mengancam keselamatan adikku yang masih 4 bulan dikandungannya ditemani Ayahku diruangan sebelah.

Sedangkan Anggi kembali ke apartemenku bersama Elang untuk membereskan barang-barangku karena kali ini aku tidak diijinkan tinggal di apartemen lagi.

Kebebasan yang kuterima baru setahun setengah lamanya kandas gara-gara penyakit menyebalkan ini.

"Bunda Lia ..kenapa?" Keningku sedikit mengerut saat ketika bidadari berkerudung merah muda itu mendelik marah pada remaja tanggung yang ku kenal Nala namanya.

Sedangkan remaja SMA yang ku kenal bernama Nelo tengah mendekatiku dan meletakkan telapak tangannya dikening ku.

"Kak Key baik-baik aja kan?" Dia bertanya khawatir , "semalam ku dengar penyakit Kak Keyla kambuh lagi."

"Bukan kambuh lagi." Ilham bersuara. "Tapi emang udah parah dan harus segera dicariin pendonor nya,"

Bunda Lia sekali lagi mendelik pada Nala. Yang dapat delikkan mata itu hanya bungkam , menunduk dalam-dalam , menciut tak berani mendongak.

Aku tersenyum , berusaha menenangkan Nelo yang sempat cemas mendengar apa yang diucapkan Ilham tadi.

"Gak papa. Aku masih siap bertahan kok. Lihat ," aku menunjukkan kebisaan ku menggerakkan tangan yang entah kenapa sedikit sakit kugerakkan tapi tak kunjung aku menyerah karena penyakit sepele ini. "Aku masih cukup sehat untuk berjalan."

Nelo tetap tidak percaya aku baik-baik saja. Dan kali ini ku dengar Bunda Lia membuka suaranya. "Kalau saja Nala menceritakan ini dari awal , Keyla bisa dirawat lebih dulu hingga tak perlu sampai menunggu kolaps."

Mendengar itu , kepala Nala makin menunduk. Ilham yang berada disebelahnya , melejit kaget mendengar apa yang dikatakan Bunda Lia.

"Nala ..lo tau?" Ilham berusara penuh penekanan. "Tapi lo gak beritahu kami?"

Melihat Nala yang disudutkan. Aku jadi merasa bersalah. "Tunggu bentar ," aku mencoba menarik perhatian wanita bidadari dan dokter muda itu untuk menatapku dan tidak menatap lagi pada Nala.

"Ini salahku , aku yang menyuruh nya untuk diem. Jadi sepenuhnya bukan salah Nala , tapi salahku—"

"Elo emang salah!" Ilham memelototi ku yang kubalas dengan ringisan. Yeah , dia tidak lagi pakai bahasa formal yang sebelumnya.

When there [is] Hope (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang