40- Sindiran Halus

16K 397 4
                                    

Keyla's POV

"Buka mulut mu Elf.." Tunangan ku, Elang tengah menjulurkan sesuap bubur kemulut ku. Dengan senang hati, aku menerima nya. Memakan bubur itu perlahan karena entah kenapa, rasa dari bubur ini sungguh sangat hambar dan tidak enak.

Tapi begitu melihat ekspresi teduh Elang membuatku mampu bisa menelan kehambaran rasanya.

"Ini obat dan minumnya." Anggi tiba-tiba datang, menaruh segelas air putih di atas nakas dengan beberapa tablet disebelahnya.

Aku otomatis mengucapkan terima kasih dengan senyuman. Diikuti oleh Elang yang melakukan hal serupa seperti apa yang kulakukan pada Anggi.

Anggi sudah berada di Singapure selama tiga hari ini. Sekalipun aku tak merasa keberatan dengan keberadaan Anggi. Sungguh aku menghargai semua rasa kasih sayang nya padaku selama ini. Dia benar-benar sahabat yang sangat baik. Aku tak menyangka, Anggi rela menemaniku di sini, mengkhawatirkan keadaan ku.

Padahal seharusnya dia sekarang tengah liburan terlepas dari kegiatannya belajar di kampus. Betapa aku senang dengan sikap kepedulian nya itu padaku. Anggi itu teman yang sangat berharga.

"Rasa buburnya gimana Key?" Anggi mendekat, berdiri disebelah Elang yang kini tengah terduduk dibangku samping ranjang pasien ku dan mulai menyentuhkan punggung tangan nya dikeningku. "Masih hambar?"

Aku mengangguk, mengiyakan seraya terkekeh lemah. Anggi kadang suka bertindak aneh. Kenapa dia malah menanyakan rasa bubur? Tentu saja rasanya akan hambar bila orang yang memakan nya sedang sakit.

"Beneran?" Anggi tampak tak percaya. "Padahal gue udah masukkin banyak kecap sama garem lho,"

"Hah?" Elang melotot padanya ketika Anggi memberitahu.

Anggi nyengir. "Kadang kala, bereksprimen dengan makanan orang sakit itu boleh aja. Kali aja, racikan bumbu yang gue buat bisa membangkit kan cecap rasa di lidah orang sakit seperti Keyla."

"Jangan bercanda!" Elang makin melotot, lalu memandang ngeri bubur yang dipegang nya. "Lo mau ngeracunin tunangan gue?!!"

Aku tau, bubur itu Anggi yang membelinya tadi. Tentang racikan yang dia katakan tentu saja itu bisa saja terjadi. Tapi aku tak mengerti, kenapa Elang sampai marah seperti itu? Lagi pula, bubur yang ku rasakan tadi, rasanya sama dengan bubur-bubur sebelumnya yang pernah aku makan.

Biarpun mau ditambah cuka atau cabe segala, rasanya masih sama. Yeah.. Begitu sih, menurutku.

"Dasar singa betina!" Elang menjejalkan tiba-tiba bubur tersebut ke mulut Anggi yang menganga karena sudah dikatai 'singa betina'—mungkin hendak ingin protes atau memaki Elang—tapi perangai tunangan ku itu tak pernah bisa tertebak, bubur itu masuk ke mulut nya hingga membuat wajah Anggi memerah. Bubur itu masih hangat, dan bila dijejalkan langsung begitu tanpa perasaan, tentunya akan sangat panas dan gatal di lidah dan langit-langit dalam rahang mulutnya.

"Elaaaang!!!" Anggi histeris, hendak menjitak kepala Elang. Tapi lebih dulu tunanganku itu menghindar.

"Kalau calon istri gue sampai keracunan, lo juga kudu keracunan bareng sama dia."

"Iihh!! Nyebelin!! Gue tuh cuman canda kali tadi, gak perlu nyerang tiba-tiba gitu dong." Anggi menggerutu, mengipasi mulutnya dan segera meminum air digelas yang sebelumnya dibawanya untukku diatas nakas. "Panas tau.."

Elang terkekeh, memeletkan lidahnya pada Anggi. "Makanya jangan iseng. Di isengin balik, gak enak kan?"

Anggi sewot. "Elaaaangg!!!"

"Kecilin suara lo Nggi. Nih rumah sakit,"

"Bodo!!"

"Itu minuman punya Keyla lo embat? Calon istri gue mau minum pake apa entar??"

When there [is] Hope (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang